Menuju konten utama

Jaksa KPK Sebut Keluarga Rafael Alun Ikut Terlibat TPPU

Dengan terbuktinya para pemohon terlibat dalam TPPU, Jaksa KPK menilai mereka tidak bisa disebut sebagai pihak ketiga yang beriktikad baik.

Jaksa KPK Sebut Keluarga Rafael Alun Ikut Terlibat TPPU
Suasana sidang eks pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Senin (8/1/2023). tirto.id/Muhammad Naufal

tirto.id - Jaksa PenuntutUmum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa keluarga terpidana kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Rafael Alun Trisambodo, turut ikut dalam pencucian uang.

Hal tersebut, disampaikan dalam sidang permohonan gugatan keberatan atas perampasan aset yang diajukan oleh tiga pemohon yang merupakan kakak dan adik Rafael. Mereka adalah Petrus Giri Hesniawan (Pemohon I), Markus Seloadji (Pemohon II), dan Martinus Gangsar (Pemohon III).

Selain mereka, satu korporasi turut menjadi pemohon, yaitu CV Sonokoling Cita Rasa.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (7/11/2024) dengan agenda jawaban dari Jaksa KPK sebagai termohon, Jaksa KPK menyebut bahwa berdasarkan dakwaan kedua pada sidang Rafael sebelumnya, telah terungkap bahwa ayah Mario Dandy tersebut melakukan TPPU bersama keluarganya.

Pencucian uang tersebut, kata Jaksa KPK, dilakukan pada tanah dan bangunan di Jalan Wijaya IV Nomor 11, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; tanah dan bangunan di Jalan Meruya Utara dan Jalan Raya Srengseng; 1 unit kendaraan VW Caravelle dan 2 unit Kios BM08 dan BM09 Tower Ebony, Kalibata City di Kalibata Residence.

Beberapa aset tersebut termasuk dalam sejumlah aset yang digugat untuk dikembalikan. Jaksa KPK mengatakan bahwa aset-aset tersebut merupakan hasil pencucian uang yang dilakukan oleh Rafael bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Tarondek, dan ibunya, Irene Suheriani Suparman, serta bersama adiknya, Martinus Gangsar Sulaksono.

"Dalam mewujudkan tindak pidana pencucian uang di atas berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tidak hanya dilakukan oleh Terdakwa Rafael Alun Trisambodo bersama-sama dengan Ernie Meike Tarondek, namun juga dilakukan secara bersama-sama dengan Irene Suheriani Suparman, Gangsar Sulaksono, dan Christopher Diaksadarma," kata Jaksa KPK di PN Jakarta Pusat.

"Karena terdapat adanya suatu kerja sama yang erat dan diinsafi dalam mewujudkan tujuan yang dikehendaki bersama, yakni adanya kesamaan kehendak dan kerja sama yang erat dan diinsafi antara Terdakwa Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike Tarondek, Irene Suheriani Suparman, Gangsar Sulaksono, serta Christopher Diaksadarma dalam membayarkan atau membelanjakan harta serta menempatkan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi ke dalam transaksi yang seolah-olah sah atau legal," tambah Jaksa KPK.

Dengan terbuktinya para pemohon terlibat dalam TPPU, Jaksa KPK menilai mereka tidak bisa disebut sebagai pihak ketiga yang beriktikad baik.

"Dengan terbuktinya Markus Seloadji, Martinus Gangsar Sulaksono, dan Irene Seheriani Suparman, bersama-sama melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh Terdakwa Rafael Alun Trisambodo, menunjukkan para Pemohon Keberatan tersebut bukanlah Pihak Ketiga Yang Beritikad Baik, melainkan pihak-pihak yang terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh Terdakwa Rafael Alun Trisambodo. Sehingga, pengajuan keberatan a quo tidak sesuai dengan Pasal 12 Ayat 1 Perma Nomor 2 Tahun 2022 tersebut," tutur Jaksa KPK.

Jaksa KPK juga mengatakan bahwa gugatan dari pemohon tidaklah tepat jika didasari dengan Pasal 19 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: 1) Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan Terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan dirugikan.

"Perlu dipahami secara mendalam terhadap alasan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon tersebut apakah benar-benar telah sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Tipikor dan Perma Nomor 2 Tahun 2022 atau hanya upaya dari Pemohon mencari celah seolah-olah aset yang telah dirampas itu merupakan harta kekayaan yang sah," tutur Jaksa KPK.

Selain itu, Jaksa KPK berpendapat bahwa pemohonan tersebut telah kadaluwarsa. Menurut Jaksa KPK, keluarga Rafael mengajukan permohonan keberatan itu pada 7 Oktober 2024 dengan dalih masih dua bulan sejak petikan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) diterima pada 8 agustus 2024.

Sedangkan, Jaksa KPK berpendapat bahwa pengajuan keberatan itu harus dilakukan maksimal terhitung dua bulan sejak putusan pertama, yaitu pada 8 Januari 2024 lalu. Sehingga, pengajuan yang dilakukan pada 7 Oktober 2024 tersebut dianggap telah kadaluwarsa.

Ketentuan Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2022 telah jelas mengatur batas waktu pengajuan keberatan adalah dua bulan sejak putusan pengadilan diucapkan di sidang," tuturnya.

Oleh karena itu, Jaksa KPK menyimpulkan bahwa permohonan keberatan ini tidak memenuhi syarat formil dan materiil untuk diajukan sebagai permohonan keberatan.

Jaksa KPK lantas meminta agar Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menerima seluruh tanggapan penuntut umum.

"Menyatakan Pemohon bukan sebagai pihak ketiga yang beritikad baik," ujarnya.

Jaksa juga meminta Majelis Hakim untuk menolak seluruh dalih permohonan keberatan dari pemohon dan menetapkan permohonan keberatan itu tidak dapat diterima. Serta, menetapkan aset-aset yang dikembalikan kepada Rafael dan pemohon dirampas untuk negara.

Aset-aset yang dimaksud oleh Jaksa KPK tersebut adalah sebagai berikut.

- Tanah dan bangunan di Jalan Ipda Tut Harsono, Kota Yogyakarta, sebagaimana SHM Nomor 3030;

- Tanah dan bangunan di Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, sebagaimana SHM Nomor 869 dengan luas 959 m2 dan SHM Nomor 008 dengan luas 932 m2;

- Sebidang tanah di Jalan Santan 1, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, sebagaimana SHM Nomor 8807/Maguwoharjo dengan luas 498 m2, 1 unit mobil VW Beetle 4 A/T tahun 2014 warna merah bernomor polisi AB 1708 SY;

- Sebidang tanah dan bangunan di Jalan Simprug Golf nomor XV nomor 29, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, sebagaimana SHM Nomor 1984 dengan luas 766 m2.

Sebelumnya, keluarga Rafael Alun, mengajukan keberatan ke pengadilan atas tindakan perampasan aset yang dilakukan KPK terkait penanganan kasus korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Sidang perdana permohonan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat hari ini, Kamis (17/10/2024).

Bahwa pada hari ini, Kamis, 17 Oktober 2024, sekitar pukul 12.00 WIB bertempat di ruang sidang Kusumatmaja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sejumlah Jaksa Penuntut Umum KPK hadir di persidangan sebagai pihak termohon atas permohonan keberatan terhadap perampasan aset-aset milik terpidana,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (17/10/2024).

Permohonan keberatan tersebut diajukan oleh tiga pemohon yang merupakan kakak dan adik Rafael seperti telah disebut di atas.

Tessa menjelaskan bahwa pengajuan keberatan tersebut didasari atas penyitaan dan perampasan sejumlah aset dalam kasus Rafael.

Dari CV Sonokoling Cita Rasa, disita dan dirampas satu unit mobil Innova dengan nopol AB 1016 IL dan satu unit mobil Grand Max nopol AB 8661 PH.

Sedangkan dari Pemohon I-III, disita dan dirampas uang di SDB Rafael sebesar 9.800 euro; SG$2.098.365; US$937.900, kemudian perhiasan di SDB Rafael berupa 6 buah cincin, 2 kalung beserta liontin, 5 pasang anting, dan 1 buah liontin.

Selanjutnya rumah di Jalan Wijaya Kebayoran; rumah Srengseng dan Ruko di Meruya; dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E Nomor BM08 dan Nomor BM09; dan satu unit mobil VW Caravelle nopol AB 1253 AQ.

Baca juga artikel terkait KASUS TPPU atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi