tirto.id - Putri Tidur tak hanya ada dalam dongeng produksi Disney. Seseorang memang bisa menjadi “putri tidur” dan terlelap hingga berbulan-bulan jika terkena penyakit langka yang disebut Kleine-Levin (KL).
Baca juga:Terapkan Cara Ini Agar Tidur Berkualitas
Hal inilah yang kemungkinan dialami oleh Siti Raisa Miranda alias Echa (13) asal Banjarmasin. Ia bisa menghabiskan satu siklus tidur hingga dua minggu lamanya. Di sela-sela tidur, Echa hanya bangun untuk makan, minum, dan buang air. Itu pun tak dilakukan dalam kesadaran penuh dan harus dituntun oleh kedua orangtuanya. Kabar tentang Echa si Putri Tidur viral di media sosial setelah sang ayah mengunggah cerita anaknya yang masih tidur hingga hari kesepuluh di akun Facebook miliknya.
Meski masalah ini kini sedang dialami oleh seorang remaja perempuan, umumnya masalah neurologis ini jamak diderita laki-laki. Proporsinya 70 persen dari semua penderita. Ciri-ciri orang mengalami sindrom Kleine-Levin adalah waktu tidur rata-rata 18,62 jam per hari. Kondisi tersebut dapat berlangsung harian bahkan bulanan.
Kasus pertama sindrom KL dilaporkan oleh Brierre de Boismont pada 1862. Namun, baru pada tahun 1925 kasus-kasus KL dikumpulkan dan dilaporkan oleh Willi Kleine di Frankfurt. Max Levin kemudian melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan beberapa teori pendukung.
Baca juga:Dunia Butuh Tidur Lebih Lama
Seorang peneliti bernama Critchley akhirnya meneruskan penelitian dengan memantau 15 kasus dengan gejala serupa yang muncul pada prajurit-prajurit Inggris pada perang dunia II. Kemudian pada 1962, ia memberi sebutan sindrom tersebut “Kleine-Levin” yang merupakan gabungan nama Willi Kleine dan Max Levin, dua peneliti sebelum dirinya.
Sindrom KL merupakan penyakit langka yang memiliki prevalensi satu per satu juta orang. Penelitian dari tahun 1962 hingga 2004 hanya menemukan 186 kasus KL di seluruh dunia. Sebagian besar kasus terjadi di negara-negara Barat, dan risikonya menjadi dua kali lebih besar pada laki-laki. Sebanyak 81 persen pasien terkena KL pada usia 20 tahunan.
Baca juga:Jangan Main Ponsel Menjelang Tidur
Gangguan Saraf
Sindrom KL terjadi akibat hipotalamus terganggu. Ia adalah bagian di dalam otak yang mengatur mekanisme tidur, suhu, nafsu makan, dan perilaku seksual. Akibatnya, mekanisme tubuh dalam mengatur jam biologis menjadi kacau. Setelah menjalani tidur panjang, penderita sindrom KL saat bangun akan mengalami disorientasi, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kenyataan dan mimpi.
Mereka juga merasa sangat lemas karena kehilangan banyak energi, amnesia ringan, dan lebih sensitif terhadap suara dan cahaya.
Tak hanya pola tidur, pola makan penderita KL juga ikut terganggu. Sebanyak tiga-per-empat pasien mengalami peningkatan nafsu makan selama tidur, bisa mencapai 6-8 kali sehari. Hal itu bisa membuat mereka mengalami kenaikan berat badan rata-rata 3,2-13,6 kg. Namun, sebagian kecil pasien malah makan lebih sedikit selama tidur, sehingga mereka membayarnya dengan makan berlebihan pada siklus berikutnya.
Baca juga:Kurang Tidur Perparah Risiko Depresi
Gejala berikut yang dialami setengah pasien KL adalah depresi. Sebanyak 15 persen penyandangnya bahkan sampai berkeinginan bunuh diri, dan kebanyakan mereka adalah wanita. Sementara itu, pada penderita pria, gejala umum yang timbul adalah hiperseksualitas.
Sejauh ini, belum ada pengobatan yang bisa mengatasi masalahnya secara tuntas. Hal yang bisa dilakukan bagi pasien KL hanya sebatas obat-obatan berupa stimulan guna mengurangi rasa kantuk berlebihan. Isabelle Arnulf, Thomas J Rico, dan Emmanuel Mignot dalam penelitiannya pada 2012 menyatakan bahwa pengobatan yang membantu adalah lithium, khususnya untuk mengatasi masalah-masalah psikis yang timbul terkait sindrom ini.
Adapun untuk penyebabnya, mereka memberi arahan untuk menggali kemungkinan sebab infeksi, sebab autoimun, penyebab terkait metabolisme, serta kemungkinan adanya faktor genetik.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani