tirto.id - Pada awal dua dekade terakhir abad ke-17, Inggris dipimpin Raja James II, seorang penganut Katolik. Anak Charles I itu naik takhta sebagai Raja Inggris pada 1685. Semasa menjadi raja, James II kerap mengeluarkan kebijakan yang pro-Katolik dan itu bikin para elite Protestan kesal. Salah satu elite Protestan itu ialah Isaac Newton.
Di bulan Februari 1687 wakil kanselir Cambridge University mendapat perintah dari James II agar mengakui gelar Alban Francis, seorang pendeta Katolik, sebagai Master of Arts (MA) di Sidney Sussex College tanpa sumpah. Newton tidak menyetujuinya. Dia pun menjadi satu dari delapan orang yang diutus Cambridge mengajukan protes mengenai itu ke Komisi Eklesiastik pada April 1687. Namun komisi yang dipimpin George Jeffreys tersebut menolak protes Cambridge.
Pada bulan yang sama ketika Cambridge melayangkan protes, James II mengeluarkan Declaration of Indulgence. Isinya menangguhkan hukum pidana terhadap umat Katolik dan pembangkang Protestan. Pada akhir tahun, James II membubarkan parlemen dan berusaha menciptakan parlemen baru.
Pelbagai protes dilayangkan kepada James II. Puncaknya kala tujuh bangsawan Inggris meminta Raja Belanda William of Orange, suami dari anak perempuan James II, Mary, untuk menyerang Inggris. William sudi memenuhi permintaan itu. Dia benar-benar datang dengan pasukan perangnya pada November 1688. Mulanya James II tidak gentar. Tapi nyalinya ciut juga setelah para perwiranya yang Protestan dan anaknya sendiri, Anne, membelot.
Raja Inggris itu berusaha kabur ke Perancis pada Desember 1688, namun dia kena sergap di Kent. Dia pada akhirnya dibolehkan pergi ke Perancis atas izin William sebelum pergantian tahun. Raja Perancis Louis XIV pun menerimanya.
Setelah James II pergi, situasi politik di Inggris bikin Newton sibuk. Pada Januari 1689 dia terpilih sebagai satu dari dua perwakilan Cambridge University di Parlemen Konvensi. Di sidang Parlemen yang dihelat pada Februari 1689, Newton, sebagaimana sebagian besar anggota parlemen saat itu, memilih William sebagai raja dan Mary sebagai ratu Inggris.
William dan Mary kemudian menandatangani Deklarasi Hak-Hak (Bill of Rights) yang menguatkan posisi Parlemen, komitmen untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas, serta menjamin kebebasan berpendapat di Parlemen. Deklarasi itu juga melarang Inggris menjadi kerajaan Katolik.
Glorius Revolution. Begitu para sejarawan menyebut pergantian kekuasaan dari James II ke William dan Mary. Deklarasi Hak-Hak diyakini sebagai langkah pertama Inggris menjadi negara monarki konstitusional. Dampak deklarasi itu tidak hanya terasa di Inggris, tapi juga di wilayah-wilayah koloni Inggris di Amerika Utara. Dan Newton adalah bagian yang tak terpisahkan dari revolusi ini.
Newton dan Mekanika
Tidak hanya jadi semakin tenar dan punya banyak murid di tahun Glorius Revolution, Newton juga mendapat teman baru. Dia menjalin kontak dengan John Locke, filsuf yang terkenal dengan Teori Kontrak Sosial, serta matematikawan Fatio de Duillier. Setahun berikutnya, Newton mulai menulis revisi buku karyanya, Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica atau yang biasa disebut Principia saja.
Principia diterbitkan Newton pertama kali pada 1687 dalam bahasa Latin. Waktu itu Newton berumur 44. Buku ini berisi penjelasan Newton mengenai mekanika, fluida, dan gravitasi. Pelbagai rumusan yang ditorehkan Newton dalam buku tersebut menjadi rujukan bagi siapa saja yang mempelajari ilmu pengetahuan alam, terutama fisika dan astronomi, hingga sekarang.
Dalam Principia, Newton menjelaskan tiga hukum gerak. Pertama, hukum inersia; suatu benda tetap diam atau terus bergerak dalam kecepatan konstan, kecuali terkena gaya dari luar. Kedua, hukum percepatan; jumlah vektor gaya eksternal (F) pada suatu benda sama dengan massa (m) dikalikan vektor percepatan (a) benda. Dalam bahasa matematika, hukum kedua Newton dapat ditulis F=ma. Kemudian ketiga; ketika suatu benda memberikan gaya ke benda kedua, benda kedua secara bersamaan memberikan gaya yang sama besarnya namun berlawanan arah ke benda pertama.
Masih dalam Principia, Newton juga menjelaskan analisis geometris seperti yang dipelajari kini dalam ilmu kalkulus, menghitung kecepatan suara di udara, membeberkan analisis gravitasi mengenai penyimpangan gerakan bulan, hingga memberikan panduan penentuan orbit komet.
Penemuan besar Newton tentang gravitasi, selain melengkapi apa yang sebelumnya diungkap Nicolaus Copernicus, Johanus Kepler, dan Galileo Galilei, juga memunculkan kisah sampingan yang tidak kalah menarik. Konon, Newton mendapat gagasan tentang gravitasi setelah apel jatuh tepat di kepalanya.
Sebagaimana ditulis Willian Stukeley dalam Memoirs of Sir Isaac Newton's Life (1752), suatu kali Newton dan Stukeley berada di taman. Keduanya duduk di bawah pohon apel sambil menyesap teh. Newton mengatakan kepada Stukeley bahwa situasi itu mengingatkannya ketika gagasan mengenai gravitasi muncul dalam benaknya.
"[...] 'Mengapa apel itu mesti jatuh tegak lurus ke permukaan tanah,' ujarnya kepada dirinya sendiri," tulis Stukeley.
Stukeley menyebut saat apel jatuh dan Newton duduk dalam suasana kontemplatif, Newton berkata seperti ini, "Mengapa [apel] tidak bergerak ke samping atau ke atas? Tetapi terus-menerus ke pusat Bumi? Tentu saja, alasannya adalah bahwa Bumi menariknya. Harus ada kekuatan terkumpul dalam suatu benda dan jumlah kekuatan benda Bumi harus berada di pusat Bumi, bukan di sisi Bumi manapun. Oleh karena itu, apel ini jatuh secara tegak lurus, atau ke arah tengah, menarik Bumi; itu yang harus [terjadi] dalam proporsi kuantitasnya. Oleh karena itu apel menarik Bumi, serta Bumi menarik apel."
"Benar atau tidaknya [cerita apel itu], pada waktu bersamaan dia membuat penemuan matematikanya, dia membuat jalan ke serangkaian penelitian luar biasa dalam mekanika yang akan menjadikannya orang pertama yang menyatukan gaya pengatur gerakan di Bumi dan di luar angkasa," ujar sejarawan Rob Liffe dalam Newton: A Very Short Introdution (2007).
Liffe mencatat Newton telah menuliskan beberapa gagasannya tentang hukum gerak dan gravitasi dalam buku catatan berjudul Waste Book pada awal 1665, lebih dari dua puluh tahun sebelum Principia diterbitkan. Dalam buku itu juga, Newton berusaha memecahkan persoalan yang diterangkan sebelumnya oleh Galileo, yakni perbandingan gaya yang mengikat suatu benda tetap di Bumi (alias gravitasi) dengan gaya sentrifugal, kecenderungan suatu benda terpental akibat rotasi Bumi.
"Mungkin sebab melihat apel jatuh, pada akhir 1660-an Newton membandingkan kecenderungan Bulan untuk terlempar dari Bumi dengan kekuatan gravitasi di permukaan Bumi, persoalan yang juga pernah diungkap Galileo," ujar Liffe.
Selain di Waste Book, Newton juga menulis beberapa artikel yang baru diterbitkan puluhan tahun kemudian. Pada 1669 Newton menulis "De analysi per æquationes numero terminorum infinitas". Di situ Newton menunjukkan kemampuannya menganalisis deret tak terhingga. Pada tahun yang sama Newton dipromosikan sebagai Profesor Lucasian bidang Matematika di Cambridge University. Persoalan deret juga ditulis lagi oleh Newton dalam "De methodis serierum et fluxionum" pada 1671. Lewat karyanya ini, Newton juga menerangkan prinsip-prinsip kalkulus.
undefined
Newton yang juga Ahli Optik
Selain kalkulus dan mekanika, Newton juga ahli di bidang optik. Dia ialah penemu teleskop reflektif. Pada 1672 dia memublikasikan makalah bertajuk "Teori tentang Cahaya dan Warna" di jurnal Philosophical Transactions besutan Royal Society.
Tak lama setelah makalah itu terbit, Robert Hooke, senior Newton di Royal Society, mengkritiknya habis-habisan. Ini merupakan mula dari perseteruan keduanya selama bertahun-tahun. Kelak Hooke juga mengatakan Newton menjiplak pemikirannya tentang gravitasi tanpa memberikannya kredit.
Tentu, rival Newton bukan hanya Hooke. Di bidang kalkulus, Newton juga baku klaim sebagai penemu kalkulus dengan Gottfried Wilhelm Leibniz.
Pada 1696 Newton didapuk sebagai Warden of the Royal Mint—semacam kepala badan pencetakan koin. Karena jabatan barunya ini, dia pun mesti pindah ke London. Selain itu Newton juga diangkat sebagai Presiden Royal Society pada 1703. Setahun berikutnya, Newton menerbitkan buku Opticks.
Newton menetap di London hingga meninggal pada 31 Maret 1727, tepat hari ini 292 tahun lalu. Di masa tua, Newton juga mengguratkan tintanya untuk persoalan keagamaan. Dan, sesaat sebelum meninggal, Newton mengatakan kepada Ricard Mead, dokter yang merawatnya, bahwa dia seorang perjaka.
Editor: Ivan Aulia Ahsan