tirto.id - Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyampaikan lima bentuk dugaan pelanggaran pemilu dalam permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Prabowo-Sandiaga menyebut hal itu sebagai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiga menyampaikan lebih dari 34 tautan berita sebagai bukti permulaan. Tautan berita itu digunakan sebagai bukti atas dugaan kecurangan yang meliputi (1) penyalahgunaan anggaran, (2) ketidaknetralan aparat negara (Polri, TNI dan Intelijen), (3) penyalahgunaan birokrasi dan BUMN (4) pembatasan kebebasan media dan pers, serta (5) diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
"Pada saatnya, pada sidang pembuktian, kami akan menghadirkan alat bukti yang menguatkan dalil tersebut. Untuk kepentingan permohonan ini, kami tidak akan mengungkapkan secara rinci, satu dan lain hal, untuk menjaga keamanan dan keselamatan alat-alat bukti tersebut," dalih BPN yang dituliskan dalam salinan dokumen gugatan (hal 18) yang diterima Tirto.
Alasan ini diperkuat pernyataan anggota Dewan Pengarah BPN Fadli Zon yang menyebut tautan (link) berita itu bukan alat bukti, melainkan hanya indikator awal laporan.
"Buktinya tetap mengacu pada apa yang sebetulnya terjadi. Karena kalau berita itu hanya menyampaikan suatu peristiwa sedangkan peristiwa itulah yang sesungguhnya jadi bukti," kata Fadli saat ditemui di DPR RI, Senin (27/5/2019).
Kendati banyak pihak menilai bukti-bukti kecurangan berupa link berita tidaklah cukup, menurut Fadli, itu merupakan ranahnya MK untuk menilai.
"Saya kira nanti disertakan dengan bukti-bukti yang menunjang apa yang jadi pengantar itu," ujarnya.
Dinilai Pragmatis
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan menilai penggunaan tautan berita sebagai alat bukti sangat ironis lantaran Prabowo-Sandiaga kerap mendiskreditkan media.
"Memang tak bisa dilarang juga kalau mereka menggunakan link media untuk kepentingan politiknya, tapi itu menunjukkan sikap yang sangat pragmatis, menggunakan cara apa saja tanpa melihat asas kepantasan dan kepatutan," kata Manan kepada reporter Tirto, Selasa (28/5/2019).
"Di satu sisi mendorong untuk tidak percaya media, tapi di sisi yang lain berusaha mendapatkan benefit dari hasil kerja media," kata Manan.
Apa yang disampaikan Manan benar belaka. Prabowo memang kerap mendiskreditkan media massa serta para pekerjanya. Ini seperti yang Prabowo lakukan saat memprotes media arus utama di Indonesia yang tak memberitakan kegiatan Reuni 212. Prabowo juga tak terima dengan pemberitaan media yang menyebut jumlah massa yang hadir tak sampai belasan juta.
"Hampir semua media tidak mau meliput sebelas juta lebih orang yang kumpul. Saya kira ini kejadian pertama ada manusia kumpul sebanyak itu tanpa dibiayai siapa pun," kata Prabowo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Prabowo juga pernah menyemburkan kata-kata sindiran kepada awak media saat berpidato di peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Tennis Indoor Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2019). Kala itu, ia menyebut media sebagai perusak demokrasi.
"Akan tercatat dalam sejarah hai media-media kau merusak demokrasi di Indonesia. Ini gimana bicara apa adanya? Ya saya harus bicara apa adanya. Yang tidak benar kita harus katakan tidak benar. Yang tidak benar jangan kau balik," kata Prabowo kala itu.
Meski begitu, Manan tak mempersoalkan langkah Prabowo dan tim menggunakan produk jurnalistik untuk menjadi bukti dalam perkara hukum yang diajukannya ke MK. Namun, menurutnya, hal tersebut kurang tepat. Ia mengatakan, tautan berita cukup dijadikan bukti sekunder untuk membuktikan adanya pelanggaran pemilu.
"Prabowo dkk perlu bukti yang lebih kuat, misalnya formulir C1 yang tak sesuai dengan hasil penghitungan, saksi yang menyaksikan kecurangan, dan semacamnya," kata dia.
Sah Jadi Bukti di MK
Sementara itu, mantan Ketua Makhamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai alat bukti permulaan berupa tautan berita yang disampaikan BPN Prabowo Sandiaga dalam sengketa PHPU di MK sah-sah saja.
Mahfud menjelaskan tautan berita itu dapat digunakan dengan melakukan telaah pada isinya. Ia mengatakan untuk keperluan konfirmasi atas kebenarannya, orang yang terlibat dalam berita itu bisa menjelaskan kejadian berkaitan dengan pelanggaran pemilu yang dituduhkan.
"Nanti link berita dikonfirmasi dengan isi beritanya," ucap Mahfud kepada reporter Tirto saat ditemui di depan Aula Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin (27/5/2019).
"Misal ada berita di kabupaten antah-berantah seorang bupati sudah melakukan kecurangan. Ya, panggil bupatinya," tambah Mahfud.
Selain itu, Hakim MK juga dapat menghadirkan saksi lapangan ke ruang sidang sengketa pemilu. Tujuannya kurang lebih sama, buat mengklarifikasi kebenaran peristiwa yang diangkat dalam berita tersebut.
"Jadi bisa memang. Nanti yang panggil hakimnya. Apa betul itu terjadi," pungkas Mahfud.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Gilang Ramadhan & Mufti Sholih