Menuju konten utama

Ironi Peringkat Daya Saing RI: Investor Sepi, Pengangguran Naik

Bhima menuturkan faktanya sampai hari ini tidak ada kenaikan investasi yang lebih berkualitas di Indonesia meski peningkatan daya saing RI naik.

Ironi Peringkat Daya Saing RI: Investor Sepi, Pengangguran Naik
Suasana deretan permukiman dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (25/5/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

tirto.id - Upaya Indonesia dalam mewujudkan cita-cita menjadi negara dengan ekonomi terbesar dunia semakin terbayarkan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peringkat daya saing Indonesia berhasil naik tujuh peringkat pada 2024 dan tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 mencatatkan peringkat daya saing Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara. Pada 2023 lalu Tanah Air berada di posisi ke-34. Di Kawasan Asia Tenggara sendiri, bahkan daya saing Indonesia berhasil menjadi tiga besar setelah Singapura dan Thailand.

"Ini merupakan wujud konkret atas upaya pemerintah dalam meningkatkan kemudahan berusaha dan menciptakan iklim investasi yang baik bagi para investor,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (20/6/2024).

Kenaikan peringkat daya saing tersebut didukung oleh peningkatan pada faktor efisiensi bisnis (dari peringkat ke-20 menjadi ke-14), pemerintah (dari peringkat ke-31 menjadi ke-23), dan performa ekonomi (dari peringkat ke-29 menjadi ke-24). Walaupun begitu, Indonesia juga harus terus berfokus pada faktor Infrastruktur yang perlu semakin ditingkatkan.

Menko Perekomian Airlangga Hartarto

Menko Perekomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan King's College London (KCL) yang segera membuka perguruan tinggi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Malang, Jawa Timur. (FOTO/Faesal Mubarok)

Secara lebih rinci, beberapa hal yang berhasil mendorong peningkatan di sisi efisiensi bisnis antara lain ketersediaan tenaga kerja (peringkat ke-2), manajemen perusahaan (peringkat ke-10), hingga perilaku masyarakat (peringkat ke-12).

Kemudian, peningkatan dari faktor efisiensi pemerintah yang naik delapan peringkat salah satunya tercapai berkat upaya Pemerintah dalam perundangan bisnis yang mengalami peningkatan peringkat dari ke-49 di tahun 2023 menjadi peringkat ke-42 di tahun 2024.

Selanjutnya, faktor peningkatan kinerja ekonomi utamanya didorong oleh kuatnya ekonomi dalam negeri (peringkat ke-10) dan terjaganya tingkat harga (peringkat ke-12). Ekonomi domestik sendiri, pada kuartal I-2024 meningkat hingga 5,11 persen (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya sebesar 5,04 persen (yoy).

“Kenaikan peringkat daya saing dari suatu negara tentu memberikan efek signifikan, khususnya terhadap daya tarik investor,” ujar Airlangga.

Peringkat daya saing yang tinggi, kata Airlangga, akan meningkatkan reputasi dan citra positif suatu negara di mata investor global yang sering kali mempertimbangkan peringkat tersebut dalam keputusan investasi mereka.

Selain itu, peringkat daya saing yang lebih tinggi juga akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan potensi pertumbuhan suatu negara.

Tak Berkorelasi dengan Investasi dan Pengangguran

Jika dilihat secara angka dan posisinya, pemerintah boleh bangga dengan peningkatan daya saing Indonesia. Namun harus dilihat betul karena faktanya peningkatan daya saing RI berada di posisi 27 itu, tidak berkorelasi dengan kenaikan investasi yang berkualitas di Indonesia.

“Ranking soal daya saing ini masih bisa diperdebatkan,” ujar Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kepada Tirto, Kamis (20/6/2024).

Bhima menuturkan faktanya sampai hari ini tidak ada kenaikan investasi yang lebih berkualitas di Indonesia meski peningkatan daya saing RI naik. Bahkan Elon Musk saja yang sering dikabarkan akan berinvestasi di RI tidak memasukkan Tesla ke Indonesia sebagai basis produksi di Asia Tenggara.

“Tapi apa? Justru [Elon Musk] memasukkan Starlink dan Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar bukan sebagai basis produksi,” ujar Bhima.

Tidak hanya itu, Bhima juga menyoroti investasi yang ada sekarang masih berbasis sumber daya alam dan ekstraktif bukan investasi berteknologi tinggi. Pun jika dilihat dari indikator daya saing terhadap investasi juga yang terjadi justru saat ini banyak pabrik-pabrik tutup.

“Ini karena investasinya keluar dan mencari negara lain seperti Vietnam, Bangladesh dan juga di Laos misalnya. Karena dianggap negara lebih ramah untuk berinvestasi,” ujar Bhima.

Jokowi ketemu Elon Musk

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjabat tangan dengan CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk, di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum ke-10 Bali, Senin (20/5/2024). ANTARA/HO-Sekretariat Presiden

Lebih lanjut, Bhima mengatakan, masalah daya saing utama itu sebenarnya adalah korupsi. Terlebih pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dinilai semakin melemah dan membuat biaya berusaha di Indonesia menjadi lebih mahal.

“Karena terlalu banyak oknum harus disuap untuk mendapatkan misalnya perizinan baik izin usaha tambang izin usaha perkebunan, izin usaha konstruksi. Jadi itu masih menjadi hambatan utama,” kata Bhima.

Hal lain yang kemudian juga disoroti adalah masalah efisiensi tenaga kerja. Sampai hari ini, masalah tenaga kerja ini masih ada gap luar biasa lebar antara kebutuhan dari sektor industri dengan pasokan dari lembaga lembaga pendidikan. Hal ini dibuktikan juga dari masih banyaknya angka pengangguran di RI.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ada hampir 9,9 juta penduduk usia muda tanpa kegiatan atau NEET. Proporsinya mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.

BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.

Ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.

“Ini juga dibuktikan dari besarnya angka pengangguran usia muda 9,9 juta orang anak muda menganggur di Indonesia ini salah satunya karena masalah gap antara kebutuhan pasar tenaga kerja dengan kebutuhan skill dimiliki,” ujar Bhima.

Sementara jika dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) hingga per Februari 2024 angkanya masih mencapai 4,82 persen. Artinya masih terdapat sekitar 7,20 juta pengangguran di Indonesia.

Namun, harus diakui TPT ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengangguran sebelum pandemi Covid-19 pada Februari 2020 4,94 persen.

Kredibilitas Survei Dipertanyakan

Di sisi lain, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, justru mempertanyakan kredibilitas hasil riset peningkatan daya saing dilakukan oleh IMD. Anthony menilai IMD merupakan sekolah business atau management dan tidak pernah terdengar reputasinya.

“Saya tidak mengerti kualitasnya, tapi tidak ada yang menjadikannya rujukan,” ujar dia kepada Tirto, Kamis.

Senior Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menambahkan, survei dilakukan IMD itu masalahnya hanya mencakup dua kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Kelemahan dari survei daya saing tersebut yaitu tidak menggambarkan problem sebenarnya di Indonesia.

“Contoh IKN-nya kan tidak kelihatan investasinya. Jadi kelemahan di situ, untuk negara-negara besar itu tidak bisa menggambarkan populasi sampel dari lokasi survei,” ujar Tauhid.

AHY meninjau IKN

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melakukan kunjungan kerja perdana ke lokasi pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. ANTARA/HO - Kementerian ATR/BPN

Terkait dengan posisi peringkat daya saing RI, Tauhid justru melihat lebih jernih. Menurut Tauhid, peningkatan daya saing Indonesia posisinya justru lebih baik pada 2019 lalu yang berada di urutan 50 dari 139 negara. Sementara penilaian tahun ini berada di posisi 27 hanya dari 67 negara saja.

“Artinya menurut saya harus dilihat kalau pembandingnya 67 wajar saja langsung lompat. Tapi kalau pembandingnya setiap negara itu jauh dong. Artinya dulu posisinya lebih baik dibandingkan posisi sekarang. Pembandingnya dulu lebih bersaing dong. Cara melihatnya harus begitu,” ujar Tauhid.

Peningkatan Daya Saing Diklaim Beri Manfaat ke Masyarakat

Terlepas dari masalah kredibilitasnya, Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, menegaskan peningkatan daya saing RI dapat memberikan dampak multiplayer kepada masyarakat. Peningkatan daya saing, pada ujungnya akan meningkatkan reputasi dan citra positif Indonesia di mata investor global.

"Ini membuat Indonesia menjadi lebih menarik bagi investor asing yang dapat membawa masuk modal baru, teknologi, dan bisnis yang canggih," kata Haryo kepada Tirto.

Haryo menuturkan, dari 214 juta penduduk usia kerja pada Februari 2024, sebanyak 149,38 juta orang diantaranya merupakan angkatan kerja. Artinya terdapat 69,8 persen angkatan kerja yang memerlukan pekerjaan.

Dia mengeklaim dengan masuknya investasi asing, jumlah lapangan kerja akan meningkat, pendapatan masyarakat bertambah dan tingkat pengangguran berkurang.

Investasi IKN mencapai Rp45 triliun

Suasana pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (2/11/2023). Presiden Joko Widodo mengatakan nilai investasi di IKN telah mencapai Rp45 triliun dari dalam negeri. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Berkaca pada data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saja, capaian realisasi investasi pada kuartal I-2024 sebesar Rp401,5 triliun mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 547.419 orang.

"Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, pemerintah berharap dengan naiknya peringkat daya saing ini akan berdampak positif termasuk dalam menurunkan angka pengangguran," kata Haryo.

Berdasarkan data dari BPS, per Februari 2024, jumlah pengangguran telah turun sebesar 0,79 juta orang dibandingkan Februari 2023. Angka ini, kata Haryo, sudah lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi (Feb 2020).

Selain itu, masuknya investasi ke Indonesia juga dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan inovasi dan adopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja Indonesia. Diharapkan dapat lebih produktif dan berdaya saing di pasar global.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin