tirto.id - Meningkatkan kecerdasan emosional jadi salah satu langkah penting menangkal sebaran dusta di masyarakat. Kecerdasan emosional harus dikedepankan karena otak manusia akan lebih cepat mengendorse dusta dan ancaman daripada kebenaran dan harapan.
"Informasi semburan dusta sangat banyak, membuat otak kita menjadi kebingungan dan gagap. Akhirnya yang dipercayai adalah hal yang ingin dia percayai. Dia tidak mengafirmasi informasi benar atau salahnya, tapi apa yang sesuai dengan seleranya sendiri," ujar dokter bedah syaraf yang juga ahli neuro sains Roslan Yusni Hasan dalam siaran pers, Senin (17/6/2019).
Hasan baru saja menjadi salah satu pembicara di acara bertajuk Big Questions Forum Inovator 4.0 Indonesia dengan tema "Kecerdasan Buatan dan Biopolitik: Membangun Masyarakat Kebal Semburan Dusta” yang diinisiasi Inovator 4.0 pada Minggu 16 Juni 2019.
Ia mengatakan membangun kecerdasan emosional membutuhkan waktu yang panjang. Ini karena selama puluhan tahun masyarakat lebih mengedepankan kecerdasan kognitif. Dia menegaskan, pesatnya kemajuan teknologi tidak akan menyelesaikan kegagapan masyarakat pada semburan dusta selama tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional.
"Kecerdasan emosional itu perlu dikedepankan. Cerdas emosional, sosial, dan kecerdasan ekologikal. Seperti membiasakan orang antre, membuang sampah pada tempatnya, itu perlu kecerdasan emosional," ujar kandidat doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford ini.
Ketua Umum Inovator 4.0 Budiman Sudjatmiko memandang informasi bohong atau hoaks yang beredar di masyarakat tak bisa dipandang enteng. Menurut Budiman jika kondisi ini tak disikapi secara tepat hoaks akan memicu kerusakan bangsa dan negara.
Budiman mengatakan Inovator 4.0 siap menjadi bagian dari usaha Indonesia memberantas hoaks. “Inovator 4.0 Indonesia siap mengerahkan orang-orang Indonesia di dalam dan luar negeri yang paham tentang hal ini," kata Budiman.
Politikus PDIP ini mengatakan forum Big Questions Forum Inovator 4.0 Indonesia merupakan usaha konkrit melawan dusta. Forum ini menghadirkan narasumber ahli neuro sains dari Tokyo University Hospital, DR Ryu Hasan; Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, Muhammad Hanifi; dan pendiri Bandung Fe Institute serta ahli kompleksitas, Hokky Situngkir.
Forum itu merumuskan hoaks bisa dijinakkan dengan tiga cara: kecerdasan emosional, mengidentifikasi bias informasi dalam diri, dan mengidentifikasi bahan hoaks yang disebarkan. Budiman berharap seluruh komponen masyarakat berperan aktif menangkal hoaks.
"Jika kita merasa tak kan mengubah apa-apa, kita tak akan menyumbang isi apa-apa untuk masa depan kita, yang dekat maupun jauh. Forum ini adalah wake up call. Bangun dan cepatlah mandi..." ungkap aktivis kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, tersebut.
Kata Budiman, hoaks atau informasi dusta tidak berhenti setelah Pemilu usai. Kabar bohong bertebaran dengan pola yang terstruktur, diulang-ulang, dan mengaduk-aduk emosi serta kepercayaan seseorang. "Kebohongan jumlahnya tidak terhingga dan bisa disebarkan siapapun menggunakan berbagai saluran," ujar Budiman.
Editor: Abdul Aziz