tirto.id - Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, Sabtu pagi (16/1/2021) pukul 06.32.55 WIB wilayah Majene dan Mamuju kembali diguncang gempa susulan dengan magnitudo 4,8.
Menurutnya, episenter gempa terletak di darat pada jarak 29 km arah Tenggara Kota Mamuju. Pusat gempa ini relatif sedikit bergeser ke utara dari kluster seismisitas yang sudah terpetakan.
"Gempa ini adalah gempa ke-32 yang terjadi sejak terjadinya gempa pembuka dengan magnitudo 5,9 pada Kamis 14 Januari 2021 siang hari pukul 13.35 WIB. Tetapi gempa ini menjadi gempa ke-23 pasca gempa utama dengan magnitudo 6,2 pada Jumat 15 Januari 2021 pagi dinihari pukul 01.28 WIB," ujarnya.
Jika mencermati aktivitas gempa Majene saat ini, tampak produktivitas gempa susulannya sangat rendah. Padahal stasiun seismik BMKG sudah cukup baik sebarannya di daerah tersebut. Sehingga gempa-gempa kecil pun akan dapat terekam dengan baik. Namun hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa gempa Majene ini memang miskin gempa susulan (lack of aftershocks).
Menurutnya, fenomena ini agak aneh dan kurang lazim. Gempa kuat di kerak dangkal (shallow crustal earthquake) dengan magnitudo 6,2 mestinya diikuti banyak aktivitas gempa susulan. Akan tetapi hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga hari kedua pasca terjadinya gempa utama magnitudo 6,2 hingga saat ini baru terjadi 23 kali gempa susulan.
"Jika kita bandingkan dengan kejadian gempa lain sebelumnya dengan kekuatan yang hampir sama, biasanya pada hari kedua sudah terjadi gempa susulan sangat banyak, bahkan sudah dapat mencapai jumlah sekitar 100 gempa susulan," katanya.
Lantas, apakah fenomena rendahnya produksi aftershocks di Majene ini disebabkan karena telah terjadi proses disipasi, dimana medan tegangan di zona gempa sudah habis sehingga kondisi tektonik kemudian menjadi stabil dan kembali normal?
Atau justru malah sebaliknya, dengan minimnya aktivitas gempa susulan ini menandakan masih tersimpannya medan tegangan yang belum rilis, sehingga masih memungkinkn terjadinya gempa signifikan nanti?
"Fenomena ini membuat kita menaruh curiga, sehingga lebih baik kita patut waspada," katanya.
Daryono juga mengatakan, bahwa inilah prilaku gempa, sulit diprediksi dan menyimpan banyak ketidakpastian. Sehingga kita baru dapat mengkajinya secara spasial dan temporal, akan tetapi untuk mengetahui besarnya medan tegangan riil dan perubahannya pada kulit bumi masih sulit dilakukan.
Editor: Agung DH