tirto.id - Kabar bahwa Jakarta akan ramai oleh demonstrasi pada 22 Mei nanti sudah terdengar oleh pihak luar. Kedutaan Besar sejumlah negara tetangga pun memberikan peringatan agar warga mereka menjauh dulu.
Pada 22 Mei nanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan rekapitulasi Pemilu 2019, baik untuk pemilihan presiden atau pemilihan anggota legislatif. Pada hari itu akan ada demonstrasi dari kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk menggagalkan hasil pilpres (tapi tidak dengan pileg) karena merasa dicurangi.
Amien Rais, politikus di lingkaran paslon nomor 02, menyebut ini sebagai "people power."
Dari Arab hingga Amerika
Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang ada di Jakarta mengimbau agar warganya menghindari area demonstrasi yang kemungkinan besar akan terkonsentrasi di KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Demonstrasi juga dapat terjadi di kantor terkait di kota-kota lain, termasuk Surabaya dan Medan," tulis mereka, Jumat (17/5/2019).
Mereka mengutip pernyataan polisi Indonesia bahwa mungkin saja ada aksi teroris yang mendompleng aksi tersebut. Selama Januari-17 Mei 2019, Densus 88 Antiteror memang telah menangkap 68 tersangka terorisme. 29 di antaranya ditangkap bulan ini.
Oleh karenanya pihak kedutaan meminta warga AS untuk tetap "memantau berita terkini dari media lokal, mewaspadai lingkungan sekitar, dan terus mempraktikkan kesadaran keamanan pribadi setiap saat."
Selain itu mereka juga meminta warga AS untuk mendaftar ke Smart Traveler Enrollment Program (STEP) secara daring agar dapat informasi terkini dari kedutaan soal kondisi keselamatan di Indonesia.
Terakhir, warga AS juga diminta untuk "mengikuti Konsulat Jenderal AS di Surabaya dan Kedutaan Besar AS di Jakarta di Twitter dan Facebook."
Kedutaan Besar Malaysia Jakarta juga mengimbau hal serupa. Lewat akun Facebook mereka meminta warga Malaysia yang berdomisili di Jakarta dan daerah lainnya agar menghindari kawasan-kawasan tertentu.
"Masyarakat Malaysia disarankan untuk mematuhi instruksi otoritas lokal dari waktu ke waktu," tulis Kedubes Malaysia.
Kedubes juga meminta agar warga Malaysia--terutama yang sedang ada di Jakarta--untuk mengikuti perkembangan terkini melalui media lokal. Lalu hindari mempercayai informasi yang diragukan kebenarannya.
Mereka juga meminta jika ada warganya yang hendak ke Indonesia untuk mendaftar terlebih dulu agar bisa dipantau.
Selain ada demonstrasi, alasan "macet" juga dipakai Kedutaan Besar Arab Saudi untuk memperingatkan warganya agar menjauhi pusat kota.
"Kedutaan Arab Saudi di Jakarta memperingatkan semua warganya yg berada di Jakarta untuk menjauhi pusat kota dikarenakan ada kemungkinan terjadinya kemacetan dan demonstrasi, yaitu terhitung dari tanggal 16 Ramadan sampai 18 Ramadan (21 sampai 23 Mei). Untuk keadaan darurat, dapat langsung menghubungi Bagian Urusan Warga Saudi," tulis mereka via Twitter (diterjemahkan oleh humas kedubes).
Peringatan paling keras muncul dari Kedutaan Besar Australia. Imbauan mereka diberi keterangan: "tingkat kehati-hatian yang tinggi". Mereka mengimbau kepada warganya untuk menghindari lokasi demonstrasi karena bisa berubah menjadi arena kekerasan tanpa ada peringatan terlebih dulu.
"Kami terus menerima informasi yang mengindikasikan bahwa teroris mungkin merencanakan serangan di Indonesia. Serangan bisa terjadi di mana saja, kapan saja," kata mereka via situs resmi.
"[Apalagi] Demonstrasi diadakan baru-baru ini di dekat Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan Konsulat Jenderal Australia di Surabaya."
Bukan hanya di Jakarta, mereka juga memberi peringatan kepada warga Australia yang ada di Bali, Lombok, bahkan hingga Poso dan Papua.
"Kami belum mengubah level-tingkat kehati-hatian yang tinggi di Indonesia secara keseluruhan, termasuk Bali. Tingkat yang lebih tinggi berlaku di Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah dan Provinsi Papua."
Wajar
Pemerintah sebetulnya sudah berupaya menggembosi gerakan ini, misalnya dengan memberikan imbauan hingga sweeping di beberapa wilayah. Namun ini sepertinya tak bakal efektif dan justru membuat orang, seperti kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, semakin "penasaran".
Pengamat Politik Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Yon Machmudi mengatakan sikap negara tetangga itu wajar belaka jika melihat perkembangan situasi politik akhir-akhir ini.
"Mereka melihat ada potensi gesekan massa. Diinisiasi oleh 02 (nomor urut Prabowo-Sandi), dan kemungkinan akan ada massa tandingan yang diinisiasi kubu 01 (Jokowi-Ma'ruf)," kata Yon kepada reporter Tirto, Minggu (19/5/2019).
"Makanya kedutaan mengantisipasi dan memberikan langkah preventif agar warga negaranya menjauhi kerumunan," pungkas Yon.
Hal serupa dikatakan oleh Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Riza Patria.
"Jadi kalau ada suatu demo di suatu negara, biasanya warga negaranya di lokasi tersebut menghindari demo. Itu biasa di seluruh dunia, tidak ada masalah, itu hak," kata Riza kepada reporter Tirto.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino