tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis temuan yang menunjukkan adanya potensi penyimpangan terhadap penyaluran dana bantuan pesantren. Salah satu indikasinya adalah ditemukannya sejumlah pesantren fiktif yang diduga turut terdaftar menjadi penerima dana bantuan.
ICW menemukan beberapa pesantren fiktif melalui penelusuran lapangan yang dilakukan di sejumlah daerah seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah. Dari pemantauan tersebut, ICW mendapati 3 dari 23 pesantren penerima bantuan di Aceh diduga tidak ditemukan keberadaannya.
"Secara lebih spesifik, satu pesantren tidak mencantumkan alamat lengkap, sedangkan dua lainnya tidak berhasil ditemukan. Keberadaan pesantren yang tidak dapat ditemukan kemudian diperkuat dengan keterangan warga setempat yang menyatakan tidak ada pesantren di sekitar wilayahnya," ungkap ICW dalam laporannya yang dirilis Jumat, 27 Mei 2022 lalu.
Ada pula pesantren di Sumatera Utara yang tidak terletak di alamat yang tertera dalam SK Kemenag sebagai penerima Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Pesantren Tahap II.
Temuan serupa yang terjadi di Jepara, Jawa Tengah juga dilaporkan oleh ICW. Terdapat dua pondok pesantren yang diduga tidak terdeteksi BPK di Kabupaten Jepara namun sudah mendapat BOP sebesar Rp.25.000.000.
Menurut ICW, hal tersebut terjadi akibat kacaunya pendataan pesantren oleh Kemenag. Misalnya data pesantren yang tidak akurat (by name by address), klasifikasi pesantren penerima bantuan yang tidak cocok dengan profil di lapangan, pesantren dengan nama dan alamat ganda, dan pesantren fiktif, yakni pesantren yang terdata tapi faktanya mereka tidak beroperasi selayaknya pesantren, atau bahkan tidak ada sama sekali.
"Pendataan yang ala kadarnya dan menjurus ke pengelolaan data yang buruk ikut memicu berbagai praktik penyimpangan dalam penyalurannya," demikian keterangan ICW dikutip dari laman resminya.
Hingga berita ini ditulis, Tirto berupaya mengonfirmasi pihak Kemenag terkait temuan ICW tersebut.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky