Menuju konten utama

Ibu Hamil dan Menyusui Boleh Berpuasa, Asal Taat Panduan

Puasa bagi ibu hamil maupun menyusui tetap aman bagi yang bersangkutan maupun si bayi, tapi harus dalam kondisi yang diperbolehkan dokter.

Ibu Hamil dan Menyusui Boleh Berpuasa, Asal Taat Panduan
Ilustrasi ibu hamil. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Ibu hamil dan menyusui adalah satu di antara beberapa pihak yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadan. Puasa harus diganti di bulan lainnya dan/atau diganti dengan membayar fidyah. Itu dari sisi fiqih. Bagaimana jika dilihat dari sisi kesehatan, apakah puasa aman bagi ibu dan bayi saat sang ibu sedang hamil atau menyusui?

Taufik Jamaan, SpOG selaku pakar kebidanan dan kandungan menilai puasa aman bagi ibu hamil atau menyusui selama berat badan yang bersangkutan dalam keadaan stabil dan tidak mengalami gangguan fisik. Tak usah khawatir, kata Taufik, sebab selama kehamilan, tubuh ibu mengalami berbagai macam adaptasi dalam rangka menyesuaikan diri dengan kondisinya.

Adaptasi tersebut meliputi metabolisme lemak, kondisi “kelaparan terakselerasi,” metabolisme karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme air, dan penambahan berat badan. "Berbagai fungsi organ ibu hamil juga mengalami perubahan selama kehamilan, baik sistem jantung dan pembuluh darah, pencernaan, pernafasan dan sistem organ yang lain," imbuhnya sebagaimana dikutip Antara.

Taufik kemudian merujuk pada sejumlah penelitian yang menyebutkan amannya puasa bagi perempuan yang sedang hamil. "Dari berbagai penelitian yang ada jelas bahwa puasa Ramadhan tidak berbahaya bagi ibu hamil. Tetapi perlu diperhatikan kondisi kehamilan itu sendiri," ungkap Taufik.

Salah satunya adalah penelitian Alwasel dari Universitas King Saud Arab Saudi pada 2010, tentang perubahan plasenta pada ibu hamil. Penelitian itu menunjukkan terjadinya penurunan berat plasenta ibu hamil yang sedang berpuasa pada trimester kedua dan ketiga masa kehamilan. Namun, hal ini tak memengaruhi berat lahir bayi dan kondisi kesehatan bayi secara umum. Berbeda dengan perubahan plasenta dari ibu yang menderita penyakit kronis.

Sebuah penelitian lain yang dilakukan di Yaman, ujar Taufik, juga menunjukkan bahwa sekitar 90,3 persen dari 2.561 pasien hamil yang menunaikan puasa Ramadhan memperlihatkan tidak terdapat hubungan antara penurunan berat badan ibu maupun janin akibat puasa.

Merujuk ke situs National Center for Biotechnology Information (NCBI) pada 2004 silam, akademisi Joosoph J. dan dua rekannya pernah melakukan penelitian seputar puasa di kalangan perempuan yang sedang hamil. Mereka mengambil data kuisioner dari 202 responden muslim Singapura (125 lewat email dan 57 lain via telepon).

Hasilnya menunjukkan 90 persen dari responden tak ragu untuk tetap berpuasa selama bulan Ramadan meski sedang mengandung anaknya. Namun, keputusan tersebut juga melibatkan dukungan dari keluarga dan pasangannya. Kebanyakan dari mereka tak tidak mengalami kesulitan. Mereka justru mengadopsi sikap positif atas puasa sehingga menjalani dengan mudah atau tak menjadikannya sebagai beban berat.

Dalam kesempatan lain, Taufik Jamaan juga pernah menyampaikan bahwa puasa justru membuat ibu hamil lebih tenang sebab tekanan darahnya lebih stabil. Bayi dalam kandungan, lanjut Taufik, juga lebih tenang, tak mengalami banyak kontraksi, gerakannya lebih lembut, dan sang ibu akan mengalami persalinan yang lebih mudah.

Meski diperbolehkan, sejumlah ahli kesehatan menekankan bahwa kuncinya adalah kembali ke ibu hamil sendiri. Jika merasa sanggup, lanjutkan. Sementara jika tidak, sebaiknya tak usah memaksanya. Selain perlu berkonsultasi dengan pasangan dan keluarga, ibu hamil juga perlu untuk memeriksakan dirinya ke dokter. Sebab, ada kalanya seorang perempuan yang merasa baik-baik saja ternyata menyimpan potensi penyakit yang akan membahayakannya jika berpuasa selama hamil.

Infografik Ibu Menyusui Puasa

Spesialis kandungan Riyan Hari Kurniawan, SpOG memberi panduan, bahwa jika usia kandungan baru menginjak trimester (tiga bulan) pertama, ibu hamil diperbolehkan untuk berpuasa asal tak mengalami masalah semisal mual, muntah, lemah, dan pusing. “Pastikan agar tidak mengalami masalah baik itu pada kesehatannya maupun janinnya,” imbuhnya.

Selanjutnya, bila usia kehamilan berada di trimester kedua, pastikan bahwa bobot badan ibu hamil harus dalam kenaikan yang ideal, yakni 0,5 kilogram per minggunya. Tak ketinggalan dan yang paling mendasar: sang ibu tak mengalami keluhan apapun. Untuk trimester terakhir atau yang ketiga, ibu hamil biasanya tidak melaksanakan puasa untuk memberi nutrisi yang maksimal kepada janinnya.

"Kalau sudah memasuki trimester tiga, janin terus menyempurnakan pertumbuhan organnya, ibu hamil harus memastikan asupan [makanan] dari segi jumlah dan kelengkapannya," kata Riyan.

Alasan mengapa ibu hamil perlu memeriksakan kesehatannya secara terperinci adalah agar bisa dipastikan bahwa yang bersangkutan tak menderita diabetes melitus. Dokter Efendi Rimba dari Klinik Graha Citra Husada menegaskan bahwa ibu hamil yang menderita diabetes melitus tipe 1 dianjurkan untuk tak berpuasa sebab risikonya sangat tinggi.

Penderita diabetes tipe 1 tidak dapat mengatur gula dalam tubuhnya, kata Efendi, apalagi ditambah harus memproduksi gula untuk janin selama ada di kandungan. "Selain produksi untuk diri sendiri, dia harus produksi gula juga untuk bayinya, jadi yang produksi gula itu ibunya karena janin belum bisa produksi gula," imbuh Efendi kepada Antara.

Untuk ibu hamil penderita diabetes tipe 2 yang merasa kuat berpuasa dapat menjalankannya asal tetap memperhatikan kadar gula darah. Efendi menyarankan ibu hamil penderita diabetes yang berpuasa untuk rutin memeriksa gula darah setidaknya dua minggu sekali. Ibu hamil penderita diabetes biasanya menggunakan obat suntik insulin, bukan oral agar tidak mempengaruhi plasenta.

"Dia harus sadar diri gula tinggi atau rendah, tahu sendiri saat drop bisa gemetaran, tangan tremor, jantung berdebar-debar, keringatan sampai basah kuyup karena gula rendah," tuturnya.

Apa saja yang perlu dimakan dan diminum oleh ibu hamil selama puasa? Riyan Hari Kurniawan mengatakan ibu hamil membutuhkan 2.500 kkal yang terdiri atas 50 persen karbohidrat, 30 persen protein, dan 20 persen lemak. Karbohidrat bisa berasal dari nasi, jagung, umbi-umbian. Protein terutama hewani bisa didapat dari ikan, telur, daging, nabati seperti tempe dan tahu. Sisanya, 20 persen lemak, bisa didapat dari kacang-kacangan.

Riyan meminta ibu hamil untuk tak melupakan asupan vitamin yang berarti konsumsi buah secara berkecukupan. Demikian juga asupan folat yang bisa didapat dari sayur-sayuran hijau, dan kacang-kacangan, kalsium yang bisa didapat dari produk ikan-ikanan dan susu, serta zat besi yang bisa didapat banyak dari konsumsi daging-dagingan hewan darat juga sayur-sayuran.

Jika ingin lebih aman, ibu hamil disarankan Riyan untuk mengonsumsi segelas susu saat sahur. Yang juga penting, agar tubuh tak gampang dehidrasi selama menjalani puasa, adalah mencukupkan cairan dengan minum air total sebanyak dua liter saat berbuka maupun sahur. Riyan menganjurkan untuk meminum minuman hangat dan tak terlalu manis, serta mengkonsumsi karbohidrat simpleks seperti terdapat pada kolak atau kurma.

Asupan yang sama bisa diterapkan untuk ibu yang sedang dalam proses menyusui. Baby Center UK telah mengonfirmasi bahwa menyusui selama puasa itu tak berbahaya bagi si ibu maupun sang bayi. Cukup memperhatikan asupan cairan agar tak dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi antara lain merasa sangat haus, kencing berwarna gelap, pusing dan sakit kepala, lemas fisik, dan keringnya mulut dan bibir.

Baby Center UK kemudian menyarankan untuk memenuhi dapur dan kulkas dengan bahan makanan segar maupun siap konsumsi agar bisa dijangkau ibu menyusui sepanjang malam. Penting juga untuk menjaga tubuh dalam suhu yang nyaman (tak terlalu dingin atau panas). Pastikan selalu makan sahur dengan asupan nutrisi seimbang, dan jika perlu bantu dengan suplemen 10 mcg vitamin D per hari untuk ASI berkualitas bagi ibu menyusui.

Baca juga artikel terkait RAMADAN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani