tirto.id - Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, menilai penampilan Mahfud MD pada debat keempat Pilpres 2024 memperlihatkan sosok pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah di bidang energi, sumber daya alam, pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, dan masyarakat adat.
Sektor-sektor tersebut merupakan tema debat keempat Pilpres 2024 yang digelar pada Minggu (21/1/20240) malam kemarin. Menurut Hasto, penampilan Mahfud menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin yang tegas dan berkeadilan.
"Pak Ganjar dikenal sebagai presiden rakyat. Prof Mahfud sebagai pendekar hukum yang mengakar pada kekuatan wong cilik. Seluruh persoalan illegal logging, pencurian kekayaan alam, harga kebutuhan pokok yang mahal memerlukan sosok pemimpin seperti Prof Mahmud yang tegas dan memahami bagaimana hukum yang berkeadilan," kata Hasto dalam keterangan tertulis dilansir dari Antara, Senin (22/1/2024).
Hasto juga berpendapat pengalaman Mahfud dalam memimpin lembaga negara dan keberpihakannya pada rakyat kecil adalah keunggulan Mahfud dalam debat cawapres kemarin malam.
"Luasnya pengalaman Prof Mahfud di tiga lembaga negara dan keteguhan dalam prinsip serta keberpihakan pada wong cilik menjadi daya unggul pendekar hukum tersebut," ujarnya.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu juga menilai Mahfud memiliki keunggulan strategis dalam membangun budaya hukum bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Menurut Hasto, seluruh komitmen terhadap kedaulatan pangan untuk kesejahteraan petani, kemajuan desa, perlindungan tanah adat serta pengembangan kebudayaan nasional yang menjadi penopang pentingnya kesadaran melestarikan lingkungan memerlukan penegakan hukum.
"Kami meyakini Prof Mahmud telah menyampaikan gagasan paling membumi dan menyelesaikan masalah rakyat serta visioner," ujarnya.
Debat keempat Pilpres 2024 yang dilakoni para calon wakil presiden (cawapres) diwarnai saling serang gagasan dan strategi provokatif. Debat yang digelar di Jakarta Convention Center, Minggu (21/1/2024) malam, mengangkat tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Sejumlah isu seperti dampak aktivitas bisnis pada lingkungan, konflik agraria, pemenuhan hak masyarakat adat, kesejahteraan petani, hingga tambang ilegal disinggung dalam debat. Dalam segmen awal debat, ketiga cawapres masih tampak fokus mengangkat persoalan dan tawaran gagasan yang ingin dihadirkan.
Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, dalam penyampaian visi-misi, menyoroti pemerintah saat ini yang masih abai terhadap nelayan dan petani. Dia juga menilai krisis iklim sudah terjadi di mana-mana dan menimbulkan bencana ekologi.
Cak Imin juga mengkritik tawaran pemerintah saat ini atas masalah tersebut, seperti rencana pembangunan Giant Sea Wall dan anggaran krisis iklim yang dinilai rendah.
“Negara harus serius mengatasinya tidak hanya mengandalkan proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalahnya. Kita harus sadar bahwa krisis iklim kenyataan krisis iklim harus dimulai dengan etika, sekali lagi etika, etika lingkungan,” kata Cak Imin.
Sementara cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan cadangan nikel Indonesia terbesar di dunia, sementara timah urutan terbesar kedua.
Oleh karena itu, kata dia, program hilirisasi pemerintah saat ini harus dilanjutkan dan diperluas. Seperti hilirisasi pertanian, sektor maritim, dan hilirisasi digital. Lebih lanjut, Gibran menyebut Indonesia tidak boleh lagi mengirim barang mentah.
Dia juga bicara soal transisi penggunaan bahan bakar fosil menuju energi hijau seperti bioavtur, biodiesel, dan bioetanol.
“Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi menuju energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM, bisa kita kawal. Insyaallah akan terbuka 19 juta lapangan pekerjaan untuk generasi muda dan kaum perempuan,” ujar Gibran dalam pemaparan visi-misi.
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, menyoroti sumber daya alam Indonesia yang kaya, namun kesejahteraan petani memprihatinkan serta pangan yang belum berdaulat.
Dia juga menilai kerusakan lingkungan sudah terjadi akibat ulah-ulah investor dan terjadi sengketa sumber daya alam di level rakyat dan pemerintah.
“Investor masuk, industrialisasi terjadi, lingkungan rusak, rakyat menderita, kemudian sumber daya alam menjadi sumber sengketa di antara rakyat dengan rakyat, antara pemerintah dengan pemerintah,” tutur Mahfud.