Menuju konten utama

Hasil Studi Sebut Remote Working Bisa Picu Stres & Masalah Mental

Di balik fleksibilitas remote working ada dampak negatifnya juga yaitu masalah kesehatan mental atau rentan mengalami stres.

Hasil Studi Sebut Remote Working Bisa Picu Stres & Masalah Mental
Ilustrasi remote working. FOTO/iStock

tirto.id - Bekerja dari jarak jauh atau remote working kini sudah sangat banyak kita jumpai dan menjadi semakin popular.

Beberapa dari perusahaan multinasional di era milenial ini memiliki staf pekerja yang melakukan pekerjaannya dengan jarak jauh, tanpa harus datang ke kantor. Sehingga membuat karyawan pada perusahaan tersebut bisa berada dimanapun.

Dilansir pada laman CNBC, dalam sebuah studi yang dirilis oleh Zug, sebuah layanan penyedia kantor di Swiss, IWG, menemukan bahwa 70 persen pekerja profesional bekerja dari jarak jauh – fenomena yang dikenal sebagai telecommuting - setidaknya sehari dalam seminggu.

Sementara 53 persen profesional bekerja jarak jauh setidaknya selama tiga hari seminggu.

Teknologi yang semakin berkembang yang membuat hal tersebut memungkinkan untuk terjadi.

Selain itu, banyak juga yang memilih kerja jarak jauh dikarenakan ada beberapa manfaat yang diterima seperti yang dilansir pada laman Learnlight, yaitu fleksibilitas yang dirasakan.

Terutama bagi karyawan yang memiliki anak atau yang merasa terganggu jika mengerjakan pekerjaannya di kantor.

Namun, dibalik fleksibilitas itu ada dampak negatifnya juga yaitu masalah kesehatan mental atau rentan mengalami stres.

Dalam sebuah Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2017 menemukan bahwa 41 persen pekerja yang memilih bekerja dari jarak jauh melaporkan tingkat stres yang tinggi, dan hanya 25 persen pekerja kantor yang mengalami hal sama.

Bekerja dari jarak jauh kemungkinan akan mengalami perasaan terasing, kurangnya kepercayaan hingga mencul pada pemikiran bahwa rekan kerja mereka membicarakan hal buruk soal mereka di belakang.

Dilansir pada laman Harvard Business Review, dalam sebuah penelitian terhadap 1.100 pekerja, ditemukan bahwa 52 persen pekerja yang bekerja di rumah lebih cenderung muncul perasaan tersisihkan dan diperlakukan tidak baik, serta tidak mampu dalam menangani konflik dengan koleganya.

Belum lagi, pesan dalam sebuah email bisa saja dapat disalahartikan sebagai pesan yang kasar atau terlalu frontal.

Sebab tidak adanya tatap muka langsung dan tanpa bisa membaca bahasa tubuh yang terlihat, sehingga sulit untuk menyampaikan maksud sesungguhnya.

Dengan penekanan kerja pada tenggat waktu dan informasi rutin, bekerja dari jarak jauh bisa saja merasa diperlakukan seperti seorang mesin atau robot yang tidak dinilai sebagai bagian dari tim.

Baca juga artikel terkait BEKERJA atau tulisan lainnya dari Muhammad Fadly

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Muhammad Fadly
Penulis: Muhammad Fadly
Editor: Nur Hidayah Perwitasari