Menuju konten utama
Periksa Data

Harga Makanan dan THR Pendongkel Rutin Inflasi Ramadan

Jelang puasa dan lebaran selalu dibarengi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok terutama makanan. Kenaikan harga itu yang dikenal sebagai inflasi, tapi ada pendongkel lain yang tak kalah penting yaitu Tunjangan Hari Raya (THR).

Harga Makanan dan THR Pendongkel Rutin Inflasi Ramadan

tirto.id - Nita merasa gemas dengan inflasi. Baginya, inflasi seperti hantu yang tak nampak tapi bisa menggerogoti nilai dari sebuah uang.

Tiga tahun lalu, dengan uang Rp8.500, Nita sudah bisa membeli "sekasur" roti coklat. Gara-gara inflasi, uang sebesar itu kini tak lagi bisa dibelikan roti dengan merek yang sama. Nita harus menambah Rp4.000 untuk membeli roti yang sama persis. Bila pun maksa, ia hanya akan mendapat 3/4 potongan roti dari seharusnya, tentu itu sangat mustahil karena produsen pembuat roti tak menjualnya.

Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana inflasi nyata dan ada di kehidupan masyarakat modern. Inflasi hadir dan tercipta karena kita juga, momen seperti ramadan dan lebaran, jadi arena sumber menumbuhkan besaran inflasi. Ada dua faktor yang menjadi pemicu terjadinya inflasi, yaitu cost-push Inflation dan demand-pull inflation. Dalam cost-push Inflation, pemicu inflasi disebabkan oleh kenaikan harga komoditas input, seperti bahan mentah dan upah tenaga kerja yang akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi.

Dalam kondisi ini, permintaan masyarakat cenderung tetap (demand remains constant). Sedangkan dalam demand-pull inflation, pemicu inflasi disebabkan oleh tingginya permintaan dari masyarakat. Dalam kondisi ini, hasil produksinya tidak sebanding dengan permintaan tersebut sehingga harga di masyarakat meningkat.

Demand-pull inflation ini lah yang cederung menjadi pemicu inflasi di Indonesia mulai dari menjelang puasa hingga lebaran. Pada periode 10 tahun terakhir, 2007 hingga 2016, pola inflasi Ramadan umumnya dimulai sejak 1-2 bulan sebelum periode puasa, berlanjut hingga lebaran dan mengalami korelasi harga pada satu bulan setelah Idul Fitri. Pada 2007, Ramadan jatuh pada 13 September-13 Oktober, dan kenaikan harga mulai terjadi sejak Juli dengan tingkat inflasi tercatat sebesar 0,72 persen. Sedangkan, pada September dan Oktober 2007, tingkat inflasi masing-masing sebesar 0,80 persen dan 0,79 persen.

Infografik Periksa Data Pengeluaran untuk Bahan Makanan

Begitu pula pada 2011, saat kenaikan harga mulai terlihat sejak Juni, padahal puasa jatuh pada Agustus. Pada Juni 2011, tingkat inflasi sebesar 0,55 persen dan mencapai puncaknya pada Agustus dengan tingkat sebesar 0,93 persen. Pada 2008, kenaikan harga di puasa tidak terlalu berpengaruh. Inflasi tertinggi terjadi di Juni dengan tingkat 2,46 persen. Pada periode tersebut, sentimen kenaikan harga dipengaruhi oleh kondisi krisis global.

Sedangkan, pada periode puasa, pada September, tingkat inflasi tercatat hanya sebesar 0,97 persen. Periode 2012 hingga 2016, inflasi tertinggi pada periode puasa terjadi pada Juli 2013. Tingkat inflasi Juli 2013 mencapai 3,29 persen. Penyebab utama dari melambungnya inflasi Juli 2013 karena kenaikan harga bensin seperti solar, Premium maupun Pertamax yang rata-rata sebesar 23,32 persen hingga 27,4 persen.

Infografik Periksa Data Pengeluaran untuk Bahan Makanan

Berdasarkan kelompok pengeluaran, bahan makanan merupakan yang paling sering memicu inflasi pada periode puasa. Pada September 2007, tingkat inflasi bahan makanan sebesar 1,81 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Ikan segar merupakan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar dengan nilai 0,10 persen pada September 2007. Selain itu, daging dan telur ayam ras juga memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar, masing-masing 0,07 persen dan 0,06 persen terhadap tingkat inflasi pada periode yang sama.

Infografik Periksa Data Pengeluaran untuk Bahan Makanan

Pada September 2009, inflasi bahan makanan mencapai 2,43 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan catatan BPS, cabai merah merupakan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,21 persen. Selain cabai merah, daging ayam ras juga memberikan sumbangan inflasi yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,06 persen. Sedangkan, pada Juni 2016, komoditas bahan makanan yang menjadi penyumbang inflasi terbesar adalah daging ayam ras.

Komoditas ini menyumbang 0,07 persen dan mengalami kenaikan harga sebesar 5,63 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Selain daging ayam ras, ikan segar juga berkontribusi besar terhadap inflasi. Ikan segar menyumbang 0,06 persen terhadap tingkat inflasi Juni 2016. Selain bahan makanan, sandang/pakaian merupakan kelompok pengeluaran dengan inflasi yang cukup tinggi selama puasa.

Pada Oktober 2007, tingkat inflasi sandang sebesar 2,05 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada periode ini, emas perhiasan merupakan penyumbang inflasi terbesar yaitu sebesar 0,07 persen. Hal ini diakibatkan kenaikan harga emas di pasar internasional. Pada Agustus 2011, komoditas emas masih berkontribusi besar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Emas menyumbang 0,19 persen terhadap tingkat inflasi nasional.

Selain karena harga emas di pasar internasional yang meningkat, permintaan dalam negeri menjelang lebaran juga menjadi pemicu inflasi komoditas ini. Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga menjadi pemicu inflasi nasional. Pada Juli 2013, tingkat inflasi kelompok ini mencapai 9,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan kenaikan harga BBM pada bulan sebelumnya dan meningkatnya permintaan BBM menjelang musim mudik lebaran.

Mayoritas masyarakat Indonesia berada pada kelas menengah yang cenderung memiliki pola hidup konsumtif, maka pada bulan puasa hingga lebaran, permintaan masyarakat atas barang dan jasa dapat dipastikan meningkat. Hal ini tak lepas dari keberadaan Ramadan yang dapat dikatakan sebagai bulan hajatan nasional, di mana masyarakat tak hanya mengisinya melalui aktivitas keagamaan juga dengan berbagai tradisi.

Peningkatan permintaan ini juga akan berdampak pada semakin cepatnya uang beredar di masyarakat. Selain itu, THR (tunjangan hari raya) yang diterima masyarakat pun akan meningkatkan jumlah uang yang beredar sehingga inflasi menjadi hal yang tak dapat dihindari. Di sisi lain, inflasi musiman ini merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan permintaan dan cepatnya uang beredar menjadi indikasi aktivitas ekonomi yang semakin besar. Namun, di sisi lain, tingkat inflasi juga harus tetap di bawah pengawasan dan pengendalian ketat pemerintah. Risikonya bila peningkatan harga tidak dapat dikendalikan apalagi yang berasal dari bahan makanan dan sandang, daya beli masyarakat akan turun dengan cepat maka dampaknya, pertumbuhan ekonomi pun akan melambat.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Dinda Purnamasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dinda Purnamasari
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Suhendra