Menuju konten utama

Bahaya di Balik Kesenangan Semu "Happy Five"

Happy Five adalah jenis psikotropika yang baru-baru ini disebut-sebut dalam penangkapan sejumlah artis di Indonesia.

Ilustrasi adiksi obat 'Happy 5'. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Putra Aktor Senior Jeremy Thomas, Axel Matthew Thomas, ditahan di Polda Metro Jaya karena diduga memesan barang psikotropika berjenis happy five. Setelah ditangkap pihak kepolisian pada Sabtu 15 Juli 2017, Axel Matthew Thomas resmi menjadi tahanan Polda Metro Jaya pada 19 Juli 2017.

Sementara itu, artis Pretty Asmara juga ditangkap karena diduga menjadi pengedar narkoba di kalangan pesohor sejak dua tahun lalu. Ia diduga melayani pemesanan narkoba jenis sabu-sabu, ekstasi, dan pil happy five. Alvin, klien Pretty yang masih menjadi buronan pihak kepolisian, diketahui memesan barang-barang terlarang tersebut sebesar Rp25 juta kepada Pretty untuk pesta narkoba di KTV Hotel Grand Mercure.

Dari penggeledahan di KTV dan Kamar 2138 Hotel Grand Mercure, polisi menyita sebungkus plastik klip berisi 0,92 gram sabu-sabu, sebungkus plastik klip sabu seberat 1,12 gram, 23 butir ekstasi, dan 48 butir happy five.

Apa sebenarnya narkoba happy five?

Pesohor mempunyai beragam motivasi untuk menggunakan narkoba. Berdasarkan keterangan Badan Narkotika Nasional (BNN), para pesohor menggunakan narkoba untuk keperluan menjaga stamina, dan ada pula yang menggunakannya untuk alasan kesenangan semata. Mereka yang menjaga stamina umumnya menggunakan narkoba jenis sabu atau juga happy five. Sementara yang ingin mendapatkan kesenangan bisa menggunakan ekstasi.

Happy five merupakan sebutan untuk Nimetazepam, psikotropika golongan IV. Efek ketergantungannya cenderung sedikit lebih ringan dibanding golongan lain.

Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib, happy five merupakan produksi Jepang yang diduga telah lama beredar di Indonesia.

"Di Jepang namanya Erimin, nama jalanannya happy five. Itu memang ditengarai sudah beredar di banyak negara Asia Tenggara seperti Singapura, Laos, Hongkong dan Indonesia," kata Husniah.

Husniah menjelaskan, pil berisi bahan kimia nimetazepam yang merupakan turunan dari benzodiazepin itu sering dipakai sebagai pengganti ekstasi dan opiat. Psikotropika jenis ini dapat menyebabkan penggunanya menjadi lebih rileks, mengantuk, teler, dan selalu ingin tidur.

Happy five atau Erimin 5 berisi kandungan Nimetazepam merupakan jenis depresan berbentuk tablet dan dikonsumsi secara oral. Depresan dapat membuat orang menjadi lebih tenang dan tidur. Selain diyakini memiliki efek layaknya obat kuat, happy five juga dipercaya sebagai pil pembawa kebahagiaan, sesuai dengan sebutannya: happy, bahagia.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/07/19/Happy--Mild--sabit.jpg" width="860" alt="Infografik Happy 5 " /

Kandungan yang terdapat dalam happy five tersebut berupa nimetazepam yang bersifat hipnotic dan sedative. Sifat hipnotik tersebut mempunyai efek tertidur, sedangkan sedative mempunyai efek membuat tubuh tenang karena kepekaan tubuh berkurang, namun juga menyebabkan depresi ringan. Sementara itu, gejala ketagihan pada pengguna dapat berupa insomnia, mual, dan muntah, dikuti dengan denyut nadi cepat dan keringat berlebihan, gemetar dan kram perut, serta gangguan syaraf.

Happy five mempunyai bioavailabilitas (tingkat penyerapan suatu obat atau zat dalam tubuh) yang sangat baik dengan hampir 100% diserap usus. Happy five menjadi salah satu jenis pil yang paling cepat diserap oleh tubuh dan mempunyai efek hipnotis—menyebabkan tertidur—15-30 menit setelah dikonsumsi.

Dampak penggunaan psikotropika jenis ini jika digunakan secara berlebihan di antaranya adalah hilang kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan pikiran, sulit berbicara, lupa, dan tidak bisa berkonsentrasi. Selain itu, efek jangka panjangnya adalah dapat merusak hati dan ginjal.

Happy five diproduksi oleh perusahaan Hoffman La Roche pada 1964. Sejak November 2015, produksinya dipindah ke Jepang. Happy five memiliki pasar di Indonesia sebagai alternatif ekstasi karena harganya lebih murah dibanding ekstasi. Menurut BNN, kebanyakan konsumen happy five di Indonesia adalah anak-anak muda.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Zen RS