tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks harga konsumen (IHK) pada Januari 2025 sebesar 105,99, turun dari posisi Desember 2024 yang sebesar 106,90. Dus, pada Januari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,76 persen secara bulanan (month to month/mtm).
“Sementara itu, secara year on year (tahunan) terjadi inflasi sebesar 0,76 persen. Deflasi pada Januari 2025 ini merupakan deflasi pertama setelah terakhir kali terjadi di September 2024,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Rilis Berita Resmi Statistik (BRS), di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yakni sebesar 9,16 persen dengan andil mencapai 1,44 persen terhadap deflasi Januari 2025. Sementara dari kelompok tersebut, diskon tarif listrik 50 persen yang diberikan pemerintah kepada pelanggan daya listrik hingga 2.200 Volt Ampere (VA) mampu menyumbang deflasi hingga 32,03 persen dengan andil sebesar 1,47 persen.
Amalia menjelaskan, BPS memasukkan diskon tarif listrik yang diberikan sebagai subsidi kepada masyarakat atas diterapkannya kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen per 1 Januari kemarin untuk kelompok barang-barang mewah ialah karena kebijakan ini menyasar banyak orang, meskipun tarif diskon listrik hanya berlaku untuk sementara waktu, yaitu Januari-Februari 2025. Penghitungan ini juga telah sesuai dengan panduan Consumer Prices Index Manual yang banyak diterapkan kantor-kantor statistik di dunia.
“Diskon itu dicatat dalam penghitungan inflasi, jika kualitas barang dan jasa sama dengan kondisi normal dan kemudian harga diskon bisa didapatkan atau tersedia untuk banyak orang. Dengan demikian, diskon tarif listrik sebesar 50 persen tercatat pada perhitungan inflasi yang dilakukan BPS,” jelas dia.
Sementara itu, inflasi secara tahunan yang sebesar 0,76 persen utamanya disumbang oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mencapai 3,60 persen dan andil 1,07 persen. Komoditas yang memberikan andil inflasi terbesar pada kelompok ini adalah minyak goreng dengan andil sebesar 0,14 persen serta sigaret kretek mesin (SKM) dengan andil 0,12 persen. Kemudian, cabai rawit dan kopi bubuk masing-masing memberikan andil sebesar 0,11 persen; beras sebesar 0,09 persen; ikan segar dan telur ayam ras masing-masing sebesar 0,07 persen; daging ayam ras sebesar 0,06 persen; bawang putih, sigaret kretek tangan (SKT), dan bawang merah masing-masing sebesar 0,04 persen; sigaret putih mesin (SPM) sebesar 0,03 persen.
“Inflasi Januari turun sebetulnya hanya disebabkan oleh diskon (listrik) PLN, yang mana jika komponen inflasi ini dianggap tidak berubah, inflasi tumbuh 2.15 persen yoy, didorong terutama oleh (harga) bahan pokok yang meningkat dan masih dipengaruhi oleh harga emas,” kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, kepada Tirto, Senin (3/2/2025).
Sedangkan menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) yang dirilis Bank Indonesia (BI), pada Jumat (31/1/2025) harga cabai merah besar naik Rp6.050 menjadi Rp63.850 per kilogram, harga cabai merah keriting naik Rp1.300 menjadi Rp60.500 per kilogram, minyak goreng curah naik Rp600 menjadi Rp19.350 per kilogram, dan minyak goreng kemasan naik Rp100 menjadi Rp21.950 per kilogram.
Sebaliknya, harga bawang merah tercatat turun Rp1.950 menjadi Rp37.850 per kilogram, bawang putih turun Rp1.950 menjadi Rp42.700 per kilogram, beras kualitas bawah I turun Rp100 menjadi Rp13.900 per kilogram, beras kualitas medium I turun Rp400 menjadi Rp14.900 per kilogram, dan beras kualitas super I turun Rp650 menjadi Rp16.000 per kilogram. Selanjutnya, harga cabai rawit hijau turun Rp1.150 menjadi Rp59.400 per kilogram, harga cabai rawit merah turun Rp6.700 menjadi Rp64.550 per kilogram, daging ayam ras turun Rp3.600 menjadi Rp34.850 per kilogram, daging sapi kualitas I turun Rp5.650 menjadi Rp132.950 per kilogram, harga telur ayam ras turun Rp850 menjadi Rp18.250 per kilogram, gula pasir kualitas premium turun Rp450 menjadi Rp19.150 per kilogram, dan gula pasir lokal turun Rp150 menjadi Rp18.250 per kilogram.
Harga Pangan Naik Diikuti Kelangkaan Gas Melon
Meski PIHPS mencatat banyak penurunan harga pangan, namun Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, menilai bahwa sejak awal tahun belum ada penurunan harga yang terjadi. Sebaliknya, harga bahan-bahan pangan ke depan bisa saja semakin melonjak naik seiring bakal datangnya Idulfitri.
“Cabai rawit kemarin hampir Rp120 ribu. Itu kemarin dari Pasar Jatinegara (Jakarta Timur),” kata Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, saat dihubungi Tirto, Senin (3/2/2025).
“Sayur-sayur masih tinggi karena banjir dan hujan, supply dan distribusi terlambat, seperti (sayur) pare sampai Rp25 ribu per kilo, biasanya Rp15 ribu per kilogram,” sambungnya.
Belum selesai masalah tingginya harga bahan pangan, para pengusaha warteg juga harus dihadapkan pada kesulitan mendapatkan LPG 3 kilogram. Gas melon-sebutan untuk tabung gas 3 kilogram, memang masih bisa dibeli di toko-toko kelontong terdekat, namun dengan kondisi ini para penjual gas lantas menaikkan harga gas.
Sebagai contoh, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, harga gas melon yang pada Kamis (30/1/2025) lalu masih dipatok Rp21 ribu, kini menjadi Rp23 ribu. Tidak hanya itu, pembelian gas melon per orang pun dibatasi hanya paling banyak 2 tabung gas.
“Barangnya susah. Dan gas ini vital,” imbuh Mukroni.
Kondisi kelangkaan gas melon juga terjadi di Perumahan Margahayu, Bekasi Timur, Jawa Barat. Kios-kios pengecer gas melon tak lagi dipenuhi dengan tabung hijau bersegel. Pedagang mengaku, sudah beberapa waktu belakangan sulit mendapat pasokan. Sementara, sisa stok yang ada mengalami kenaikan harga.
Atun merasakan betul dampak kelangkaan dan kenaikan gas melon ini. Ia mengatakan, jika ini memang kebijakan baru seharusnya dilakukan setelah Ramadan. "Jangan apa-apa lagi mahal, terus ditambah lagi gas melon langka dan naik, pusing kita mengakali uang belanja," keluhnya.
Bagi masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) khususnya yang bergerak di olahan makanan dan minuman, harga pangan tinggi di Januari seakan menjadi pukulan bertubi-tubi. Kini, ketika pasokan buah dan sayur yang menjadi bahan baku utama UMKM olahan makanan dan minuman minim karena cuaca ekstrem, seakan tak digubris pemerintah. Operasi Pasar yang diandalkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) pun seakan tak bertaji. Lalu ditambah dengan pukulan kelangkaan gas melon, lengkap sudah tekanan yang harus dihadapi.
Di sisi lain, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut akan memberikan efek berganda (multiplier effect) kepada pelaku UMKM juga pada kenyataannya sama sekali tak berdampak. Pasalnya, dari catatan Akumandiri, sama sekali tidak ada anggotanya yang berasal dari usaha mikro yang digandeng pemerintah untuk menyukseskan program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini.
“Ini saja dengan (adanya) MBG, sekarang produk impor juga masuk. Dan impor itu nggak melulu produk kayak misalnya kosmetik, tekstil, terus peralatan rumah tangga. Nggak. Yang buah-buahan, tomat, sayuran, itu kebanyakan impor,” beber Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia Akumandiri, Hermawati Setyorinny, saat dihubungi Tirto, Senin (3/2/2025).
Sementara dengan daya beli masyarakat yang semakin melemah sejak beberapa waktu terakhir membuat UMKM tak bisa mencari untung besar dari produk yang mereka jajakan. Alhasil, inovasi lah yang menjadi andalan. Dalam hal ini, inovasi yang dilakukan berupa mengganti bahan baku dengan bahan pangan lain atau dengan mengurangi porsi produk yang dijual.
Namun, pukulan yang terus menghantam tanpa ada perlindungan nyata dari pemerintah telah membuat rata-rata pendapatan para pelaku UMKM di akhir tahun kemarin turun hingga 40 persen. Jika tren harga pangan tinggi terus berlanjut, Hermawati bahkan tak lagi bisa menghitung berapa pendapatan UMKM yang tersisa.
“Kalau saya sekarang menghitung persentase, nggak bisa. Mereka hanya bisa ngeluh-ngeluh. Tapi dari suara teman-teman di bawah, mereka memang seperti itu (kesulitan). Mereka mau naikkan harga barang juga susah. Karena kan daya beli masyarakat turun, mau naikkan harga gimana?” imbuh Hermawati.
Tanggapan Pemerintah
Kelangkaan gas melon mendapat tanggapan dari Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Ia membantah ada kelangkaan LPG 3 kilogram di berbagai wilayah seperti yang dikeluhkan masyarakat belakangan ini.
Bahlil mengklaim, keluhan tersebut muncul karena ada masa transisi peralihan penjualan ke pangkalan resmi PT Pertamina, dari yang sebelumnya tersedia di pengecer. Akan tetapi, Bahlil mengakui masih ada masyarakat kesulitan mengakses gas LPG 3 kg karena lokasi mereka tinggal belum tersedia pangkalan gas LPG.
“Barang nggak ada yang langka, saya jamin. Saya jamin nggak langka, cuma persoalannya dari 100 meter (jarak dengan pengecer), sekarang mungkin bukan 100 meter, tapi mungkin 500 (meter) atau 1 kilometer,” ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/02/2025).
Selain itu, Bahlil menekankan tidak ada pembatasan kuota subsidi LPG 3 kilogram. Ia memastikan volume impor LPG tetap sama dalam beberapa bulan terakhir ini. “LPG ini tidak ada kuota yang dibatasi. Impor kita sama, bulan lalu dan bulan sekarang, atau 3 sampai 4 bulan lalu, sama aja, nggak ada (pemangkasan kuota subsidi),” ucap Bahlil.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio N Kacaribu, menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga inflasi tetap terkendali guna mendukung terjaganya daya beli masyarakat, terutama menjamin akses pangan. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga inflasi pada interval sasaran, yakni 2,5 plus minus 1 persen.
Hal ini tak lain dilakukan dengan dengan dukungan koordinasi pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
“Pemerintah secara konsisten melakukan kebijakan untuk menjaga terkendalinya inflasi pangan, termasuk meningkatkan produksi dan memperkuat cadangan pangan guna mencapai ketahanan pangan. Dalam mempersiapkan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Idulfitri, Pemerintah akan terus memitigasi risiko gejolak yang mungkin terjadi,” kata Febrio, dalam keterangan resminya, Senin (3/2/2025).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang