tirto.id - Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Yofi Okatrisza, mengakui menerima suap puluhan miliar dari para rekanan yang telah dimenangkan dalam lelang proyek-proyek perkeretaapian.
"Total saya menerima Rp30,6 miliar," ujar Yofi saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (3/2/2025).
Jumlah tersebut merupakan versi terdakwa. Sementara itu, Penuntut Umum KPK justru memiliki nilai berbeda. Sebelumnya, KPK mendakwa Yofi menerima suap Rp55,6 miliar.
Dalam proses persidangan, ada beberapa hal yang tak diakui terdakwa. Namun, secara umum, Yofi mengakui meneruma sejumlah pemberian di luar pendapatan resminya sebagai ASN. Ia pun mengaku, uang siap tidak hanya diterima dalam bentuk uang tunai, melainkan juga berupa deposito berbagai bank, tanah dan rumah di beberapa lokasi, dua unit mobil, hingga logam mulia seberat 3 kilogram.
Semuanya ia peroleh dari 20-an rekanan atau kontraktor pada kurun waktu 2017-2020 atau selama ia menjabat PPK dengan wilayah kerja Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Fee masing-masing proyek berbeda-beda, tergantung kesepakatan dengan kontraktor: ada yang 10 persen (dari nilai proyek), 7 persen, 4 persen juga ada," imbuhnya.
Yofi mengakui perbuatannya salah. Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi, ia menyesali tindakan korupnya dan berjanji tidak akan mengulanginya di lain kesempatan.
"Saya mengakui saya berbuat salah," ucapnya sambil menangis. Yofi juga memelas meminta keringanan hukuman.
Aliran Uang Korupsi
Terdakwa Yofi Okatrisza mengungkap, fee pengondisian proyek perkeretaapian tidak hanya dinikmati dirinya selaku PPK, tetapi juga mengalir ke berbagai pihak, termasuk atasannya.
"Ada untuk Kabalai (Kepala BTP), Direktur juga iya Pak Danto. Kalau Pak Menhub hanya berupa mendukung kegiatan sama utang Pilpres itu," bebernya.
Selain itu, ada jatah fee untuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai 1 hingga 1,5 persen; fee untuk Itjen Kemenhub 0,5 persen; dan Pokja Pengadaan 0,5 persen.
Dia merinci pemberian untuk auditor BPK dengan maksud agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar, termasuk mengondisikan temuan dari BPK yang melakukan audit. Ia menyebut, fee untuk BPK dialokasikan di setiap proyek. Selama Yofi menjadi PPK di BTP Semarang pada 2017-2020 total ada 32 paket pekerjaan.
Secara teknis, kata dia, PPK yang akan berkoordinasi langsung dengan auditor BPK, baik terkait temuan maupun penyerahan fee.
"Itu otomatis jadi tradisi yang jadi jubir memang PPK kalau ada temuan BPK, karena BPK nggak mungkin mau ketemu dengan kontraktor," jelas Yofi.
Fee untuk BPK, kata Yofi bersumber dari setoran para kontraktor. Biasanya, ada kontraktor yang menjadi pengepul fee atau biasa disebut "lurah".
"Pada 2017-2018 untuk BPK lurahnya Pak Bandi, artinya kontraktor langsung menyerahkan kr bandi. 2019-2020 itu lurahnya Pak Dion Renato," imbuhnya.
Bahkan Yofi mengkaim, pola pemberian fee untuk BPK tidak hanya dilakukan di wilayah kerjanya di Jateng dan DIY, melainkan juga di wilayah lain.
"Setahu saya itu terjadi di semua, nggak cuma di BTP Semarang," bebernya. Yofi juga mengetahui nama-nama kontraktor pengepul fee di wilayah lain.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Andrian Pratama Taher