Menuju konten utama

Hadirnya Transportasi Online Diklaim Kurangi Jumlah Angkot

Separuh dari jumlah angkot di Bandung harus dikandangkan karena kemunculan transportasi online yang diklaim mematikan operasional angkot.

Hadirnya Transportasi Online Diklaim Kurangi Jumlah Angkot
Ilustrasi. Ratusan angkutan kota dan pedesaan diparkirkan saat aksi sopir angkutan tersebut di kantor Balai Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Senin (11/9/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi

tirto.id - Ketua harian Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat Anton Ahmad Fauzi mengatakan kehadiran transportasi online membuat hampir separuh angkutan kota (angkot) di Bandung dikandangkan.

"Jumlah angkot yang ada di Bandung raya 15.000 angkot, hampir 50 persen tidak operasional karena sudah tidak masuk ke hitungan usahanya," kata Anton saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (12/10/2017).

Menurut Anton, pengurangan jumlah angkot terjadi dalam setahun terakhir, seiring dengan makin banyaknya layanan transportasi online, yang umumnya bertarif lebih rendah ketimbang angkutan umum konvensional.

Penurunan pendapatan angkot, menurut dia, membuat para sopir tidak bisa menutup biaya setoran ke pengusaha angkot sehingga mobil-mobil angkutan terpaksa harus dikandangkan.

"Boro-boro untuk setor, untuk dibawa pulang ke rumah juga mereka ketar-ketir," kata dia, seperti dikutip Antara.

Ia melanjutkan kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi tidak hanya mengancam angkot saja, namun juga transportasi lain seperti ojek, dan becak.

"Efeknya ke transportasi yang sudah eksis duluan, bukan hanya angkot saja," kata dia.

Dia berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan mengenai layanan transportasi online.

"Kita tidak anti terhadap online, tapi yang harus ditekankan adalah regulasinya harus jelas," kata dia.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno memandang kehadiran layanan pemesanan transportasi daring tidak berbanding lurus dengan pembukaan lapangan kerja baru, namun justru mematikan usaha yang sudah berlangsung.

"Alhasil menimbulkan pengangguran baru," katanya.

Ia mengatakan warga memilih layanan itu karena menawarkan tarif lebih rendah dan kenyamanan.

"Perlu ada perhitungan sebetulnya biaya atau cost yang wajar jika transportasi online dijalankan. Tanpa subsidi dan gimmick marketing tak mungkin bisa harga menjadi sangat murah," kata dia.

Djoko pemerintah melakukan audit terhadap bisnis transportasi online sehingga harganya tidak jauh beda dengan taksi konvensional.

"Nampaknya perlu ada upaya untuk mengaudit model bisnis semacam ini. Sebab pada kenyataannya, di luar negeri tarif taksi online tak banyak beda dengan taksi resmi," kata dia.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra