tirto.id - Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan beragam jenis hadiah yang diberikan oleh Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud kepada sejumlah pejabat negara di Indonesia.
Hadiah-hadiah itu merupakan cinderamata yang diberikan oleh Raja Salman ke sejumlah pejabat saat berkunjung ke Indonesia selama 1-12 Maret 2017 lalu. Barang-barang tersebut dilaporkan oleh sejumlah pejabat ke KPK sebagai gratifikasi untuk dinilai oleh komisi Antirasuah boleh diterima atau tidak sesuai ketentuan hukum.
Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono memerinci barang-barang hadiah Raja Salman itu terdiri dari belasan jenis. Kesemuanya ialah dua buah pedang berwarna keemasan, sebilah belati dan satu set aksesoris yang terdiri dari jam tangan Rolex Sky-Dweller, jam meja Rolex-Desk Clock 8235, manset emas merek chopard, pulpen emas merek chopard, serta tasbih.
Selain itu, ada pula satu set aksesoris yang terdiri dari jam tangan Mouawad Grande Ellipse, cincin emas 18 karat bertahtakan satu princess cut diamond 3.120 cts (carats) dan 16 white diamonds 1.395 cts. Ada juga manset bertahtakan satu princess cut diamond 2.130 cts, rectagle cut diamond 2.140 cts dan 32 white diamond 2.536 cts, ballpoint merek Mouawad dan tasbih hitam.
"Gratifikasi itu dilaporkan pada 7-15 Maret 2017. Pertama, dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada 7 Maret, dan terakhir kemarin. Ada beberapa barang yang cukup menarik. Kami mengapresiasi para pelapor karena hanya dengan integritas dan kejujuranlah mereka melaporkan gratifikasi," kata Giri di gedung KPK Jakarta, pada Kamis (16/3/2017) seperti dilansir Antara.
Giri tidak menyebut nama-nama pejabat lain yang melaporkan gratifikasi itu selain Tito. Tapi, perinciannya ialah barang-barang itu dilaporkan oleh tiga menteri, seorang gubernur dan Kapolri Tito.
Menurut dia, hadiah-hadiah itu memang tidak bisa ditolak karena menjadi bagian dari penguatan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Arab Saudi. Namun, penerimanya memang wajib melaporkannya ke KPK.
"Jadi kadang pemberian ini menjadi budaya dan memang ini tidak bisa kita tolak. Namun demikian, kita punya UU Pemberantasan Tipikor yang mengatur hadiah yang diterima penyelenggara negara atau pegawai negeri apabila terkait dengan jabatan bisa dianggap suap. Jadi kita akan klarifikasi, menganalisa apakah hal tersebut layak diterima atau tidak," kata Giri.
Ia mengimbau semua pejabat negara lainnya, yang menerima barang serupa dan relatif mewah, untuk mencontoh laporan Tito dan sejumlah pejabat itu. Ia mengingatkan setiap gratifikasi bernilai tinggi yang tak dilaporkan ke KPK bisa terindikasi suap.
"Dari sisi penerima, tidak dilaporkan selama 30 hari kerja, dianggap suap," ujar Giri.
Hingga kini, Giri mengimbuhkan, Direktorat Gratifikasi KPK masih butuh waktu untuk menghitung nilai masing-masing barang hadiah dari Raja Salman yang dilaporkan sejumlah pejabat tersebut.
"Kita tidak bisa menyampaikan angka yang definitif. Karena harus mengecek apakah benar emas atau tidak, kita butuh waktu untuk memastikan harganya ini berapa. Beberapa cincin cukup besar dan manset 2 buah, dengan kualitas 2,1 karat dan kualitas yang lumayan mahal," kata Giri.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan KPK mengumumkan jenis-jenis barang hadiah dari Raja Salman, yang dilaporkan oleh para pejabat, itu untuk pembelajaran kepada penyelenggara negara lainnya.
"Barang-barang ini kami tunjukkan sebagai pembelajaran sekaligus mengingatkan kalau ada penyelenggara negera lain yang belum melaporkan agar segera melaporkan."
Febri mengimbuhkan, "Nama pelapor tidak disebutkan di sini kecuali pelapor yang bersangkutan sudah setuju dan bahkan sudah mengungkap ke publik karena ini standar yang berlaku di direktorat gratifikasi."
Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi, dan tidak melaporkannya ke KPK, terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom