tirto.id - Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Budi Haryanto menegaskan metode penyemprotan air ke jalan tidak efektif dalam menangani polusi udara.
Hal ini Budi sampaikan merespons upaya penanganan polusi udara oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Polda Metro Jaya dengan menggunakan metode tersebut.
“Tidak efektif. Penyemprotan air tersebut hanya mengikat polusi udara di tempat penyemprotan, di saat penyemprotan, dan (hanya) setinggi air yang disemprotkan,” ujar Budi saat dihubungi reporter Tirto, Senin (28/8/2023).
Budi menjelaskan polutan di udara sangat dinamis pergerakannya karena bergantung pada pergerakan udara. Hal itu memungkinkan polusi udara menyebar ke mana-mana.
“Pencemar udara terdiri dari berbagai macam material dari yg relatif berat sampai yang sangat ringan, seperti gas yang akan melayang tinggi. Jika sumber pencemarnya masih ada dan tetap operasional, polusi tetap terjadi terus,” tuturnya.
Budi menambahkan ada kemungkinan terjadi pemburukan kadar polutan di udara akibat metode penyemprotan air di jalanan.
“Bisa terjadi (pemburukan), karena tekanan tinggi semprotan air bisa menebarkan kembali polutan yang sudah berada di tanah, sehingga banyak yang beterbangan melampaui tingginya air yang disemprotkan,” sambung dia.
Menurut Budi, penanganan polusi udara lebih efektif serempak mengurangi sumbernya.
“Kurangi jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan. Kurangi kemacetan. Perbaiki kualitas bahan bakar. Sediakan transportasi umum berenergi bersih sebanyak mungkin,” kata dia.
Budi menyatakan perlu sanksi pada industri yang menimbulkan polusi. Selain itu, ia menegaskan pelarangan pembakaran sampah oleh penduduk.
“Kerja sama semua pihak diperlukan. Yang penting, lakukan aksi bersama, serempak dan segera,” tutur Budi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan