Menuju konten utama

Ombudsman RI: Kebijakan WFH Tak Efektif Turunkan Polusi Jakarta

Ombudsman RI memberikan masukan kepada pemerintah soal perlunya kebijakan pembatasan kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar.

Ombudsman RI: Kebijakan WFH Tak Efektif Turunkan Polusi Jakarta
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.

tirto.id - Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengatakan penerapan sistem kerja dari rumah (Work from Home/ WFH) yang dilakukan instansi pemerintah pusat dan daerah di DKI Jakarta merupakan solusi singkat. Namun, kebijakan ini dinilai tidak efektif untuk menanggulangi polusi udara di wilayah Ibu Kota.

Ia berpendapat jika tidak berbarengan dengan langkah penanganan secara sistemis, maka tidak akan memberikan dampak yang signifikan dalam penanganan polusi udara.

”Kerja dari rumah ini satu solusi singkat terhadap polusi udara di DKI Jakarta, tapi dinilai tidak efektif. Perlu dilakukan juga penanganan di sektor hulu dan hilir yang memberikan efek panjang terhadap penanganan polusi,” ujar Hery di kantor Ombudsman RI, Jumat, 25 Agustus 2023.

Hery merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menyatakan sektor transportasi sektor transportasi berkontribusi 44 persen dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, disusul industri energi (31 persen), manufaktur industri (10 persen), sektor perumahan (14 persen), dan komersial (1 persen).

Sementara dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar, yakni sektor transportasi (96,36 persen) atau 28.317 ton per tahun, pembangkit listrik (1,76 persen) atau 5.252 ton per tahun dan industri (1,25 persen) mencapai 3.738 ton per tahun.

Lantas Ombudsman RI memberikan masukan kepada pemerintah. Hery menyampaikan perlunya kebijakan pembatasan kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar.

"Karena jenis ini menyumbang emisi karbon monoksida yang cukup tinggi. Sehingga masyarakat, terutama aparatur sipil negara, menjadi teladan untuk menggunakan BBM nonsubsidi maupun kendaraan listrik," ucap dia.

Pemerintah perlu menuntaskan regulasi teknis dan anggaran untuk implementasi kendaraan listrik, utamanya semua level instansi pemerintah. Kemudian di ranah publik, perlu ada kebijakan yang mendorong terciptanya ekosistem kendaraan listrik dengan memberikan insentif bagi pengguna kendaraan listrik, selain adanya pembebasan sistem ganjil genap.

Ia menjelaskan perlu literasi kepada masyarakat terkait penggunaan kendaraan listrik agar masif. "Memiliki kendaraan listrik tidak harus membeli, pemerintah perlu menyusun regulasi konversi mesin dari BBM ke mesin listrik termasuk kemudahan pengurusan ganti mesin dalam STNK dan BPKB kendaraan,” terang Hery.

Dia juga meminta pemerintah menambah jumlah transportasi massal yang menggunakan tenaga listrik. Sehingga tingkat polusi udara dapat diturunkan. Perihal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, Hery mengatakan pemerintah harus menguatkan pengawasan di lapangan. Misalnya, dengan mengawasi pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penerapan teknologi ramah lingkungan.

Uji Emisi Kendaraan

Tak hanya menerapkan sistem kerja dari rumah, pemerintah pun berupaya menekan polusi di Jakarta dengan cara uji emisi kendaraan. Razia kendaraan yang tak lolos uji emisi mulai dilakukan pada 1 September 2023.

Kegiatan ini dilakukan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kodam Jaya, dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Kemudian ada juga usulan sistem ganjil-genap dilakukan selama 24 jam. Hal ini dilontarkan oleh Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah. Ia meyakini upaya tersebut bisa menjaga kualitas udara dan mengurangi kemacetan.

Ida mengusulkan ganjil-genap berlaku setiap hari kerja, diubah menjadi pukul 00.00-23.59 WIB. "Karena kita sama-sama mendengar polusi udara terbanyak disumbangkan oleh kendaraan bermotor," kata dia. Anggaran untuk penanganan ini dapat memakai alokasi pos belanja tidak terduga (BTT).

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA JAKARTA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri