tirto.id - Tahun baru, semangat baru. Andee Y. Yoestong, Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana begitu bersemangat untuk membuka lembaran baru usahanya. Perusahaan yang dipimpinnya sedang menyiapkan sebuah ekspansi pembukaan agen atau dealer penjualan mobil Ford di Jakarta Barat (Jakbar).
Andee yang membawahi 11 agen Ford di Jakarta, Tangerang, Sumatera Utara dan Papua, sempat dikejar-kejar target pembukaan agen baru di Puri Pesanggrahan, Jakbar oleh Ford Motor Indonesia (FMI). Pada waktu itu, Andee tak pernah terpikir bisnisnya akan menghadapi persoalan besar. Tepat setengah bulan kemudian kabar mengejutkan itu datang ke telinganya.
"Kami diharuskan relokasi dari Jalan Panjang, karena Ford meminta kami memiliki agen di atas lahan sendiri ketimbang lahan sewa. Dan kami sudah mendapatkan IMB di lokasi Puri Pesanggrahan tersebut," kata Andee dikutip dari Antara.
Belakangan ini Andee baru sadar bahwa pasokan mobil ke agen-agen miliknya dari PT FMI yang berkurang drastis sejak tahun lalu rupanya jadi sinyal awal hengkangnya Ford. Sialnya, nalurinya tak menangkap kode-kode alamiah tersebut. Ia masih berpikir positif dan optimistis pada waktu itu, meski sempat dibuat pusing dari kurangnya pasokan unit mobil Ford ke dilernya.
"Jadi pada 2015 itu kami cuma mendapat pasokan sekira 5.000 unit saja dari permintaan total seluruh jaringan diler sekitar 11.000 unit," kata Andee.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, sebuah kondisi yang menggambarkan bisnisnya. Media reuters menulis, PT Kreasi Auto Kencana sudah investasi Rp500 miliar atau 38 juta dolar AS untuk biaya bangunan, peralatan, dan sumber daya manusia beberapa tahun lalu, sebelum keputusan hengkangnya Ford.
Andee hanya salah satu mitra Ford yang merasa dirugikan. Sebagai pengusaha, hitung-hitungan bisnis adalah harga mati. Kerugian yang masih bisa ditekan akan diupayakan harus kembali. Mereka akhirnya menempuh jalur hukum, menggugat sang produsen otomotif asal AS itu. Tuntutan ganti rugi sebesar Rp1 triliun dilayangkan kepada Ford.
Keputusan Berbuntut Hukum
Andee dan rekan-rekannya yang selama ini menjadi mitra bisnis Ford tak tinggal diam. Sebanyak enam grup agen yang membawahi 31 dari 44 agen resmi Ford seluruh Indonesia, pada Senin (27/6/2016) mengumumkan rencana menyeret Ford ke meja hijau. Mereka merasa tak sedikitpun diajak berbicara soal keputusan hengkang Januari lalu.
Upaya hukum Andee dan kawan-kawan ini ditempuh setelah serangkaian proses lainnya. Mereka sempat melayangkan protes keras ke FMI. Upaya negosiasi agar penutupan diundur dari 25 Januari 2016 menemui jalan buntu. Mereka hanya ingin ada permintaan pembuatan surat resmi untuk menghindari tuntutan pelanggan maupun pengajuan penunjukkan distributor resmi baru, pascahengkangnya Ford.
Kelompok ini sudah dua kali melayangkan surat somasi ke FMI. Somasi pertama dilayangkan 1 Juni 2016, kemudian somasi kedua pada 13 Juni 2016. Pihak FMI tak merespons somasi tersebut.
Keputusan hengkang Ford tidak hanya merugikan pemilik jaringan diler, tetapi juga ribuan karyawan serta puluhan ribu konsumen Ford di Indonesia. Para diler ini sudah mengucurkan investasi untuk mengembangkan bisnis Ford di Indonesia. Apalagi 85 persen total penjualan Ford Indonesia berasal dari agen enam grup.
"Tuntutannya tentu saja karena kawan-kawan diler ini sudah mengucurkan banyak investasi, ganti rugi senilai Rp1 triliun," kata Harry Ponto, kuasa hukum enam grup diler itu seperti dikutip dari Antara.
Tuntutan sebesar itu tentunya jadi masalah baru bagi Ford. Padahal sebelumnya Ford juga sempat terlilit gugatan hukum. Pasca pengumuman penutupan operasi, salah satu konsumen menggugat Ford karena merasa dirugikan sebagai konsumen.
Digugat Konsumen
Gugatan dari para agen itu bukan satu-satunya tuntutan hukum yang dilayangkan kepada Ford setelah resmi mengumumkan hengkang dari Indonesia. Hanya sepekan setelah mengeluarkan pengumuman ke luar dari pasar Indonesia, Ford langsung menghadapi persoalan hukum. Media hukumonline menulis, PT Ford Motor Indonesia (FMI) digugat seorang konsumen Ford bernama David M.L Tobing. David Tobing yang terkenal dengan aksi tuntutan “menyentil” ini merupakan pemilik SUV Ford Everest. Ia mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke PN Jakarta Selatan, 1 Februari 2016.
Selain menuntut Ford, David Tobing juga menggugat Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Kedua Kementerian dianggap membiarkan atau tidak memberikan teguran atas tindakan sepihak Ford yang hengkang. Tobing hanya menuntut Rp6.000 untuk ganti rugi. Tuntutan pengacara kondang ini terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
"Kami mengetahui adanya tuntutan ini. Namun kami tidak memberikan komentar karena saat ini pun pelanggan masih dapat menghubungi semua dealership resmi Ford untuk seluruh dukungan penjualan, servis, dan garansi hingga kami katakan lain," kata Direktur Komunikasi PT Ford Motor Indonesia (FMI) Lea Indra Kartika dikutip dari Tempo.
Gugatan David Tobing terhadap FMI berakhir dengan perjanjian damai. Dikutip dari kompas.com, FMI akan menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana kewajiban pelayanan purna jual dalam hal servis, garansi, perawatan, perbaikan, dan ketersediaan suku cadang untuk seluruh konsumen Ford di Indonesia sebelum menyatakan benar-benar berhenti beroperasi. Batas waktu penunjukan pihak ketiga itu paling lama pada 31 Maret 2017. Apabila belum dilaksanakan, FMI berkewajiban menjalankan operasi purna jual.
Langkah David Tobing menempuh jalur hukum hanya sebagian dari reaksi konsumen. Keputusan sebuah perusahaan otomotif hengkang pastinya berimplikasi pada citra dan kepercayaan publik terhadap pemegang merek. Kepercayaan ini bisa dilihat dari harga-harga mobil Ford di pasar mobil bekas.
Dihukum Pasar
Harga mobil bekas Ford semakin anjlok menyusul langkah Ford hengkang dari Indonesia. Sebelum ini, harga mobil Ford memang terkenal gampang jatuh, menyamai mobil-mobil keluaran negara barat lainnya seperti Eropa.
Sebagai gambaran, harga bekas Ford Fiesta tahun 2012 ke atas sekitar Rp110 juta sampai Rp125 juta tergantung tipe transmisi dan kondisinya. Harga tersebut lebih murah dari nilai jual Ford Fiesta keluaran 2015 sekitar Rp128-130 juta per unit. Padahal harga baru Ford Fiesta 2015 mencapai Rp228 juta hingga Rp318 juta tergantung tipe. Harga Ford Escape bekas tahun 2004 turun menjadi Rp85 juta padahal tahun lalu masih laku di atas Rp110 juta .
"Penjualan mobil bekas Ford nantinya akan babak belur karena orang yang mau beli mobil akan berpikir ulang soal purna jual dan suku cadang di masa mendatang," kata Senior Manager Marketing Pusat Mobil Bekas WTC Mangga Dua Jakarta, Herjanto Kosasih dikutip dari Antara.
Yang menarik, meski pasar telah menghukum Ford, tapi beberapa konsumen setia Ford bergeming. Mereka masih setia dengan kendaraan kesayangannya. Fenomena ini unik memang terjadi di Indonesia, loyalitas fanatik konsumen di Indonesia memang cukup kuat. Sayangnya kondisi ini tak disadari oleh para pemain otomotif seperti Ford. Persoalannya sampai sejauh mana loyalitas itu bertahan.
“Kenyamanan dan keselamatan jadi nomor sekian melihat maraknya mobil murah yang banyak laku di sini,” kata Mahmur Marganti, pendiri Komunitas pemilik Ford Escape (Escaperz) dikutip dari Antara.
Tuntutan hukum terhadap Ford merupakan sebuah konsekuensi dari keputusan besarnya untuk meninggalkan pasar Indonesia. Jika pengadilan memutuskan ganti rugi sebesar Rp1 triliun, Ford pasti akan mengalami kerugian. Namun, Rp1 triliun belum seberapa jika dibandingkan dengan hilangnya kepercayaan konsumen.