Menuju konten utama

GP F1 Bahrain 2019: Tragedi Najah Yusuf & Tantangan untuk Hamilton

Seri pertama F1 2019, Grand Prix Bahrain mendapatkan sorotan tajam setelah muncul surat terbuka Najah Yusuf, aktivis yang ditahan akibat mengkritik ajang tersebut.

GP F1 Bahrain 2019: Tragedi Najah Yusuf & Tantangan untuk Hamilton
Pembalap Formula Satu Inggris Lewis Hamilton dari Mercedes AMG GP memenangkan Grand Prix Formula Satu Hungaria di sirkuit Hungaroring, di Mogyorod, timur laut Budapest, Hongaria, Minggu, 29 Juli 2018. (Tamas Kovacs / MTI via AP)

tirto.id - Seri pertama F1 2019, Grand Prix Bahrain yang bakal digelar akhir pekan ini sejak Jumat (29/3/2019) mendapatkan sorotan tajam setelah muncul surat terbuka Najah Yusuf, aktivis yang ditahan akibat mengkritik ajang tersebut. Tekanan agar "bersuara" juga dilontarkan untuk sang juara bertahan Formula 1, Lewis Hamilton.

"Setiap saat yang saya habiskan di penjara, bakal menodai reputasi Formula 1, yang telah meninggalkan komitmen mereka pada kebebasan berekspresi dan membiarkan ketidakadilan dilakukan atas nama mereka," demikian tulisan Najah Yusuf yang dimuat di Guardian pada Rabu (27/3/2019).

Najah Yusuf menerangkan, ia mengkritik gelaran Grand Prix Bahrain pada 2017 melalui Facebook. Yusuf ikut dalam gelombang protes atas penahanan aktivis yang meminta pembatalan GP Bahrain.

Seminggu setelah Sebastian Vettel menjadi juara GP Bahrain pada tahun tersebut, Najah Yusuf mendapatkan interogasi tanpa putus selama empat hari. Ia ditanyai soal keterkaitan dengan beberapa pembela Hak Asasi Manusia (HAM), aktivis, dan kelompok oposisi.

"Mereka mengancam akan membunuh saya, berusaha menyuap saya, memukuli saya. Tapi yang paling parah, petugas merobek jilbab dan berusaha melepaskan pakaian saya, sebelum seorang petugas melakukan pelecehan seksual terhadap saya. Rasa sakit dan penghinaan pekan itu menghantui saya selama sisa hidup. Semua ini karena saya mengambil sikap menentang penindasan negara dan grand prix (F1)" terang ibu empat anak tersebut.

Setahun berselang, Najah Yusuf dikenai hukuman tiga tahun penjara. Dalam putusan pengadilan, hakim menyatakan ia bersalah karena mencemarkan nama baik negara, melukai kepentingan, dan merusak citra kerajaan Bahrain di luar negeri.

Sebagai bukti kejahatan Najah Yusuf, hakim mengutip unggahannya di Facebook yang mengkritik Formula Satu.

Sang aktivis menekankan, "di Bahrain, unggahan seperti itu dianggap sebagai ancaman keamanan nasional".

Rabu (27/3/2019) menjelang Grand Prix Bahrain akhir pekan ini, 15 pihak menandatangani surat kepada Presiden FIA, Jean Todt, dengan tuntutan pembebasan segera Najah Yusuf. Termasuk di antara pihak-pihak ini adalah Human Rights Watch (HRW) dan Bahrain Institute for Rights and Democracy (BIRD).

Tidak hanya menyurati FIA sebagai pengelola Formula 1, pihak-pihak tersebut juga berupaya melakukan tekanan kepada pembalap, misalnya Lewis Hamilton.

"Jika F1 tidak bertindak, kami harus berbicara dengan orang-orang seperti Lewis Hamilton. Kita harus menatap matanya dan berkata, ‘Lewis, apakah pantas mendapatkan jutaan paun dan berdiri di atas podium yang mungkin ada di belakang Najah?'," terang Lord Scriven dari HRW yang aktif membela Najah Yusuf.

"Kurang dari 24 kilometer jauhnya ada seseorang yang dipenjara dan ditindak dengan kekerasan. Anda, Lewis, memiliki tanggung jawab moral jika kepemimpinan Anda tidak mau menerimanya," tambahnya.

Baca juga artikel terkait F1 2019 atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Otomotif
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Fitra Firdaus