tirto.id - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad mengkritisi soal rencana pemekaran Papua. Sebab, kata Kamrussamad, rencana itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah tentang moratorium pemekaran dan penggabungan wilayah sejak 2014.
"Kami juga harus memperhatikan kondisi keuangan negara saat ini," kata Kamrussamad di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).
Menurut Kamrussamad, khusus Papua dalam aturannya pemekaran harus mendapatkan rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Hal itu sesuai dengan Undang-Undang 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Kamrussamad juga menilai pemekaran provinsi di Papua melanggar hukum jika moratorium daerah otonom baru (DOB) belum dicabut.
Ia pun berharap pemerintah pusat segera intensifkan dialog dengan MRP serta komponen masyarakat lainnya sebelum mengambil kebijakan ini. Kamrussamad mengingatkan upaya pemekaran Papua jangan sampai justru menjadi muncul konflik baru di Bumi Cenderawasih.
"Jika Papua mau dimekarkan tanpa mencabut moratorium kami tidak menemukan dasar hukum dan cenderung menimbulkan diskriminasi bagi daerah yang mengajukan DOB," ungkap Kamrussamad.
Wacana pemekaran provinsi di Papua berawal saat Presiden Jokowi bertemu dengan tokoh-tokoh Papua.
Kala itu, para tokoh Papua meminta bumi Cenderawasih terbagi hingga 5 provinsi selain Papua dan Papua Barat. Namun, Presiden Jokowi menyetujui pemekaran Papua terbagi atas 2-3 wilayah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan idealnya ada tiga provinsi lagi di Papua. Namun, anggaran yang terbatas membuat pemerintah pusat hanya bisa menyetujui penambahan dua provinsi lagi.
Dua calon provinsi baru itu adalah Papua Selatan dan Papua Pegunungan Tengah.
Papua Selatan bakal mencakup Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, dan Kota Merauke. Adapun Papua Tengah mencakup wilayah adat Meepago dan La Pago.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz