tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengusulkan penambahan pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Usulan yang diberikan terkait pasal pidana rekayasa kasus.
Pasal tersebut mengatur bial ada pihak, baik dari penegak hukum atau bukan yang merekayasa kasus dengan menciptakan, membuat atau memalsukan alat bukti yang dengan alat bukti itu seolah-olah seseorang melakukan tindak pidana.
“Maka yang membuat tersebut dengan ancaman pidana,” kata Arsul dalam rilis tertulis pada Rabu (9/11/2022).
Arsul menyebut usulan tambahan pasal pidana rekayasa kasus berasal dari fraksinya karena adanya aduan mengenai rekayasa kasus dalam proses tindak pidana.
“Ada seseorang dituduh melakukan perbuatan kejahatan dengan alat bukti yang difabrikasi atau istilahnya fabricated evidence. Yang sering terdengar dalam kasus narkoba," jelasnya.
Ia menegaskan pasal ini akan menjadi pengawas bagi aparat penegak hukum. Sehingga mereka tidak berani melakukan rekayasa perkara atau kasus.
“Hingga saat ini tidak ada tindak pidana yang bisa dikenakan kepada penegak hukum seandainya melakukan rekayasa kasus semacam itu, karena tidak ada pasal pidana yang secara spesifik mengaturnya,” kata Arsul.
Arsul menjelaskan, sebelumnya ada sejumlah usulan dari elemen masyarakat sipil mengenai pasal pidana rekayasa. Salah satu usulan ancamannya apabila melanggar pasal tersebut dapat dipenjara paling lama lima tahun.
“Setiap orang yang memalsukan bukti-bukti, atau membuat bukti-bukti palsu yang dimaksudkan untuk dipergunakan dalam proses peradilan diancam karena pemalsuan bukti dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori V," terangnya.
Selain itu, ada ancaman pidana maksimal 7 tahun bila dilakukan oleh pejabat negara. Kemudian apabila perbuatan tersebut ditujukan agar seseorang yang seharusnya tidak bersalah dapat dinyatakan bersalah oleh pengadilan atau dengan maksud agar seseorang yang akan diadili dalam proses peradilan pidana, maka akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari yang seharusnya diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz