Menuju konten utama

Film Pendek Ji Dullah, Sebuah Gambaran Politik Indonesia

Film pendek Ji Dullah menjadi representasi kecil dari situasi politik di Indonesia. Film ini merekam kebiasaan umum para politikus.

Film Pendek Ji Dullah, Sebuah Gambaran Politik Indonesia
Film Pendek Ji Dullah. youtube/Empatbelas Project

tirto.id - Film pendek yang berjudul “Ji Dullah” relevan dengan situasi Indonesia saat ini yang akan mendekati pesta demokrasi Pilkada serentak di seluruh Indonesia. Film pendek ini menjadi gambaran bagaimana calon pemimpin menggunakan segala cara agar terpilih dan mengalahkan lawannya yang dikemas dengan jenaka dan menyentil.

Film ini sangat relate dengan kehidupan berdemokrasi di Indonesia khususnya saat adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) atau pemilihan umum (pemilu).

Film pendek ini menceritakan seorang pria yang baru saja pulang menunaikan ibadah haji ditawari oleh tetangganya yang dipanggil dengan nama Yon untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa. Status sosial yang disandang oleh pria yang bernama Abdullah Yasin atau biasa dipanggil tetangganya Ji Dullah (Haji Dullah) tersebut menjadi sebuah kelebihan tersendiri yang menjadikan pria tersebut percaya diri untuk mencalonkan kepala desa.

Ji Dullah akhirnya tergoda dengan tawaran kekuasaan tersebut. Jika ia menang dalam pemilihan, ia akan mendapatkan sawah seluas 20 hektar karena menjabat kepala desa.

Ji Dullah digambarkan berpenampilan layaknya seorang yang religius dengan menggunakan sarung, baju koko, peci, dan membawa tasbih saat bepergian. Selain itu, Ji Dullah memakai kaca mata hitam dan berjenggot. Sedangkan tetangga yang menawari Haji Dullah untuk mencalonkan kepala desa memiliki penampilan rapi dengan menggunakan baju kancing, celana panjang, dan peci.

Ji Dullah tidak mempunyai kekayaan yang berlebih. Bahkan untuk makan enak pun susah ia dapatkan. Namun ia mempunyai istri setia yang menemani kehidupan sehari-harinya. Istrinya terkadang jengkel dengan kelakuan Ji Dullah yang tidak bisa berhemat. Karena perilaku itulah mereka terkadang hanya makan nasi dengan garam.

Setelah Ji Dullah mendaftarkan diri sebagai calon kepala desa, ia mendatangi 'orang pintar' di desanya yang bernama Margono atas saran tetangganya. Ia bermaksud menanyakan bagaimana cara untuk menang dalam pemilihan kepala desa. Ji Dullah disarankan untuk mengadakan kampanye keliling kampung, pesta rakyat, dan membagikan uang kepada warga.

Saran dari Margono pun dilaksanakan oleh Ji Dullah dengan uang seadanya. Cara-cara tersebut sudah Ji Dullah lakukan, tetapi ia terlihat tidak percaya diri atau minder dengan lawan calonnya yang mempunyai kekayaan yang cukup banyak untuk mengadakan kampanye lebih besar daripada Ji Dullah lakukan. Selama berkampanye, Ji Dullah ditemani oleh Yon.

Akhirnya Ji Dullah dan Yon kembali mendatangi Margono untuk meminta saran yang lebih jitu untuk memenangkan pemilihan tersebut. Margono menyarankan untuk melakukan “Serangan Fajar” atau membagi-bagikan uang kepada warga dengan mendatangkan langsung warganya dan meminta untuk memilih Ji Dullah pada saat pemilihan.

Akhir cerita, Ji Dullah kalah dengan lawannya dalam pemilihan tersebut. Meski begitu, Yon kembali mendatangi rumah Ji Dullah dan menawari Ji Dullah untuk mencalonkan jabatan lebih tinggi yaitu bupati.

Film ini diproduksi pada tahun ini (2020) oleh Program Studi Telivisi dan Film Universitas Jember. Film yang disutradarai oleh Alif Septian sudah mendapatkan beberapa penghargaan. Penghargaan tersebut yaitu Official SelectionJogja-Netpac Asian Film Festival 2017, Official Selection Brawijaya Movie Exhibition 2017, Official Selection Psychology Film Festival 2017, Official Screening Kineforum, Jakarta Program “Gemar Film Pendek-Komedi” 12 November 2017. 3rd Winner Festival Video Edukasi Kemdikbud 2017.

Baca juga artikel terkait FILM PENDEK atau tulisan lainnya dari Aditya Priyatna Darmawan

tirto.id - Film
Kontributor: Aditya Priyatna Darmawan
Penulis: Aditya Priyatna Darmawan
Editor: Agung DH