tirto.id - Di Desa Krasak, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, ada semacam anomali pada Sabtu siang 14 Oktober 2023 lalu. Di bawah tatapan sengit matahari yang sedang galak-galaknya, saat suhu udara mencapai 37 derajat Celsius, sejumlah warga malah bersemangat mengikuti lomba olah pangan, alih-alih berdiam di rumah.
Seorang laki-laki dengan topi koki dari kertas karton warna-warni buatannya sendiri, tinggi topinya kurang lebih 30 sentimeter, terlihat asyik membuat cah kangkung. Di depannya, seorang perempuan yang lebih muda sibuk merebus ayam. Di seberang meja mereka, sepasang laki-laki dan perempuan lain sedang menggoreng lele. Salah satunya cekatan menyiapkan aneka bumbu.
“Kami mau bikin lele kuah kuning,” ujar yang laki-laki.
Selain cah kangkung dan lele kuah kuning, ada juga yang membuat ayam bakar, ayam goreng, ayam sambal ijo, urap, tahu goreng dan lain-lain, lengkap dengan sambal dan lalapannya. Menariknya, sebagian besar bahan yang digunakan pada lomba olah pangan itu dihasilkan dari wilayah Desa Krasak. Sebagian warga memang memelihara ayam dan lele, serta menanam tomat, wortel, aneka sayuran dan cabai di halaman rumah sendiri maupun di kebun bersama.
Di bawah naungan tenda terpal, kesibukan membuat dan menyiapkan berbagai hidangan sama sekali tak membuat para peserta terbebani untuk saling melempar guyon. Keakraban semacam inilah yang membuat siang terik itu terasa istimewa. Semacam keteduhan emosional di tengah musim kemarau tak berkesudahan.
Selepas ashar, suasana lebih riuh lagi. Panitia dibantu segelintir warga menyiapkan bancaan. Puluhan porsi nasi dan beragam lauk pauk disajikan di tengah lapangan, dikemas dalam alas daun pisang. Saat warga menyantap makanan itu bersama-sama, tak pelak, suasana guyub terasa menyeruak dari pusat Desa Krasak.
Seperti bahan-bahan pada lomba olah pangan, semua hidangan yang disajikan pada bancaan juga dihasilkan dari dalam wilayah Desa Krasak. Inilah sedikit bukti bahwa desa ini tergolong tangguh pangan.
Lomba olah pangan dan bancaan hanya dua dari serangkaian acara Festival Pangan Desa Krasak 2023. Dari pagi hingga tengah hari, sarasehan digelar. Lalu selepas bancaan, arak-arakan gunungan hasil bumi dan pemutaran film pendek dilangsungkan. Penampilan grup kethoprak Anggono Budhoyo dari Magelang di-set sebagai penutup acara, dilaksanakan malam hari.
Dengan mengangkat kisah mengenai sejarah Desa Krasak lengkap dengan kearifan lokal serta cerita pangannya, pertunjukan kethoprak ini berhasil menarik ratusan pengunjung.
“Seluruh kegiatan dilaksanakan oleh teman-teman karang taruna. Saya berharap, setelah Festival Pangan selesai, kegiatan warga dan terutama anak-anak muda dalam mempelajari potensi pangan lokal tidak berhenti,” ujar Andreas Kristianto alias Kris, petani Desa Krasak.
Pernyataan Kris beralasan. Festival Pangan Desa Krasak 2023 hanyalah fenomena puncak gunung es dari serangkaian kegiatan kolaboratif antara Karang Taruna dan Pemerintah Desa Krasak, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Koalisi Sistem Pangan Lestasi (KSPL)–afiliasi dari Food and Land Use (FOLU) Coalition–dan Perkumpulan Lestari Mandiri (LESMAN).
Beberapa bulan lalu, semua pihak di atas terlibat dalam riset neraca pangan di Desa Krasak, serta menggelar serangkaian aktivasi untuk memantik minat anak muda menjadi petani. Hasil riset disajikan dalam bentuk infografik, dipajang di lorong bambu yang didesain sebagai gerbang masuk venue kegiatan Festival Pangan Desa Krasak 2023. Adapun produk kegiatan aktivasi, antara lain berupa pameran fotografi dan jurnal dengan tema warisan dan cerita pangan desa.
Desa Krasak Desa Tangguh Pangan: Contoh Terkecil Regionalisasi Sistem Pangan
Bukan tanpa alasan KRKP dan KSPL mendampingi Karang Taruna dan Pemerintah Desa Krasak melakukan riset neraca pangan. Salah satu poin dalam dalam naskah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 menyatakan, eco-regionalisasi sistem pangan berdasarkan sumber daya dan kearifan lokal merupakan suatu pendekatan pemerintah untuk mendukung transformasi sistem pangan.
Masalahnya, konteks regionalisasi tersebut masih terus berkembang dan membutuhkan studi lebih dalam, terutama di skala mikro seperti perdesaan. Sebab itulah KRKP dan KSPL menginisiasi studi neraca pangan di Desa Krasak untuk melihat implementasi regionalisasi sistem pangan yang dapat menjadi model percontohan regionalisasi sistem pangan di skala nasional.
“Hasil dari studi tersebut menggambarkan Desa Krasak sebagai desa tangguh pangan yang dapat memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, sehingga tidak terpengaruh lonjakan harga beras yang disebabkan oleh produksi yang menurun dampak el-nino,” ungkap Koordinator Nasional KRKP Said Abdullah.
Dengan masa panen tiga kali setahun, produksi beras Desa Krasak mencapai 826,57 ton per tahun. Sementara jumlah konsumsinya hanya 361,55 ton per tahun. Dengan begitu, dalam perkara memenuhi kebutuhan beras, Desa Krasak mengalami surplus.
Meski demikian, untuk sumber pangan lain yang digemari warga Krasak, misalnya lele, neracanya justru defisit. Konsumsi ikan lele di Desa Krasak mencapai 11,32 ton per tahun, sementara nilai produksinya hanya 0,9 ton. Kondisi defisit pangan semacam itulah yang kemudian dicarikan solusinya bersama-sama oleh KRKP, KSPL, serta Karang Taruna dan Pemerintahan Desa Krasak.
“Area pertanian kering di Desa Krasak mencapai 107,19 hektar. Ketersediaan lahan seluas itu mestinya bisa dimanfaatkan untuk produksi pangan lain, misalnya dengan cara membuat kolam lele,” tambah Said saat berbincang dengan tirto, Minggu (14/10).
Said juga menerangkan, lewat Festival Pangan Desa Krasak 2023, KRKP dan KSPL ingin mengajak semua pihak, terutama pemerintah dan warga desa, untuk lebih memperkuat sistem pangan. Hal itu bisa dilakukan dari tingkat desa, dan menjalar ke level nasional.
“Festival ini seharusnya menjadi cermin bagi kita semua, baik pada tingkat desa maupun nasional bahwa pilihan memperkuat sistem pangan yang berbasis sumber daya lokal adalah keharusan. Belajar dari Krasak, kita bisa melihat bahwa desa-desa yang ada di seluruh Nusantara ini memiliki potensi dan kekuatan untuk menjaga ketahanan pangannya. Jika sistem pangan desa-desa kuat, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional juga akan kuat,” pungkas Said.
Senada dengan Said, Kepala Sekretariat KSPL Gina Karina menyatakan, dalam perkara sistem pangan, pihaknya berharap bahwa apa yang dilakukan Karang Taruna dan Pemerintah Desa Krasak bisa menginspirasi desa lainnya. Dan dalam konteks yang lebih besar: skalanya bisa di-eskalasi ke tingkat regional, bahkan nasional.
“Penyelenggaraan Festival Pangan ini diharapkan dapat mendorong peran serta petani, kelompok wanita tani, pejabat desa, dan pembuat kebijakan di kabupaten maupun nasional dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Boyolali, khususnya di Desa Krasak melalui pembangunan di sektor pertanian,” tutur Gina.
Pernyataan Gina berdasar. Pada kegiatan sarasehan yang dilangsungkan pagi hari, selain Said Abdullah dari KRKP, pembicara lainnya adalah Dhian Mujiwiyati (Kepala Bidang Ketersediaan Distribusi dan Cadangan Pangan DKP Boyolali), Wiji Handayani (Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali), Andreas Kristianto (petani Desa Krasak), dan Jarot Indarto (Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS).
Jarot Indarto mengapresiasi kegiatan Festival Pangan Desa Krasak 2023. Menurutnya, penyelenggara berhasil mendudukkan perwakilan petani dan pemerintah, dari tingkat lokal hingga nasional, dalam satu forum yang sama. Tantangan ketahanan pangan yang dihadapi warga Desa Krasak dan masyarakat Indonesia ke depan memang penting didiskusikan dan dicarikan solusinya bersama-sama.
Menurut Jarot, kegiatan semacam itu mesti terus dijaga demi mewujudkan kedaulatan pangan.
“Transformasi pangan tidak cukup hanya melibatkan sektor pertanian. Kita pun memerlukan kesiapan yang dimulai dari keterlibatan pemuda dan pemudi. Kami mengapresiasi KRKP, KSPL, LESMAN, dan rekan-rekan lainnya yang sudah bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa kita bisa melakukan transformasi dengan bersama-sama,” ujar Jarot.
Tantangan Menjaring Petani Muda
Melibatkan generasi muda untuk mewujudkan kedaulatan pangan memang niscaya, sekaligus pekerjaan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Di Desa Krasak, hasil riset membuktikan, dengan mayoritas penduduk ada di rentang usia 40-60 tahun, 87% masyarakat yang bekerja sebagai petani juga didominasi oleh kalangan berusia 40 tahun ke atas.
Salah satu tujuan dilangsungkannya Festival Pangan Desa Krasak 2023 adalah mengenalkan pentingnya sistem pangan lokal kepada generasi muda—di samping mengompori mereka agar tergerak untuk terlibat aktif di sektor pertanian.
Menarik anak muda menjadi petani tentunya bukanlah perkara sederhana. Jurnal Cerita dan Warisan Pangan yang dibikin 12 anak muda penduduk Desa Krasak menunjukkan betapa minimnya minat mereka terhadap sektor pertanian.
Ameldha, misalnya, dengan tegas menyebut bahwa menjadi petani bukanlah cita-citanya. Ia berpendapat, menjadi petani bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi, juga memerlukan banyak pengalaman dan modal yang besar, sedangkan hasilnya kadang kala tidak memuaskan.
“Tapi tidak menutup kemungkinan saya menjadi petani karena memiliki lahan meskipun hanya sedikit.”
Ungkapan di atas ditulis dalam jurnal sederhana yang isinya berupa tulisan dan foto bertema pangan dan pertanian. Produk dari kegiatan workshop fotografi yang dilaksanakan penyelenggara Festival Pangan Desa Krasak 2023 dengan menggandeng Arkademy Project sebagai mentor.
Bagi pembaca, foto-foto dan teks bikinan para peserta itu menunjukkan betapa dekatnya hubungan mereka dengan pertanian dan pangan, namun untuk sampai menjadi pelaku—petani—sungguh bagai api jauh dari panggangan.
Rekomendasi Riset Neraca Pangan
Lepas dari fakta di atas, di mata Kris, tantangan yang kerap ia hadapi sebagai petani adalah melekatnya sistem pertanian gaya lama yang masih dilakukan oleh para petani dari generasi lebih muda. Hal demikian berlaku sebab cara petani Desa Krasak menggarap lahan dilakukan lewat tradisi atau kebiasaan yang berlangsung turun-temurun.
“Pola pemupukan menggunakan pestisida, misalnya, adalah warisan dan kebiasaan lama. Padahal, kondisi tanah saat ini sudah krisis zat hara. Kita mesti mulai menggunakan pupuk organik,” ungkap Kris.
Ikhtiar mengenalkan pupuk organik kepada petani Desa Krasak dilakukan Kris dengan membagikan pupuk organik buatannya sendiri. Secara mandiri, Kris belajar membuat pestisida nabati dan pupuk organik jenis lainnya, demi memangkas ketergantungan petani akan pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan.
Selain masifnya penggunaan pupuk kimia dan krisis petani muda, tentu ada masalah lain yang dihadapi para petani di Desa Krasak. Masalah-masalah itulah yang kemudian disoroti oleh KRKP dan KSPL, terutama dalam kaitannya dengan rencana program kerjasama lanjutan bersama Karang Taruna dan Pemerintah Desa Krasak.
Dalam dokumen Diseminasi Hasil Neraca Pangan di Desa Krasak 2023, KRKP dan KSPL merekomendasikan tiga hal agar aktivitas pertanian di Desa Krasak ke depannya menuai hasil yang lebih menggembirakan.
Pertama, melakukan pendampingan kepada petani dan Kelompok Wanita Tani terkait manajemen usaha tani. Kedua, memberikan pelatihan terkait pembenihan mandiri dan pembuatan pupuk organik. Terakhir, mengusahakan adanya forum diskusi antara petani dan pendamping untuk mendiskusikan masalah dan memberikan solusi.
Kris menyambut baik rekomendasi di atas. Menurutnya, kerja-kerja pendampingan dan advokasi kepada para petani penting dilakukan agar program yang sejak awal tahun dilaksanakan oleh KRKP dan KSPL tetap berlanjut. “PR masih banyak. Jangan sampai setelah Festival Pangan Desa Krasak 2023 selesai, program-program lain yang lebih penting selesai juga,” pungkas Kris.
Sejarah Desa Krasak, sebagaimana tampak pada lakon kethoprak yang dibawakan kelompok Anggono Budhoyo, tak lepas dari cerita tentang Ki Ageng Wonokusumo. Alkisah, pada masanya, pengembara keturunan Majapahit itu membangun perkampungan di sebuah tempat bernama Wonotoro, dan ia mengalami kesulitan air.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Ki Ageng Wonokusumo melakukan berbagai macam tirakat. Hasilnya, atas petunjuk Syeikh Maulana Maghribi, terbentuklah Sendang Siraman. Sumber air yang tak hanya menghidupi lahan-lahan pertanian di Wonotoro, tapi juga menjadi berkah bagi desa-desa sekitar seperti Krasak dan Papringan.
Semangat itulah yang hendak ditularkan penyelenggara Festival Pangan Desa Krasak 2023. Belajar dari kerja keras dan kesungguhan Ki Ageng Wonokusumo dalam mencari air, menjaga dan merawat kearifan lokal juga perlu dilakukan agar berbagai macam kebaikan dan keberkahan selalu mengaliri kehidupan seluruh warga.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis