tirto.id - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah tidak mempersoalkan wacana revisi film Penumpasan PengkhianatanG30S PKI yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Fahri menilai, rencana tersebut bisa menjadi pintu terlaksananya rekonsiliasi sejarah 65.
“Kalau Presiden memahami ini, inilah waktu untuk merekonsiliasi negara kita. Tidak seharusnya Presiden itu partisan dalam isu-isu begini. Harus menjadi jalan tengah dari persoalan,” kata Fahri, di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Menurut Fahri, akibat kesalahpahaman sejarah tersebut banyak konflik horizontal yang terjadi di masyarakat. Salah satunya kericuhan yang terjadi di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Minggu malam hingga Senin (18/9/2017) dini hari kemarin.
“Capek dong. Kapan ini akan berakhir. Yang bisa mengakhirinya Presiden. Pertama perbaiki narasinya. Kedua dialog. Termasuk bikin film itu untuk mendialogkan,” kata politisi PKS ini.
Sebagai pimpinan DPR, Fahri menyatakan lembaganya mendukung upaya revisi film PengkhianatanG30S/PKI. Fahri menilai, hal tersebut akan membuka peluang terjadinya perdebatan yang sekaligus bisa meredam konflik akibat perbedaan persepsi sejarah 65 di masyarakat.
“Nanti para sejarawan itu analisa, oh ini adegan di Lubang Buaya itu tidak benar. Berdebatlah jangan berantem,” kata Fahri mencontohkan.
Fahri menuturkan, bisa saja film Penumpasan PengkhianatanG30S/PKI hasil revisi di era Presiden Jokowi ini berbeda dengan versi yang dibuat oleh Arifin C. Noer saat era Presiden Soeharto atau Orde Baru berkuasa. “Suruh saja Diknas [Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan] itu bikin,” kata Fahri.
“Di lingkaran Pak Jokowi ini kan banyak pemain film, vlogger, bikin aja gak apa-apa. Asal jangan larang-larang,” kata Fahri.
Baca juga:Soal Nobar Film G30S PKI, Jokowi: Lebih Baik Buat Versi Baru
Berbeda dengan Fahri, Wasekjen DPP PPP, Ahmad Baidowi meminta agar revisi film Penumpasan PengkhianatanG30S/PKI tidak mengubah substansi yang ada dalam film yang dibuat oleh rezim Orde Baru.
“Sepanjang untuk meningkatkan kualitas filmnya, tanpa mengubah substansi, saya kira tidak ada masalah. Intinya jangan sampai ada pembelokan sejarah. Dan ditegaskan bahwa gerakan PKI itu nyata dan berbahaya,” kata Baidawi saat dihubungi Tirto melalui pesan Whatsapp, Selasa (19/9/2017).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PAN, Taufik Kurniawan menyatakan soal revisi film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI merupakan wewenang pemerintah. Karena itu, Taufik menyatakan dirinya tidak mempersoalkan hal tersebut.
“Tentunya kan ada lembaga sensor. Sensor kan tidak hanya terkait tentang pornografi dan lain-lain, tapi juga materi juga menjadi kewenangannya,” kata Wakil Ketua DPR RI ini, di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa.
Meski demikian, Taufik tetap meyakini bahwa cerita yang ada di dalam film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI versi lama merupakan sebuah hal yang nyata. Ia menyebut PKI telah melakukan pemberontakan dan kekejaman kemanusiaan.
“Bahwasannya PKI itu melakukan kejahatan kemanusiaan, itu iya. Saya sampaikan banyak hal yang terjadi, penistaan agama yang luar biasa, pembakaran Alquran, santri-santri, ustaz-ustaz dibunuhi semua. Itu adalah fakta real, bukan karangan,” kata Taufik.
Baca juga:Pakar Sejarah Sebut Masyarakat Sudah Cerdas Menilai Film G30S/PKI
Sebagai informasi, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI adalah judul film dokudrama propaganda Indonesia tahun 1984 yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer. Film ini diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp800 juta kala itu yang disponsori oleh rezim Orde Baru, Presiden Soeharto.
Seperti dikutip Antara, pada September 1998, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengumumkan film tersebut dihentikan peredaran dan pemutarannya karena berbau rekayasa sejarah dan mengultuskan seorang presiden.
Setelah sekian tahun tidak tayang, film G30S/PKI ini rencana akan diputar ulang pada 30 September mendatang. TNI AD telah mengirim surat edaran ke seluruh jajarannya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menyatakan menonton film tersebut adalah penting. Ia bahkan mengusulkan adanya pembuatan film dalam format yang baru agar anak generasi sekarang lebih mudah memahaminya.
"Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Jokowi usai meresmikan Jembatan Gantung Mangunsuko, di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, (18/9/2017) siang, seperti dilansir setkab.go.id.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz