tirto.id - Nilai tukar atau kurs rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot. Mata uang Garuda juga sempat menembus level Rp 15.000 per dolar AS.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kondisi itu dapat menimbulkan kekhawatiran peningkatan kenaikan biaya impor atau imported inflation terutama pangan.
"Sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga ditingkat konsumen. Tapi ketika beban biaya impor sudah naik signifikan akibat selisih kurs maka imbasnya ke konsumen juga," kata Bhima kepada Tirto, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Lebih lanjut, Bhima menuturkan pelemahan nilai tukar juga akan berpengaruh terhadap cadangan devisa [cadev]. Di mana, arus modal keluar akan lebih tinggi diikuti oleh kinerja ekspor komoditas yang mulai terkoreksi.
"Kondisi rupiah perlu jadi perhatian karena pelemahan rupiah bisa picu berbagai ekses negatif ke perekonomian. Ada perfect storm atau badai yang sempurna sedang mengintai ekonomi Indonesia," katanya.
Sementara itu, salah satu alasan pelemahan rupiah karena Bank Indonesia masih menahan suku bunga. Ditahannya suku bunga acuan membuat spread imbal hasil US Treasury dengan surat utang SBN semakin menyempit. Idealnya suku bunga sudah naik 50 basis poin sejak The Fed melakukan kenaikan secara agresif.
"Rupiah secara psikologis berisiko melemah ke Rp15.500 hingga Rp16.000 dalam waktu dekat. Tekanan akan terus berlanjut dan tergantung dari respon kebijakan moneter," tandasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin