tirto.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pagi ini, Rabu (9/4/2025) mengalami pelemahan.
Melansir dari data Bloomberg pada pukul 09.19 WIB, nilai rupiah anjlok di level Rp16.957 per dolar AS atau melemah 66 poin atau 0,39 persen dibandingkan pada penutupan rupiah di hari sebelumnya, Selasa (8/4/2025) di Rp16.891 per dolar AS.
Direktur Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menilai melemahnya nilai rupiah pagi ini merupakan dampak dari tarif AS yang dikenakan pada Indonesia sebesar 32 persen.
Pasalnya, di tengah tekanan yang diberikan oleh Amerika terhadap Cina, negara tersebut tidak gentar sedikit pun dan bahkan membalas dengan memberikan tarif kepada AS sebesar 34 persen, sama dengan tarif yang diberikan oleh Amerika kepada Cina.
“Alih-alih Amerika percaya diri Tiongkok akan bekerja sama, Amerika justru murka karena Tiongkok bertingkah. Tapi inilah yang dilakukan oleh Tiongkok sebagai negara yang sedari dulu merasakan bagaimana diinjak oleh Trump, namun tidak pernah menyerah untuk melawan balik dan mampu berdiri ditengah tekanan,” jelas Nico dalam analisisnya, Rabu (9/4/2025).
Pada akhirnya, Nico menjelaskan bahwa hal ini membuat Trump mendesak dan memaksakan untuk mengenakan tarif sebesar 104 persen kepada barang-barang dari Cina, yang justru memberikan ombak pesimistis bagi pelaku pasar dan investor bahwa perang tarif akan semakin meluas dan dalam.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga tembus Rp17.000 masih dalam batasan normal.
“Dengan tadi rupiah yang kita diduga takut lebih dari 17.000, sebenarnya ini juga masih dalam batas-batas yang normal sehingga itu juga bisa menjadi bagian penyerapan daripada tarif yang dibebankan oleh pemerintah Amerika,” ujar Luhut di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Menurutnya, melemahnya rupiah merupakan dampak dari penerapan tarif impor AS yang dibebankan pemerintah AS kepada Indonesia yang hingga 32 persen.Dia juga mengatakan Indonesia akan mampu menghadapi kebijakan tersebut asalkan seluruh elemen masyarakat saling mendukung dalam menghadapi perang dagang.
Kemudian, dia pun memberi peringatan akan dampak perang dagang global dalam skala besar, lantaran dirinya memprediksi akan terjadi tekanan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia, terutama second round effect dari perlambatan ekonomi Cina.
“Terutama second round effect dari perlambatan ekonomi Tiongkok yang kita tahu ekonomi Tiongkok sampai hari ini juga belum membaik seperti yang mereka harapkan,” katanya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Bayu Septianto