Menuju konten utama

Betulkah Kata Prabowo, Harga Pangan Terkendali Selama Ramadhan?

Presiden Prabowo Subianto mengklaim, baru kali ini harga pangan terkendali setelah bertahun-tahun. Benarkan terkendali?

Betulkah Kata Prabowo, Harga Pangan Terkendali Selama Ramadhan?
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengarahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025).ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/sgd/Spt.

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto mengklaim, baru kali ini harga pangan terkendali setelah bertahun-tahun. Bahkan, ketika banyak negara mengalami kekurangan pasokan pangan, Indonesia justru berhasil mencapai surplus telur.

Kondisi ini pun membuat tak hanya harga telur lebih terjangkau, namun juga Indonesia berhasil mengekspor komoditas telur.

“Di mana banyak negara kekurangan beras, di mana banyak negara harga pangan menjelang. Bahkan, di negara yang terbesar dan terkaya di dunia, sekarang telur itu langka. Alhamdulillah kita sudah ekspor telur sekarang, kita surplus telur dan telur turun harganya sekarang,” ujar dia, saat menghadiri panen raya padi bersama di Randegan Wetan, Jati 7, Majalengka, Jawa Barat, Senin (7/4/2025).

Klaim harga pangan stabil kembali disampaikannya orang nomor satu di Indonesia itu saat bertemu dengan tujuh jurnalis dari tujuh media nasional di kediamannya, di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/3/2025).

Kata Prabowo, demi menjaga harga pangan tetap terkendali selama periode Ramadhan hingga Hari Raya Idulfiri 1446 Hijriah, dia selalu menelpon Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, setiap malam. Hal ini juga dilakukannya untuk memastikan pasokan berbagai komoditas pangan tetap mencukupi selama hari besar keagamaan tersebut.

“Hampir tiap malam saya telpon Menteri Pertanian, bagaimana harga daging hari ini? (Harga dan stok) Gabah Kering Panen (GKP) berapa?” katanya, dalam wawancara tersebut, dikutip Selasa (8/4/2025).

 Prabowo Subianto

Presiden Prabowo Subianto usai melayat Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang Mgr Petrus Turang di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Jumat (4/4/2025). tirto.id/naufal

Menurutnya, memastikan stok dan harga pangan stabil penting dilakukan untuk menjaga agar Indonesia terhindar dari krisis pangan seperti yang pernah terjadi pada tahun 1960-an.

Kendati saat ini harga pangan terkendali, namun Prabowo mengingatkan agar para punggawanya, terutama Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, beserta jajaran menteri di bawahnya untuk menjaga agar harga beberapa komoditas pangan seperti daging, telur dan susu dapat tercapai dalam satu tahun ke depan. Dus, kebutuhan protein masyarakat dapat tercukupi dengan harga terjangkau ke depannya.

"Rakyat kita sekarang harus bisa menikmati protein dalam harga yang sangat terjangkau. InsyaAllah dalam satu tahun kita akan mencapai itu," tutur Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Sementara itu, Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan alias Zulhas, menjelaskan bahwa terkendalinya harga pangan saat momen Ramadhan dan Lebaran 2025 tak lepas dari upaya pemerintah untuk menggenjot produksi hingga membenahi jalur distribusi lewat kebijakan yang tepat. Tidak hanya itu, kebijakan yang tepat menurutnya dapat dirumuskan berkat pengalaman di masa lampau untuk menghadapi lonjakan harga pangan.

Untuk harga komoditas minyak goreng misalnya, menurut Zulhas tabil karena adanya pasokan lebih banyak dari pengusaha. Kendati, realisasi Domestic Market Obligation (DMO) yang berfungsi untuk memastikan pasokan Minyakita masih relatif terbatas, padahal kebutuhan Minyakita selama Ramadhan dan Lebaran 2025 cukup banyak. Hal ini lah yang kemudian membuat harga Minyakita lebih tinggi dibandingkan minyak-minyak goreng non subsidi.

“Intinya, kemarin itu kita belajar dari pengalaman yang lama. Memang pasar itu dipenuhi dulu (stoknya). Karena kalau kita mengadakan bazar, pasarnya kurang, nah itu akan berbahaya. Itu kuncinya. Saya kira, (stok) pasar kemarin dipenuhi,” jelas Zulhas, saat acara halalbihalal di Kantor Kemenko Bidang Pangan, di Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).

Suara Keluhan Masyarakat

Alih-alih terkendali, harga pangan selama Ramadhan dan Lebaran 2025 justru membuat Lia Maghfiroh (39) sakit kepala. Bagaimana tidak, demi merasakan nuansa Lebaran, ia harus merogoh kocek hampir Rp500 ribu untuk membuat tiga hidangan: opor ayam, sambal goreng ati dan rendang. Padahal, saat H-1 Lebaran, ia hanya mendapat dua ekor ayam berbobot tak lebih dari 3 kilogram (kg), daging sapi khas dalam 1 kg, kelapa berukuran cukup besar 2 butir dan ukuran kecil 1 butir, bumbu dapur, ketupat matang, kentang 1 kg, dan 7 pasang hati dan ampela ayam.

Lia merinci, untuk 1 ekor ayam berukuran sedang setidaknya dihargai Rp45 ribu, naik sekitar Rp10 ribu dari harga normal. Sedang untuk harga daging sapi khas dalam mencapai Rp160 ribu per kg, dari sebelumnya hanya di kisaran Rp130 ribu per kg. Parahnya, kelapa berukuran besar dibelinya dengan harga Rp30 ribu per butir dan Rp20 ribu untuk kelapa berukuran kecil. Padahal, di hari-hari biasa, masing-masing harga kelapa dengan dua ukuran itu hanya di kisaran Rp23 ribu dan Rp8-10 ribu.

“Itu bumbu udah pakai yang jadi. Nggak beli cabai, bawang merah, bawang putih mentah. Kayaknya kalau sama cabai-cabaian, bawang-bawangan bisa lebih kali. Gila emang ini harga (pangan) sekarang,” keluh Lia, kepada Tirto, Selasa (8/4/2025).

Pascalebaran, harga berbagai bahan pangan masih saja tinggi, meski diakuinya untuk beberapa komoditas telah mengalami penurunan. Harga bawang merah dan bawang putih misalnya yang tadi pagi dibelinya dengan harga masing-masing Rp25 ribu per 1/2 kg-nya. Artinya, untuk 1 kg bawang merah dan bawang putih dibanderol dengan harga di kisaran Rp50 ribu, turun dibanding saat H+2 Lebaran yang masih sebesar Rp100 ribu untuk bawang merah dan Rp80 ribu untuk bawang putih.

Pun, dengan cabai keriting merah yang 1/4 kg dijual dengan harga Rp20 ribu dan setidaknya Rp80 ribu per kg, turun dari sebelumnya yang senilai Rp100 ribu. Sedangkan untuk 1/4 kg cabai rawit masih sebesar Rp35 ribu. Artinya, 1 kg cabai rawit merah masih dihargai sekitar Rp140 ribu, melandai dari yang sebelumnya sempat menyentuh Rp150 ribu. Meski begitu, harga dua jenis cabai itu masih saja sangat pedas.

Kenaikan harga pangan jelang lebaran

Pedagang melayani pembeli berbagai kebutuhan pangan di pasar tradisional Lamdingin, Banda Aceh, Aceh, Kamis (27/3/2025). Menjelang perayaan tradisi Meugang dan hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah sejumlah bahan pangan seperti cabai merah serta bawang merah mengalami kenaikan antara Rp10.000 hingga Rp15.000 per kilogram akibat banyaknya permintaan dan minimnya pasokan. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/nz.

“Padahal serumah pada doyan pedas. Makanya, tadi belanja bawa Rp150 ribu tuh kayak nggak dapat apa-apa. Cuma cabai merah (keriting), rawit (merah), bawang merah, putih seons-seons. Sama bayam dua ikat, terus jagung manis satu, tempe satu papan. Mumet dah sekarang kalau belanja,” kata penghuni Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Pasar Rumput, Setiabudi, Jakarta Selatan itu.

Hal serupa dikeluhkan pula oleh pengusaha warung Tegal (Warteg), Mukroni. Menurut laki-laki yang juga Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) itu menilai, harga berbagai komoditas pangan, utamanya semua jenis cabai, bawang merah dan bawang putih, hingga kelapa memang cukup stabil. Namun, stabil tinggi. Dalam hal ini, jika ada penurunan, hampir tak terlihat.

“Ada beberapa harga yang cukup tinggi, seperti kelapa yang harganya sampai Rp40 ribu per butir, cabai sudah tinggi sebelum Lebaran,” kata Mukroni, kepada Tirto, Selasa (8/4/2025), sembari menjelaskan bahwa tingginya harga bahan-bahan pangan masih terjadi di Pasar Tebet Barat, Jakarta Selatan.

Bahkan, ketika daya beli masyarakat masih melanjutkan tren pelemahan, pemerintah belum sepenuhnya menjaga harga pangan tetap aman dan terkendali. Padahal, menurut Mukroni, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga stabilitas harga bahan pangan pokok agar tetap terjangkau oleh masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.

“Pemerintah juga perlu menjaga daya beli masyarakat dengan mencegah kenaikan harga pangan yang drastis. (Lalu) melindungi petani dari harga jual yang terlalu rendah saat panen melimpah, dan menjaga stabilitas ekonomi karena harga pangan memengaruhi inflasi dan kesejahteraan sosial,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Direktur Center for Sustainable Food Studies Universitas Padjadjaran, Ronnie S Natawidjaja, stok dan harga pangan memang masih aman dan terkendali. Namun, itu tidak berarti terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR) atau kelompok miskin.

Kondisi inilah yang kemudian membuat daya beli masyarakat tak kunjung membaik. Kondisi ini tercermin dari penurunan tingkat inflasi (disflasi) yang terjadi pada Maret 2025, yang sebesar 1,03 persen secara tahunan (year on year/yoy). Inflasi tersebut lebih rendah dari yang terjadi di Februari 2025 yang sebesar 3,05 persen (yoy).

“Stabil ya, tapi stabilnya harga di atas, hingga banyak yang menjerit dan harus prihatin, termasuk masyarakat kelas menengah juga terbebani, sehingga daya belinya turun, maka tingkat konsumsi nasional drop dibanding tahun sebelumnya,” jelas Ronnie, saat dihubungi Tirto, Selasa (8/4/2025).

Apa Penyebab Harga Naik?

Lonjakan harga bahan-bahan pangan yang sudah terjadi sejak sebelum Ramadhan ini, menurut Ronnie disebabkan oleh tidak terkoordinasinya rantai pasok pangan. Padahal, jika antara kebutuhan konsumsi dengan kemampuan atau waktu produksi, pergudangan, hingga kuota impor dapat diatur serta disesuaikan, gejolak harga pangan dinilai tidak akan terjadi.

Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk mengatur dan menata manajemen rantai pasok pangan nasional ini. Salah satunya, melalui pembangunan jaringan foodhub di setiap pulau dan sentra-sentra produksi serta konsumsi. Kendati, upaya ini membutuhkan perencanaan jangka panjang dan terencana.

“Manajemen rantai pasok pangan nasional kita berantakan dan tidak tertata. Yang tertata rantai pasok pangannya hanya rantai jaringan ritel modern, yang jaringan pasar tradisional layaknya hukum rimba dan biaya transaksinya tinggi,” tuturnya.

Parahnya, para pejabat negara, khususnya yang bertanggungjawab terhadap pangan cenderung membuat kebijakan instan dan hanya dilakukan dalam jangka pendek saja. Mengatasi masalah pasokan dengan impor misalnya.

Padahal, impor hanya dapat mengatasi masalah yang terjadi di hulu atau saat masa produksi saja. Sedangkan agar komoditas pangan dapat sampai ke konsumen dengan harga terjangkau, membutuhkan upaya yang lebih panjang dari sekadar impor karena memerlukan rantai pasok yang andal dan efisien. Pastinya, masalah juga tidak bisa hanya dirampungkan dengan mengucurkan bantuan pangan seperti beras murah saja.

“Tapi, kalau kemungkinan kekurangan tersebut sudah diantisipasi beberapa tahun sebelumnya, maka solusinya bisa tidak usah impor, tapi mengatur masa tanam petani antardaerah agar produksi bisa tersedia sepanjang tahun,” sambung Ronnie.

Lonjakan harga saat momen Ramadhan dan Idulfitri memang sudah seperti penyakit menahun yang kambuh setiap tahun. Kendati, komoditas seperti beras dan Minyakita cenderung stabil.

Inflasi Agustus 2024 di NTT

Pedagang beras menyiapkan dagangannya di Pasar Oesapa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (18/9/2024). Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur mencatat pada Agustus 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 1,22 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebasar 105,09. ANTARA FOTO/Mega Tokan/sgd/Spt.

Berdasar data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras medium pada Selasa (8/4/2025) di zona 1 dijual dengan harga Rp13.163 per kg, Rp14.065 per kg di zona 2 dan Rp15.864 per kg di zona 3. Sedangkan secara nasional, harga beras medium masih sebesar Rp12.500 per kg.

“Walaupun kenaikannya masih dalam batas terkendali, namun tetap saja mengalami kenaikan,” kata Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, kepada Tirto, Selasa (8/4/2025).

Dalam jangka pendek, gejolak harga pangan bisa diatasi dengan operasi pasar (OP) yang selama ini dijalankan oleh Kementerian Perdagangan dan Bapanas.

“Salah satu hal penting, saya pikir karena pemerintah menjalankan peran dalam menjaga harga dengan kesiapsiagaan operasi pasar,” tambahnya.

Selain itu, beberapa komoditas penting seperti beras juga tengah memasuki masa panen raya. Sehingga, harga cenderung turun.

Pada saat yang sama, Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga menjalankan tugasnya dengan baik untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai komoditas pangan, sehingga berpengaruh positif terhadap stabilitas pasokan dan harga pangan.

Namun, terlepas dari itu, sebagai solusi jangka panjang jelas pemerintah perlu memikirkan solusi yang lebih konkrit ketimbang impor.

“Ke depan, upaya penguatan stok terutama dari dalam negeri, pengawasan dengan pelibatan publik luas serta penegakan hukum saya pikir perlu terus ditingkatkan. Mengingat situasi iklim yang tidak menentu, yang bisa menyebabkan kegagalan produksi dan bisa berujung pada kenaikan harga,” tegas Said.

Baca juga artikel terkait LONJAKAN HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang