tirto.id - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Manokwari resmi menetapkan Yahya Himawan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana terhadap AGT, istri salah satu pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manokwari, Papua Barat. Yahya dijerat dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati setelah membunuh dan memutilasi korban.
Kepala Polresta Manokwari, Kombes Pol Ongky Isgunawan, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan yang menguatkan pelanggaran terhadap Pasal 340, Pasal 338, dan Pasal 365 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Tersangka berniat melakukan perampokan di rumah korban sejak hari Minggu (9/11/2025), dan Senin (11/11/2025) pukul 10.00 WIT tersangka beraksi," ujar Ongky di Manokwari, sebagaimana dikutip Antara, Kamis (13/11/2025).
Peristiwa tragis itu terjadi pada Senin (10/11/2025) sekitar pukul 12.30 WIT, ketika korban berada seorang diri di rumah. Saat kejadian, sang suami tengah bekerja di kantor.
Ketika pulang pada sore hari, suami korban mendapati rumah dalam keadaan rapi, tapi istrinya tak ada. Sang suami mencoba menelpon, tapi tak ada jawaban. Menyadari suasana rumahnya terasa janggal, dia pun melapor ke Polresta Manokwari bahwa istrinya hilang.
Kurang dari 24 jam, tim gabungan Kepolisian Daerah Papua Barat dan Polresta Manokwari berhasil menangkap YH. Kepala Polresta Manokwari, Ongky Isgunawan, di Manokwari, Selasa sore, mengatakan pelaku ditangkap kurang dari 24 jam setelah polisi menerima laporan peristiwa tindak pidana perampokan pada Senin (10/11/2025) pukul 18.00 WIT.
"Ini merupakan hasil kerja cepat tim gabungan dalam menindaklanjuti laporan tindak pidana tersebut. Saya ucapkan turut berduka cita," kata Ongky sebagaimana dikutip Antara, Rabu (12/11/2025).
Kepolisian menyebut rencana perampokan itu dipicu karena tersangka menghabiskan upah sebagai buruh renovasi rumah di kawasan Reremi Puncak sebesar Rp3,3 juta untuk judi online pada Sabtu (8/11/2025). Karena kehabisan uang, dia kemudian berencana merampok rumah korban yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari lokasi renovasi.
Yahya pernah bekerja di rumah korban selama lebih dari seminggu untuk memasang keramik dapur sehingga cukup hafal kondisi rumah dan lingkungannya. Berbekal pengetahuan itu, tersangka datang dengan dalih menanyakan kondisi keramik yang dikabarkan mulai rusak.
"Tersangka pernah pasang keramik di rumah korban lebih dari satu minggu. Sehingga, tersangka hafal situasi lingkungan dan keadaan rumah korban," ucap Ongky.
Karena sudah mengenal pelaku, korban tidak menaruh curiga dan mempersilakannya masuk untuk mengecek bagian dapur. Saat berjalan di belakang korban, tersangka tiba-tiba mengeluarkan pisau dan mengancam agar korban menyerahkan uang sebesar Rp1 juta.
"Waktu korban persilakan masuk, tersangka yang berjalan dari belakang korban langsung keluarkan pisau lalu ancam korban serahkan uang Rp1 juta," ujarnya.
Korban sempat berbalik dan berteriak, membuat pelaku panik. Yahya mendorong tubuh korban hingga terjatuh dan sempat tak sadarkan diri beberapa detik. Begitu korban sadar dan berusaha melawan, pelaku menikam bagian depan tubuhnya sebanyak tiga kali, sambil membekap mulut korban hingga meninggal dunia.
"Tersangka coba hilangkan jejak dengan membersihkan darah dan simpan tubuh korban dalam boks plastik," kata Ongky.
Setelah korban dipastikan tak bernyawa, Yahya memasukkan jasadnya ke dalam kontainer plastik berwarna pink. Dia kemudian memanfaatkan gawai milik korban untuk memesan jasa mobil angkut barang, yang digunakan untuk memindahkan jasad tersebut.
Sebelum meninggalkan rumah, Yahya sempat membersihkan lokasi kejadian agar terlihat seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Barang-barang milik korban seperti ponsel, laptop, kamera mini, jam tangan, tablet, dan dompet turut dibawa bersama jasad korban ke lokasi rumah yang sedang direnovasi.
“Ada dua tempat kejadian perkara (TKP). TKP pertama rumah korban dan TKP kedua itu tempat tersangka melakukan renovasi. Jasad korban dimutilasi lalu dimasukkan ke dalam septic tank di TKP kedua,” ujar Ongky.
Rumah kosong tempat pembuangan jasad korban berada sekitar 300 meter dari rumah korban. Polisi sempat mengerahkan anjing pelacak untuk mencari jejak pada Senin siang pukul 13.00 WIT, tapi hasilnya nihil hingga akhirnya jasad korban ditemukan setelah pelaku ditangkap.
Polisi menduga jejak digital pelaku terungkap karena dia menggunakan ponsel korban untuk memesan mobil pikap, yang kemudian menjadi petunjuk utama hingga akhirnya Yahya Himawan ditangkap.
Upaya Pemerasan
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Manokwari, AKP Agung Gumara Samosir, mengungkapkan bahwa tersangka juga sempat menggunakan akun Instagram korban untuk meminta uang tebusan sebesar Rp10 juta kepada suami korban.
Aksi pemerasan itu terjadi pada Senin (10/11/2025) sekitar pukul 18.00 WIT, setelah korban dilaporkan hilang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Manokwari.
"Tersangka minta uang tebusan ke suami korban, tapi tidak dikirim," ucap Agung.
Kepolisian, kata dia, masih melakukan pengembangan untuk memastikan ada atau tidaknya pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Penyelidikan juga difokuskan pada penelusuran rekam jejak tersangka.
"Supaya bisa diketahui apakah tersangka pernah melakukan tindak kejahatan serupa di tempat lain atau tidak," kata Agung.
Ragam Faktor Pemicu
Guru Besar Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Adrianus Meilala, menilai bahwa kasus pembunuhan disertai mutilasi yang dilakukan Yahya Himawan tidak bisa semata-mata dijelaskan melalui faktor tekanan ekonomi akibat judol.
Menurutnya, dalam perspektif kriminologi, selalu ada sejumlah faktor lain yang berasosiasi dengan munculnya perilaku ekstrem seperti itu.
Adrianus menjelaskan bahwa terdapat faktor pendorong dan faktor pencetus dalam tindakan kekerasan ekstrem. Faktor pendorong bisa berasal dari kepribadian atau temperamen pelaku, sedangkan faktor pencetus dapat berupa respons atau tindakan korban yang memicu emosi pelaku hingga kehilangan kendali.
“Pasti ada hal-hal lain yang berasosiasi dengan perilaku ekstrem tersebut. Ada yang mendorong [misalnya temperamen pelaku], ada pula yang menjadi pencetus [misalnya respons korban yang menyulut emosi pelaku],” ujarnya saat dihubungi Tirto, Kamis (13/11/2025).
Terkait aspek psikologis di balik tindakan mutilasi, Adrianus menekankan bahwa hal utama yang perlu diperhatikan adalah tindakan pembunuhannya. Dia menjelaskan bahwa mutilasi umumnya bukan merupakan ekspresi sadisme, melainkan cara pelaku untuk menghindari tanggung jawab hukum dengan berusaha menghilangkan jejak dan menyulitkan proses identifikasi korban.
“Yang terpenting itu pembunuhannya. Mutilasi adalah cara untuk menghindari tanggung jawab hukum saja,” ujarnya.
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
Masuk tirto.id


































