Menuju konten utama

Duduk Perkara 5 Remaja Bunuh Bocah 13 Tahun di Deli Serdang

Usai membunuh korban, mereka merekayasa kejadiannya seolah kecelakaan untuk menutupinya.

Duduk Perkara 5 Remaja Bunuh Bocah 13 Tahun di Deli Serdang
Ibu almarhum MI (13) memperlihatkan foto anaknya pada Kamis (21/8/2025). MI merupakan korban pembunuhan berencana yang dilakukan sekelompok remaja di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara (dokumentasi keluarga korban).

tirto.id - Sore itu, Sabtu (12/4/2025), Dicky Andrian baru saja pulang dari ladang. Rumahnya berada di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Sesaat tiba, MI (13) langsung menghampiri dan meminjam sepeda motornya.

MI adalah bocah lelaki kelas 2 SMP yang merupakan adik bungsu Dicky. Saat itu, MI mengaku lapar dan berencana membeli makanan ke warung yang tak jauh dari rumah. Dicky pun mengizinkan tanpa sadar ada bahaya yang mengintai.

“Setelah tahu saya baru pulang, adik saya lapar dan mau beli nasi. Saya kasih, tapi setelah itu dia tidak pulang-pulang sampai malam,” ujar Dicky kepada kontributor Tirto, Kamis (21/8/2025).

Karena tak kunjung pulang, keluarga memutuskan mencari MI keliling kampung. Namun, hasilnya nihil. Hingga Minggu (13/4/2025) dini hari, MI belum juga balik. Orang tuanya semakin gelisah dan tidak tenang menanti di rumah.

Sekitar pukul 06.00 WIB, keluarga kembali melakukan pencarian ke rumah teman sekolah MI. Di tengah jalan, mereka melihat orang-orang berkerumun di tepi parit. Ternyata, warga menemukan sepeda motor tanpa pemilik.

“Setelah dilihat bapak saya, anaknya ternyata di bawah. Kondisinya sujud di parit dan sepeda motornya di atas badan, punggungnya ketimpa mesin, sudah meninggal dunia,” ujar Dicky.

Kematian MI yang begitu tragis bukan hanya meninggalkan duka bagi keluarga, tapi juga kecurigaan. Sebab, terdapat luka yang tidak wajar di tubuh MI. Kondisinya bukan seperti korban kecelakaan lalu lintas.

“Lukanya ini janggal. Seperti bekas senjata tajam. Lagian di lokasi kejadian juga tidak ada darah sedikitpun,” ujar Dicky.

Meski curiga, keluarga tidak berniat membawa kasus ini ke ranah hukum. Namun, pengakuan seorang remaja berinisial DRH (15) yang diutarakan selang dua hari setelah penemuan jasad MI mengubah total sikap itu.

DRH sendiri merupakan tetangga sekaligus kakak kelas MI semasa SMP—sekarang, dia sudah duduk di bangku kelas 1 SMA. Jarak rumah mereka hanya beberapa meter.

DRH datang ke rumah keluarga MI dan bercerita tentang adanya keributan geng motor beberapa waktu lalu. Konon, terdapat korban yang disekap dan dua lainnya berhasil melarikan diri. Penuturan itu membuat keluarga MI merasa terpukul. Mereka menduga MI telah menjadi korban tindak kriminal.

Keluarga MI pun langsung melaporkan informasi ini ke Polresta Deli Serdang.

“Sebenarnya kami tidak ada niat melapor, tapi karena cerita DRH tadi, akhirnya kami lapor ke Polres. Itu pun dibolai-bolai kami di SPKT [Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu] selama tiga hari,” ujar Dicky.

Jalan keluarga MI mencari keadilan tidak mulus. Mereka terpaksa bolak-balik ke kantor polisi hanya untuk melaporkan dugaan pembunuhan ini. Laporan keluarga awalnya ditolak Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Deli Serdang. Mereka diarahkan petugas untuk melapor ke Satuan Lalu Lintas (Satlantas). Namun, hingga berbulan-bulan lamanya, tidak ada perkembangan berarti.

Tidak mau diam begitu saja, keluarga MI lantas berinisiatif menggalang dukungan dan menggelar aksi unjuk rasa ke Mapolresta Deli Serdang. Mereka mendesak kepolisian melakukan ekshumasi guna mengetahui apa yang sebenarnya menimpa MI.

Upaya itu akhirnya membuahkan hasil. Kasus ini akhirnya ditangani Satreskrim Polresta Deli Serdang empat bulan setelah peristiwa.

“Setelah ekshumasi itulah baru jelas kalau itu memang korban pembunuhan, barulah diterima di Satreskrim,” ujar Dicky.

Dua hari setelah pelimpahan perkara, tepatnya pada Minggu (10/8/2025) malam, petugas kepolisian menangkap empat tersangka. Satu di antaranya adalah DRH, tetangga korban sekaligus orang yang mengarang cerita bohong tentang keributan geng motor.

Polres Deliserdang juga menciduk DB (15), AS (18), dan MH (20), sementara terduga pelaku lainnya berinisial A saat ini masih buron. Para tersangka diketahui tinggal di desa yang sama dengan korban.

Kronologi Peristiwa

Berdasarkan penyidikan polisi, pembunuhan MI direncanakan DB lantaran sakit hati pada korban. DB menghubungi DRH dan meminta bantuannya untuk mengintai MI yang tak lain tetangganya sendiri.

Pada Sabtu (12/8/2025) sore, DB pergi mengadukan permasalahannya kepada AS. Setelah itu, AS mengajak teman lainnya, yakni MH dan A, untuk berkumpul di suatu tempat. Sekitar pukul 22.30 WIB, mereka memperoleh informasi dari DRH bahwa MI akan melintas.

“DRH mendapat informasi keberadaan korban akan melintas di Jalan Kebun Sayur Gang Pelak, Desa Sekip, dan menghubungi tersangka DB mengatakan ‘Target masuk’,” ujar Kasatreskrim Polresta Deli Serdang, Kompol Risqi Akbar, dalam konferensi pers Rabu (20/8/2025) lalu.

Mendengar informasi itu, DB beserta kawan-kawan lantas bersiap melakukan penghadangan. Tak lama berselang, MI akhirnya tiba. Pada Sabtu (12/8/2025) sekitar pukul 23.00 WIB, korban melintas berboncengan dengan dua orang menggunakan sepeda motor. Kendaraan mereka lalu dihentikan oleh MH. Tanpa basa-basi, MH langsung memukul wajah serta dada korban hingga tersungkur.

Di tengah kemelut yang terjadi, DRH datang dan menutup mulut MI sampai tubuhnya lemas. Sementara dua teman korban kabur menyelamatkan diri. Setelah tak berdaya, MI dibawa MH ke semak-semak diikuti oleh DRH, AS, dan DB. Sementara itu, A menyembunyikan sepeda motor korban agar tidak terlihat pengendara yang melintas.

Setibanya di semak-semak, MH menghempaskan tubuh MI ke tanah. Dia memerintahkan DRH memeriksa kondisi korban dengan mengecek nadi dan menampar pipinya. Mengetahui MI masih hidup dan bergerak, MH mengambil sebilah pedang samurai dan langsung membacok kepala korban sebanyak dua kali. Tindakan serupa juga dilakukan tersangka AS ke lehernya.

Selesai MH dan AS, giliran DB dan A yang melakukan penyiksaan. DB memukul wajah serta mematahkan tangan kiri korban, sedangkan A melemparkan sebongkah batu ke perutnya. Mereka lalu mengatur siasat untuk menutupi kejahatan ini.

Pertama, mereka memandikan jasad serta membersihkan sisa-sisa darah di sekitar lokasi pembunuhan MI. Setelah itu, para tersangka menyalakan sepeda motor korban lalu menabrakkannya ke tembok di sekitar parit. Dengan begitu, mereka yakin kematian MI akan disangka kecelakaan sepeda motor. Ide ini muncul dari tersangka MH.

Menurut Kompol Risqi, pembunuhan MI dilandasi sakit hati tersangka DB terhadap korban karena sering mengejek-ejek nama orang tuanya.

“Pembunuhan berencana atau melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan korban meninggal dunia ini berawal dari tersangka inisial DB yang sakit hati terhadap korban di mana korban sering mengejek orang tua tersangka DB,” ujar Kompol Risqi.

Dalam kasus ini, kepolisian menyita sejumlah barang bukti, antara lain beberapa helai pakaian, batu, pedang samurai, dan sejumlah unit sepeda motor serta ponsel.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 KUHP Subs 80 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup dan paling lama 20 tahun.

Motif Tersangka Diragukan

Dicky amat terkejut mengetahui salah satu tersangka pembunuh adik kandungnya adalah DRH (15). Dicky sama sekali tidak menyangka DRH tega ikut menghabisi nyawa MI.

“Kami tidak menyangka juga karena si DRH yang memberi tahu informasi, tapi dia pula yang ikut melakukan pembunuhan ini,” ujar Dicky.

MI adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Orang tuanya bekerja serabutan—kadang bertani, kadang bekerja sebagai kuli bangunan. Di mata keluarga, MI merupakan anak yang baik, rajin, dan jarang keluyuran jauh.

Oleh karena itulah, keluarga meragukan motif pembunuhan MI ini didasari sakit hati tersangka lantaran nama orang tuanya diejek. Keluarga justru curiga nyawa MI dihabisi karena persoalan asmara.

“Kalau menurut kami, ini masalah perempuan. Ini masih selidiki. Kami cari informasi sendiri tentang masalah perempuan tadi, ini benar atau tidak,” ujar Dicky.

Selain meragukan motif mereka, Dicky juga curiga para tersangka mengarang cerita soal MI berboncengan dengan dua temannya saat peristiwa terjadi. Sejauh ini, keluarga sama sekali tidak mengetahui siapa kedua orang yang dimaksud. Begitu pula dengan teman-teman sekolah MI.

“Menurut saya, itu bohong. Mungkin yang dua orang itu ikut merencanakan juga,” ujar Dicky.

Terpisah, kuasa hukum keluarga korban, Boyle Sirait, berpendapat bahwa pasal pembunuhan berencana yang ditetapkan penyidik Polresta Deli Serdang terhadap para pelaku sudah tepat. Bukti-bukti yang dikantongi petugas juga layak menjadi pertimbangan hakim agar nantinya menjatuhkan hukuman mati.

“Pasalnya sudah tepat karena yang dewasa sudah merencanakannya. Kami minta ancamannya hukuman mati dan seumur hidup,” ujar Boyle.

Daftar Tebal Anak Korban Kekerasan

Kasus pembunuhan MI itu menambah tebal daftar korban kekerasan terhadap anak di Sumatera Utara. Sepanjang 2024 saja, terdapat 1.822 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 362 korban merupakan anak laki-laki.

Mayoritas korban laki-laki itu adalah remaja berusia 13–17 tahun atau masih sekolah. Mereka mengalami bermacam kekerasan, mulai dari kekerasan seksual, kekerasan fisik, hingga kekerasan psikis.

Jumlah kasus ini diperkirakan tidak jauh berbeda pada 2025 ini. Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat sudah terdapat 1.029 kasus sampai Agustus 2025.

Kota Medan menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak, yakni 146 kasus. Disusul Kabupaten Deli Serdang sebanyak 104 kasus, Kabupaten Asahan 102 kasus, dan Kabupaten Langkat 98 kasus.

Kini, MI sudah tiada. Namun, keluarga korban akan terus memperjuangkan keadilan untuknya. Karena telah melakukan pembunuhan yang begitu sadis, Dicky berharap para tersangka kelak diganjar dengan hukuman mati.

“Kami berharap dihukum mati. Karena, sesuai dengan apa yang mereka lakukan, menghilangkan nyawa orang dan sekejam itu mereka menyiksa korban,” ujar Dicky mengakhiri.

Baca juga artikel terkait KASUS KEKERASAN ANAK atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - News Plus
Kontributor: Nanda Fahriza Batubara
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Fadrik Aziz Firdausi