Menuju konten utama

Drama Turki yang Menghipnotis Dunia

Turki tidak hanya punya drama perseteruan Erdogan dan Gulen. Negeri ini juga drama opera sabun yang kini sedang “menjajah” berbagai belahan dunia.

Drama Turki yang Menghipnotis Dunia
Shehrazat 1001 Malam [Foto/Youtube.com]

tirto.id - Tahun lalu, sebelum kudeta meletus di Turki, sebagian penonton televisi Indonesia pernah disihir oleh drama Turki. Dengan pemeran yang cantik dan tampan serta cerita penguras air mata, drama Turki berhasil membuat para penonton di Indonesia terhipnotis.

Model cerita macam itulah yang digemari sebagian penonton drama Indonesia. Karena alasan itu pula ANTV mengimpor “Shehrazat 1001 Malam” dan “Abad Kejayaan”. SCTV dengan “Elif”, Trans TV dengan “Cinta di Musim Cherry”, sementara RCTI dengan “Gang Damai”.

Turki memang serius menyebar drama-drama mereka ke seluruh penjuru dunia. Ketua Kamar Dagang Istanbul Turki, İbrahim Caglar, kepada Daily Sabah, 6 Oktober tahun lalu pernah menyampaikan target pasar drama televisi menyasar ke negara-negara besar di dunia. "Distributor kami mencoba untuk memasuki pasar besar seperti Indonesia, Malaysia, India dan Cina," kata Caglar.

Caglar serius. Turki memang keranjingan melakukan ekspansi sinetron mereka, sejak drama “Noor” dapat menyihir Arab pada 2008 lalu. Di luar perdebatan para ulama Arab Saudi yang menilai opera sabun itu mengajarkan sekulerisme ala Turki, Noor diterima para pemirsa televisi di sana.

Tidak hanya di Indonesia dan Arab, opera sabun Turki kini merambah Amerika Latin—yang konon disebut sebagai penghasil telenovela. Ibtimes 9 Februari silam melaporkan keluarga-keluarga di Argentina dan Chili bahkan telah mulai menamai anak-anak mereka seperti nama tokoh drama Turki kegemaran mereka.

Setidaknya enam seri telah memecahkan rekor pemirsa di Amerika Latin, dan drama Turki sekarang mengisi slot prime-time di sejumlah negara, termasuk Chili dan Argentina. Tahun ini diprediksi akan menjadi tahun yang subur untuk industri drama Turki.

Kepada Ibtimes, professor studi media di Universitas Istanbul, Asli Tunc menyampaikan analisanya tentang fenomena drama Turki. Menurutnya, melodrama Turki adalah fenomena baru yang hanya muncul dalam dekade terakhir.

"Mereka mulai di Republik Turki, kemudian ke Balkan, kemudian ke Timur Tengah, dan sekarang Amerika Latin. Itu tersebar di seluruh dunia ... tapi [Amerika Selatan] memiliki produksi dalam negeri mereka sendiri, jadi mengapa mereka mengimpor drama Turki? " kata Tunc tak habis pikir.

Mengaduk Emosi Meraup Untung

Tunc benar, drama Turki mulai menjajah Amerika Selatan mulai tahun 2014, ketika "1001 Nights" (di Indonesia ditayangkan dengan judul “Shehrazat 1001 Malam”) ditayangkan di TV Chili. Dengan cepat drama ini menjadi tontonan paling diminati seantero Chili. Bahkan setelah sukses di Chili, drama ini ditayangkan di Brazil, Peru, Uruguay, Bolivia, Paraguay, Ekuador, Kolombia dan Kosta Rika dan dijadwalkan segera disiarkan di Republik Dominika, Nikaragua, Guatemala, El Salvador, Panama dan Honduras.

Dengan persebaran luas itu, di industri drama global, Turki menjadi salah satu yang terdepan setelah Amerika Serikat. Industri drama telah menjadi satu komoditas penting bagi Turki. Pada satu dekade lalu, menurut laporan Ibtimes, ekspor serial drama Turki meraup sekitar 1 juta dolar AS per tahun. Pada 2015 angkanya melonjak hingga 350 juta dolar AS.

Para distributor drama Turki bahkan lebih ambisius lagi. Mereka menarget drama Turki dapat ditayangkan di lebih dari 100 negara dan pada 2017 mendatang pendapatannya bisa mencapai 100 miliar dolar AS.

Ambisi itu realistik. Media Turki, Yenisafak edisi bahasa Inggris pada Mei 2016 lalu melaporkan saat ini ekspor serial TV Turki sudah mencapai lebih dari 90 negara yang diproduksi oleh sekitar 80 rumah produksi. Pemerintah Turki sendiri menarget volume ekspornya bisa mencapai 2 miliar dolar AS pada 2023.

Target ambisius itu, menurut laporan Yenisafak, terkait dengan upaya pemerintah Turki untuk mendongkrak sektor pariwisata. Para penggemar drama Turki di seluruh dunia diharapkan tertarik untuk melakukan perjalanan ke Turki.

Para peneliti dari universitas ternama di Turki (Suleyman Sah University, Massey University, dan Marmara University) di jurnal Tourism Manajemen (2013) mengungkap bahwa memang ada korelasi positif antara penyebaran drama dan jumlah kunjungan wisata ke Turki. Selain itu, dukungan bebas visa kunjungan ke Turki juga memengaruhi jumlah kunjungan wisatawan tersebut.

Laporan dari Reuters Juni kemarin mengukuhkan kebenaran penelitian itu. Serdar Ali Tabet, salah satu pengusaha agen perjalanan di Turki berani mengeluarkan anggaran sebesar 3 juta dolar AS untuk bisa menayangkan drama “Big House” di stasiun TV Al Arabiya.

"Sebagai seorang eksekutif pariwisata, saya mulai memikirkan strategi untuk meningkatkan sektor ini. Saya punya ide membuat serial drama untuk pasar Arab," kata Tabet kepada Reuters.

Tabet mengakui idenya terinspirasi oleh drama "Noor", yang sempat booming pada 2008 silam. Drama itu diperkirakan ditonton 85 juta pemirsa

Dengan strategi itu Tabet berharap para saudagar-saudagar kaya di tanah Arab piknik dan membelanjakan uangnya di Turki. Upaya ini, kata Tabet, untuk menghidupkan lagi sektor wisata Turki yang terpuruk dalam 17 tahun terakhir. Sejak serangkaian serangan bom dan hubungan yang memburuk antara Turki dan Moskow, saat pesawat perang Rusia dijatuhkan di Ankara, tingkat hunian rata-rata hotel turun hampir 70 persen secara nasional.

Drama Turki dan Politik Kebudayaan

Namun tujuan penyebaran drama Turki, ke tanah Arab terutama, bukan semata untuk tujuan wisata. Di balik drama itu ada misi terselubung yakni politik kebudayaan. Politik kebudayaan ini sebenarnya sudah dimulai sejak Erdogan berkuasa pada 2002 silam.

Noha Mellor, seorang profesor media Arab di University of Bedfordshire di Inggris menyampaikan drama Turki telah memengaruhi perubahan sosial di Arab. Setelah drama Turki populer di Timur Tengah, perempuan dan gadis-gadis remaja sudah mulai mengenakan jilbab gaya Turki, demikian Ibtimes melaporkan.

Pada tahap yang paling parah, ada laporan dari wanita Arab berniat menceraikan suami mereka setelah kecanduan drama Turki, karena drama itu menawarkan kebebasan bagi wanita yang menghabiskan sebagian waktu mereka di rumah.

"Mereka menarik, terutama bagi perempuan," kata Mellor. "Kita bisa menjadi modern tanpa kehilangan bagian konservatif agama kita ...”

Opera sabun Turki ini, kata Mellor, sesuai dengan selera khalayak Arab, menggabungkan dunia modern, gaya hidup mewah dengan nilai-nilai konservatif, semua itu tak dapat diberikan oleh drama serial televisi asal Amerika dan Amerika Latin.

Sementara dalam bukunya, “Political Islam and Global Media” (2016), Noha Mellor menulis, “Beberapa konseler Masalah dan Solusi keluarga sampai mengeluarkan lelucon, opera sabun Turki mengguncang beberapa rumah tangga di dunia Arab. Tokoh Muhanad dalam drama seri Noor yang ganteng, atletis dan romantis menjadi sosok suami idaman, dan berpengaruh terhadap konflik rumah tangga.”

Namun beberapa media, termasuk, Aljazeera, menilai lain. Persebaran opera sabun merupakan bagian dari agenda yang disengaja pemerintah untuk menyebarkan pengaruh politik Turki ke seluruh penjuru dunia. Pemerintah Turki disebut-sebut telah mendukung industri tersebut dengan memberikan subsidi.

Laporan Aljazeera pada Maret tahun lalu terang-terang menuding bahwa Erdogan ada di balik upaya itu. Partai AKP telah mengakuisisi sejumlah surat kabar dan saluran televisi selama beberapa tahun terakhir. Artinya mereka mendominasi industri televisi Turki—yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Aljazeera menunjukkan bukti drama Turki berjudul “Reaksiyon," yang ditayangkan di Star TV, saluran pro-pemerintah. Cerita drama itu menunjukkan representasi tindakan-tindakan politik pemerintah Turki termasuk “dukungannya” kepada ISIS, dan kebenciannya kepada Amerika dan Rusia.

Kurang lebih setahun setelah laporan Aljazeera itu, konflik drama politik di Turki benar-benar meletus. Kudeta kelompok militer pada Juli kemarin itu menambah panjang episode pertikaian dua sahabat: Gulen-Erdogan dan dunia tertuju kepadanya.

Baca juga artikel terkait DRAMA atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Film
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH