tirto.id - Pengumuman pemenang film terbaik di Oscar tak pernah semeriah, sekaligus serusuh Minggu malam, 26 Februari kemarin.
Malam itu, seperti malam-malam Oscar tiap tahunnya, pengumuman pemenang film terbaik dibacakan paling akhir, sekaligus sebagai puncak acara dan penutup. Faye Dunaway dan Warren Beaty didapuk sebagai pembacanya. Sempat terlihat ragu sesaat, sambil saling tatap cukup lama, akhirnya Dunaway mengumumkan lantang “La La Land!” sebagai pemenang kategori paling bergengsi itu.
Kemenangan La La Land yang sudah diprediksi banyak media di seluruh dunia, tetap disambut sorak-sorai hadirin saat para pembuat film naik ke atas panggung. Suara narator Oscar bahkan membacakan jumlah kemenangan yang La La Land koleksi malam itu, seraya memutar ‘Epilogue’ karya Justin Hurwitz yang menjadi lagu pengiring film itu.
Produser La La Land Fred Berger sempat menyampaikan pidato terima kasihnya, yang kemudian diakhiri dengan, “Kami kalah, omong-omong!”
Mikrofon kemudian direbut Jordan Horowitz, Produser La La Land lainnya. “Ada kesalahan. Moonlight, kalian yang menang film terbaik!” katanya. Di bawah panggung, raut muka para pemain dan pendukung film Moonlight seketika itu juga berubah. Hampir semuanya menganga kebingungan.
Di atas panggung sedikit rusuh. Raut muka Beaty berubah tak enak. Saat Beaty ingin membaca ulang pengumuman yang benar, kertasnya langsung ditarik Horowitz. Ia kemudian memampangkan kertas yang bertuliskan "MOONLIGHT" sebagai film terbaik, “Serius, ini bukan bohongan. Moonlight! Best Picture!” katanya tegas sekali lagi.
Beaty yang merasa tak enak pada para pendukung film La La Land, tetap mengambil waktu untuk menjelaskan kesalahan itu bisa terjadi. “Aku buka amplopnya. Kertas yang kami pegang bertuliskan Emma Stone, La La Land. Itu sebabnya aku menatap Faye dan Anda [hadirin] cukup lama. Itu bukan lelucon. Aku tak bermaksud melucu,” katanya.
Sementara PriceWaterhouseCoopers (PWC), pihak yang menghitung suara sekaligus yang memasukkan nama pemenang Piala Oscar ke dalam amplop, merilis permohonan maaf kepada media. Seperti yang dilansir The Telegraph, PWC menyampaikan permintaan maafnya: “Pembaca nominasi salah diberi amplop kategori, saat kesalahan itu diketahui, kesalahan itu langsung dikoreksi. Kami sendiri masih dalam tahap investigasi bagaimana hal ini bisa terjadi, kami sangat menyesal ini bisa sampai terjadi.”
Tapi, kepada The Telegraph di belakang panggung, aktris Emma Stone juga memberikan klarifikasinya. “Aku menggenggam kartu aktris terbaikku sepanjang waktu. Apa pun yang kaudengar, aku tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Tapi aku mau kalian tahu ini,” kata Emma.
Lalu? Apa mungkin Beaty dan Dunham memang sengaja ‘diarahkan’ untuk salah baca?
Moonlight Sebagai Tanda Oscar Tak Rasis
Tahun 2016 lalu, saat Donald Trump belum terpilih jadi Presiden Amerika Serikat, ajang Academy Awards atau Piala Oscar dijuluki rasis karena tak ada satu orang kulit hitam pun dalam nominasinya. Dipandu Chris Rock, aktor kulit hitam, malam penganugerahan tahun lalu dipenuhi satire yang mengejek betapa rasisnya The Academy.
Seolah ingin memperbaiki citra, tahun ini nominasi-nominasi Oscar memang lebih berwarna. Jimmy Kimmel, pembaca acara tahun ini, bahkan sempat menyindir The Academy dalam monolog pembukanya.
“Kita harusnya berterima kasih pada Presiden Trump, ingat tahun lalu Oscar disebut rasis?” hadirin tertawa. Maksud Kimmel, The Academy rupanya perlu ‘tekanan’ seperti Trump untuk mengintropeksi diri agar lebih luas memasukkan orang-orang ke dalam nominasinya.
Anousha Sakoui di Bloomberg menyebut kemenangan Moonlight sebagai pencapaian terbaik sineas Afrika-Amerika sejak dua tahun terakhir isu rasis menyelimuti Hollywood. Moonlight yang bercerita tentang kisah seorang gay kulit hitam, yang diangkat dari kisah hidup Tarell McCraney, salah satu penulis naskahnya, memang menarik perhatian. Gay dan kulit hitam memang termasuk golongan-golongan yang masih didiskriminasi di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Diangkatnya kisah ini ke layar lebar dianggap sebagai ‘hal baik’ yang perlu diperhatikan The Academy.
Mahershala Ali, pemeran pendukung dalam film itu juga berhasil menang sebagai aktor pendukung terbaik di malam yang sama. Ali, seorang kulit hitam, muslim, dan ahmadiyah pula, memang figur paling cocok untuk diberi lampu sorot Oscar malam itu. Piala yang diperolehnya bukan cuma tanda kalau kemampuan olah perannya memang luar biasa, tapi sebagai bukti kalau The Academy juga melihat bakat pada aktor-aktor dengan latar belakang minoritas.
Malam itu, Moonlight yang mengoleksi delapan nominasi akhirnya berhasil memboyong 3 piala: Naskah Adaptasi Terbaik, Aktor Pendukung Terbaik, dan Film Terbaik. Jumlah ini kecil dibanding yang diperoleh La La Land, film Damien Chazelle yang dipuja-puji semua orang dan sudah mengoleksi lebih dari 200 penghargaan sejak ia bahkan belum dirilis secara global. Dari 14 nominasi, La La Land setidaknya menang enam piala.
Lagi pula, La La Land memang sudah diunggulkan oleh banyak orang sebagai film terbaik. Wajar jika orang-orang tak terkejut saat film ini diserukan Faye Dunham sebagai film terbaik.
Namun, kemenangan Moonlight sebagai film terbaik pun tak terlalu mengejutkan andai insiden salah amplop tersebut tak terjadi. Screen Junkie, sebuah akun parodi film di Youtube yang punya 5 juta subscriber, setidaknya sudah menebak kalau film ini yang akan jadi favorit The Academy dari 9 nominasi yang ada.
“Kisah seorang gay—muda—kulit hitam—yang diangkat dari naskah drama—berdasarkan kisah hidup penulisnya. Semua syarat untuk menang Oscar,” katanya dalam video "Honest Trailer – The Oscars 2017."
Kalau The Academy memang ingin menghapus citra #OscarsSoWhite yang kadung melekat selama dua tahun terakhir, kemenangan Moonlight ditambah insiden salah baca memang sesuatu yang diperlukan.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani