Menuju konten utama

DPR Minta Pemerintah Membenahi Pengelolaan Anggaran Pendidikan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, mendorong pemerintah menata pengelolaan anggaran pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan pembiayaan pendidikan. 

DPR Minta Pemerintah Membenahi Pengelolaan Anggaran Pendidikan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf sebelum mengikuti rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan pagu anggaran pendidikan sepanjang 2024 sebesar Rp660,8 triliun dengan fokus pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan.

Melalui anggaran tersebut, diaktualisasi melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sertifikasi dan beasiswa LPDP, hingga peningkatan sarpras pendidikan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Anggaran pendidikan juga tersalurkan melalui penguatan link and match dengan pasar kerja.

Dengan anggaran yang cukup besar itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, mendorong pemerintah untuk menata pengelolaan anggaran pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan pembiayaan pendidikan di antara perguruan tinggi dan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan pendidikan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR dengan sejumlah eks menteri di Kompleks Parlemen, menyoroti mengenai optimalisasi anggaran pendidikan untuk peningkatan mutu, akses, dan relevansinya.

Lembaga Riset dan Advokasi Kebijakan Publik, The Prakarsa, menyoroti komitmen Mandatory Spending berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 4 yang mengharuskan alokasi 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan.

Namun, anggaran pendidikan tersebut tersebar di berbagai kementerian seperti Kementerian PUPR (0,51 persen), Kementerian Keuangan (0,49 persen), Kementerian Pertahanan (0,43 persen), Kementerian Perhubungan (0,36 persen), dan non-K/L sebesar 7,11 persen.

Peneliti The Prakarsa, Bintang Aulia Luthfi, menyampaikan bahwa anggaran pendidikan yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga juga dapat mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan anggaran untuk prioritas utama.

“Efisiensi anggaran menjadi sangat penting, di mana seharusnya anggaran pendidikan lebih difokuskan pada pengembangan program pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta transfer ke daerah daripada tersebar di kementerian lain yang turut membuat program pendidikan dengan biaya yang besar,” kata Bintang dalam keterangan resmi, Kamis (4/7/2024).

Tak hanya itu, pendidikan yang dikelola oleh selain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi justru banyak dilakukan oleh swasta. Indonesia memiliki jumlah siswa sekolah swasta yang besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sekitar 83 persen sekolah yang ada di bawah Kementerian Agama adalah sekolah swasta.

Berbeda dengan sekolah swasta pada umumnya, sekolah swasta di Indonesia tidak hanya menjadi sekolah mewah bagi kalangan kaya, tapi juga banyak di antaranya yang merupakan sekolah swasta miskin dengan fasilitas yang sangat minim. Sekolah swasta juga ada yang dikelola oleh organisasi masyarakat, seperti organisasi keagamaan.

“Banyaknya jumlah sekolah swasta di bawah Kementerian Agama tidak semuanya merupakan sekolah mewah. Banyak sekolah swasta juga melayani kelas miskin. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa privatisasi pendidikan tidak mengabaikan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat miskin dan tetap memberikan akses pendidikan yang berkualitas untuk semua lapisan masyarakat,” ujar Bintang.

Menurutnya, ketergantungan pada pendidikan swasta menimbulkan tantangan terkait pembiayaan, keterjangkauan, dan jaminan kualitas. Beban biaya pendidikan juga membebani rumah tangga dan siswa, terutama mereka yang berasal dari latar belakang yang kurang mampu.

“Pemerintah harus mengembangkan kriteria alokasi anggaran untuk proyek-proyek pendidikan dan memastikan investasi yang seimbang antara infrastruktur dan kebutuhan operasional untuk menghindari ketidaktransparanan dan ketidakefisienan dalam penggunaan anggaran," kata dia.

Selain itu, Bintang juga menyebut pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak dengan menaikan Tarif Minimum Pajak Global menjadi 25 persen untuk ASEAN sehingga dapat mendorong alokasi anggaran sektor ini lebih tinggi.

Baca juga artikel terkait ANGGARAN PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi