Menuju konten utama

DPR Minta Kapolri Evaluasi Penanganan Lahan di Pulau Rempang

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta Kapolri untuk evaluasi anggotanya dalam proses penanganan pembebasan lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

DPR Minta Kapolri Evaluasi Penanganan Lahan di Pulau Rempang
Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil mendengar penjelasan Bupati Aceh Utara Muhammad Thayeb saat membicarakan persoalan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA), Aceh, Selasa (25/7). ANTARA FOTO/Rahmad

tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil meminta Kapolri untuk mengevaluasi anggotanya dalam proses penanganan pembebasan lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Dirinya menyoroti kinerja kepolisian yang kurang hati-hati, terutama saat berhadapan dengan masyarakat adat yang akan dibebaskan lahannya di Pulau Rempang untuk proyek startegis nasional (PSN) Rempang Eco City.

"Masyarakat adat istilahnya punya tempat dalam struktur sosial dalam desa bahkan nasional. Kita sangat menyayangkan peristiwa itu. Seandainya langkah preventif dan mendeteksi pencegahan lebih awal dilakukan," kata Nasir Djamil saat dihubungi Tirto pada Jumat (8/9/2023).

Dirinya menyayangkan aparat kepolisian yang tidak mengedepankan tindakan persuasif. Sehingga harus berujung pada penembakan gas air mata.

"Perlu kerja sama dengan semua pihak. Seandainya langkah mendeteksi ini dan pencegahan bisa dilakukan dan tidak akan terjadi. Semuanya berjalan dengan damai. Kami sangat sayangkan peristiwa ini terjadi. Apalagi kalau ada penembakan di masyarakat," ungkapnya.

Dia mengingatkan tugas polisi adalah mengamankan dan melindungi masyarakat. Bukan melakukan hal sebaliknya yang mengancam dan membahayakan masyarakat adat.

"Oleh karenanya kami meminta aparat untuk melindungi rakyat. Jadi polisi wajib melindungi rakyat," tegasnya.

Selain itu, Nasir juga meminta Presiden Joko Widodo untuk ikut turun tangan dan menyelesaikan semua permasalahan konflik agraria yang ada di Indonesia.

Dia menilai permasalahan di Pulau Rempang juga imbas dari konflik agraria yang diharapkan dapat selesai sebelum masa jabatan Jokowi sebagai presiden selesai.

"Ini harus segera diselesaikan tenggat waktu 2024. Karena sebaiknya konflik pertanahan harus segera diselesaikan. Kalau tidak ini akan menjadi api dalam sekam dan akan menjadi beban bagi presiden berikutnya," jelasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, saat ini memang di daerah itu memang sedang dilakukan pembebasan lahan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam perihal pembangunan Rempang Eco City di lahan seluas 7.572 hektare.

Namun, klaim jenderal bintang empat itu, ada sekelompok masyarakat menolak rencana pengembangan.

"Terkait Pulau Rempang, sebagaimana kita ketahui bahwa di sana ada kegiatan terkait dengan pembebasan atau mengembalikan kembali lahan milik otoritas Batam yang saat ini dikuasai oleh beberapa kelompok masyarakat," kata Listyo di Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Listyo mengklaim berbagai upaya telah dilakukan mulai dari musyawarah dengan warga setempat telah dilakukan.

Ia juga mengklaim BP Batam telah menyiapkan relokasi dan ganti rugi terhadap lahan yang akan dilakukan pembebasan demi rencana pembangunan Rempang Eco City.

Namun demikian, masih ada sebagian masyarakat menolak hal itu. Karena itu, pada Kamis pagi kemarin pihak kepolisian terpaksa turun untuk melakukan penertiban kepada warga yang menolak.

Diketahui, perusahaan yang mengembangkan proyek Rempang Eco City milik Tomy Winata dengan menggunakan bendera PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha. Pengembangan Rempang baru masuk dalam daftar proyek strategis nasional tahun 2023.

Pengembangan PSN itu bakal berdampak pada 10 ribu warga Pulau Rempang dan Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua. Para warga kampung terancam tergusur dan terusir dari ruang hidup yang telah mereka huni turun-temurun sejak 1843.

Baca juga artikel terkait KOMISI III DPR RI atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Reja Hidayat