tirto.id - Ketua Dewan Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI), Denny Kailimang, meminta Komisi III DPR RI mengatur pembatasan terhadap jaksa dalam melakukan penyidikan. Dia ingin agar ketentuan tersebut diatur dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Denny berpendapat, hanya Kejaksaan Agung yang tak memiliki batasan dalam hal kerja penyidikan dan penuntutan. Imbas tak ada pembatasan, Denny mengatakan, Kejaksaan Agung kerap menjadi penyidik dan penuntut dalam waktu bersamaan dalam banyak kasus, bahkan hal itu diterapkan pada saat proses pengadilan berlangsung.
"Bahwa apa yang terjadi di lapangan, seperti misalnya, jaksa itu kan menjadi seperti penyidik dan penuntut umum. Di dalam praktiknya sering kejaksaan itu sebagai penyidik ikut serta menjadi penuntut umum dalam pengadilan. Ini sering terjadi, dia penyidik, tapi dia diberi tugas lagi menjadi penuntut umum," kata Denny dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR RI, Senin (24/3/2025).
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, mengingatkan bahwa sistem penegakan hukum di Indonesia menganut sistem diferensiasi fungsional sehingga membedakan antara tugas antara penyidikan dan penuntutan.
"Mengenai hubungan koordinasi antara penyidik dan penuntut sudah digariskan dalam KUHP yang lama, bahwa kita menganut diferensiasi fungsional bukan struktural, fungsi penyidikan ada di penyidik dan fungsi penuntutan ada di kejaksaan," kata Romli.
Dia menegaskan bahwa prinsip yang diyakini oleh Kejaksaan bahwa penyidikan bagian dari penuntutan tidak serta-merta membuat korps Adhyaksa memiliki hak untuk melakukan penyidikan di semua kasus.
"Adapun ide-ide Kejaksaan yang mengatakan bahwa penyidikan dari penuntutan tidak serta merta Kejaksaan bisa mengambil alih penyidikan," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher