Menuju konten utama

Dosen Unsyiah Saiful Mahdi akan Ajukan Amnesti ke Jokowi

Menurut Isnur pengajuan amnesti sengaja dilakukan agar Jokowi bisa menghapuskan hukuman tiga bulan penjara terhadap Saiful Mahdi.

Dosen Unsyiah Saiful Mahdi akan Ajukan Amnesti ke Jokowi
Universitas Syiah Kuala. FOTO/commons.wikimedia.org

tirto.id - Dosen Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi siap menjalani tiga bulan penjara dan dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Banda Aceh atas kasus pencemaran nama baik, Kamis (1/9/2021). Ia terlibat kasus hukum lantaran mengkritik proses rekrutmen PNS di kampusnya melalui sebuah pesan WhatsApp yang ditulisnya pada Maret 2019.

Pada 29 Juni 2021, permohonan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung. Mulai 2 September 2021, Saiful Mahdi akan mulai menjalani masa pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan. Kini tim litigasi koalisi advokasi untuk Saiful Mahdi akan mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan penegakan hukum di Indonesia seringkali penuh rekayasa dan peradilan sesat karena orang yang tidak bersalah secara hukum malah diputus bersalah. Hal itu juga tercermin dalam kasus ini.

"Saiful Mahdi sejatinya mengkritik, dia membongkar permasalahan yang tersembunyi dalam rekrutmen PNS," kata Isnur dalam konferensi pers daring 'Amnesti untuk Saiful Mahdi', Kamis (2/9/2021).

Ini merupakan serangan balik kepada Saiful. Bahkan ketika dalam persidangan, ahli dari Kominfo menyatakan bahwa kasus ini tidak bisa dipidana. Saiful Mahdi adalah korban dari sistem UU ITE.

Menurut Isnur pengajuan amnesti sengaja dilakukan agar Jokowi bisa menghapuskan hukuman terhadap Saiful.

"Mengapa tidak Pengajuan Kembali? "Di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, itu seragam. Kami melihat ada konservatisme di peradilan seperti itu," jelas Isnur.

Dia berharap Jokowi dan pemerintah mengabulkan permohonan amnesti tersebut. Sehingga hal-hal yang membungkam kebebasan akademis dan membungkam kebebasan berekspresi tidak terjadi lagi.

Saiful Mahdi dilaporkan oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah karena mengkritisi tes CPNS untuk Dosen Fakultas Teknik Unsyiah pada akhir tahun 2018.

Dalam keterangannya, Saiful tidak berniat mencemarkan nama baik seseorang, namun memberi mengkritik terkait kepentingan publik. Kritik tersebut dibalas dengan tuduhan pencemaran nama baik dan ia dijerat Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

“Dalam kritik ini, Saiful sama sekali tidak menyebutkan nama (atau) menyerang seseorang. Tapi yang disampaikan harusnya Fakultas Teknik melakukan sesuatu dengan sistem yang salah ini sebagai institusi pendidikan tinggi,” terang Syahrul, kuasa hukum Saiful.

Mestinya pihak fakultas tak diam saja ketika ada kesalahan dalam proses perekrutan.

Saiful menemukan ada seorang peserta yang mengunggah berkas yang di luar dari persyaratan, dan orang itu kemudian lulus administrasi. Maka Saiful menyampaikan temuan itu di grup WhatsApp, ia bilang “Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?”

Namun pihak fakultas menganggap ‘dikorup’ itu bermakna korupsi, padahal korup yang dimaksudkan Saiful ialah sistem yang salah. Lantas Dekan Fakultas Teknik melaporkan Saiful ke Polresta Banda Aceh.

Baca juga artikel terkait KASUS UU ITE atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto