Menuju konten utama

Donald Trump Tak "Seburuk" yang Dibayangkan

Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 Donald Trump kemungkinan tak seburuk yang dibayangkan ketika menjalani tugas sebagai presiden menurut pengamatan pengamat politik dari Cato Institute-sebuah organisasi pemikir atau peneliti kebijakan publik AS David Boaz.

Donald Trump Tak
Donald Trump [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 Donald Trump kemungkinan tak seburuk yang dibayangkan ketika menjalani tugas sebagai presiden menurut pengamatan pengamat politik dari Cato Institute-sebuah organisasi pemikir atau peneliti kebijakan publik AS David Boaz.

Sedikit bertolak belakang dengan pengamat politik dari AS tersebut, pakar Politik Internasional Dewi Fortuna Anwar, berpendapat kemenangan Trump sebagai Presiden AS bisa meningkatkan tensi keamanan di kawasan Asia-Pasifik.

"Kita tidak bisa percaya bahwa jika dia menjadi presiden nanti, dia akan bersikap seburuk seperti apa yang dia katakan, karena tidak ada seorang pun yang bisa menjadi seburuk itu," kata David Boaz saat dihubungi di New York, Kamis, (10/11/2016) seperti dikutip dari Antara.

Meskipun demikian, Boaz juga menilik bahwa ada beberapa sifat dan karakter Trump yang membuatnya menjadi pribadi yang tidak disukai oleh banyak orang.

"Yang tidak disukai dari Trump, dia cenderung otoriter, tidak menghormati konstitusi, dan tampaknya tidak mengindahkan batasan kuasa seorang presiden," ujar dia dari lembaga think tank Cato Institute tersebut.

Boaz memandang, sifat-sifat buruk itu bisa berkurang dan terbatasi ketika Donald Trump benar-benar sudah menjabat dan menjalani tugas sebagai Presiden AS. Trump dengan sendirinya harus dapat menyesuaikan diri dan berusaha untuk bersikap lebih baik layaknya seorang presiden.

Terkait kebijakan-kebijakan kontroversial yang Trump sampaikan selama masa kampanye pemilihan presiden, Boaz menilai bahwa tidak semua pemikiran kebijakan itu akan benar-benar dilaksanakan oleh Trump ketika sudah menjabat sebagai presiden.

Sehubungan dengan kemampuan Trump untuk membuat kebijakan yang baik, pengamat politik Cato Institute itu mengaku tidak khawatir karena dia yakin Trump tentu akan mendapat bantuan dari para sekretaris (menteri) nya.

"Misalnya, Trump selama ini sangat tidak konsisten ketika dia berbicara tentang kebijakan luar negeri AS, namun tentu dia nanti akan mendapat bantuan dan masukan dari para sekretarisnya untuk membuat keputusan dan kebijakan yang diperlukan," jelas dia.

Sebelumnya, Trump menang dalam pemilihan presiden AS dengan perolehan suara elektoral (electoral votes) jauh di atas lawannya Hillary Clinton - kandidat presiden dari Partai Demokrat.

Sementara itu, di Indonesia Anggota legislatif dari Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein Mohi, menilai pergantian presiden Amerika Serikat tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kondisi ekonomi maupun politik di Indonesia.

"Siapa pun presidennya, sikap Amerika kepada Indonesia ya akan begini saja, tidak akan berubah jauh," ujar Elnino saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Anggota legislatif dari fraksi Partai Gerindra dapil Gorontalo itu berpendapat, pemerintah Amerika telah memiliki aturan pokok serta pakem dalam menjalankan kebijakan luar negerinya.

Oleh sebab itu, baik dari aspek politik maupun ekonomi, kebijakan yang akan diterapkan Amerika tidak akan memiliki dampak yang terlalu besar bagi Indonesia.

"Pemilihan Presiden Amerika adalah urusan (kepentingan) rakyat Amerika sendiri," tuturnya menegaskan.

Sedangkan, pakar Politik Internasional Dewi Fortuna Anwar berpendapat kemenangan Trump bisa meningkatkan tensi keamanan di kawasan Asia- Pasifik akibat sejumlah pernyataan kontroversial yang diutarakannya pada masa kampanye.

"Jangan lupa, ketika kampanyenya, Trump mengatakan sekarang waktunya sekutu Amerika harus membayar," kata Pakar politik internasional Dewi Fortuna Anwar saat dihubungi, Jakarta, Rabu (9/11/2016).

Pernyataan tersebut merujuk pada setidaknya ada dua negara di kawasan Asia yang keamanannya bergantung pada Amerika.

Selain itu, kemenangan Trump ini juga membuat komunitas global harap-harap cemas, pasalnya pemerintahan Trump nantinya dinilai tidak bisa diprediksi, terlebih kongres juga dikuasai oleh Partai Republik.

"Harapan kita semua tentu, Trump akan lebih rasional, dengan mengedepankan diplomasi dalam menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi, seperti yang diinginkan negara-negara secara umum," ujar Dewi yang sempat menjadi anggota Kongres Amerika Serikat (1990-1991).

Baca juga artikel terkait PEMILU AS atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Politik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh