tirto.id - Dokumen yang dipublikasikan oleh Media AS mengungkapkan adanya dugaan tindakan kekerasan pemerintah Cina terhadap kelompok Uighur dan muslim lainnya di Xinjiang, wilayah yang terletak di Cina bagian barat, dokumen itu dipublikasikan oleh New York Times.
Lewat dokumen yang diungkap oleh New York Times pada Sabtu (16/11/2019) tersebut, diketahui bahwa pemerintah Cina, yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping telah berikhtiar melawan paham ekstrimisme yang diduga telah masuk ke masyarakat Xinjiang, sejak tahun 2014.
Dokumen setebal 403 halaman itu juga mengungkapkan, Presiden Xi telah memberikan serangkaian pidato internal kepada para pejabat setelah kunjungannya ke Xinjiang pada 2014. Pidato itu terkait dengan insiden serangan gerilyawan Uighur terhadap pengunjung sebuah stasiun kereta api, yang menewaskan beberapa orang, demikian seperti dilansir oleh Aljazeera.
"Kita harus sekeras mereka," kata Presiden Xi. "Dan sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan."
Dalam dokumen juga disebutkan, pejabat tinggi Cina memberikan arahan ke anak buah mengenai cara penanganan paham ekstrimisme. Dalam pidatonya, ia menyebut Inggris adalah salah satu contoh kurang tepat, karena menempatkan hak asasi manusia di atas keamanan.
Sebaliknya, pejabat tersebut mendorong semua orang agar terlibat untuk mengikuti aspek perang melawan teror seperti yang dilakukan AS pada tragedi 11 September. New York Times juga menyebut hal ini adalah laporan signifikan dari pihak internal pemerintahan Cina.
The Guardian mewartakan, dokumen setebal 403 halaman tersebut juga menuliskan kesaksian dari seorang pejabat lokal Turpan di Xinjiang Selatan. Mereka memanggil anak-anak dari orang tua yang ditahan di kamp. Dan menyatakan bahwa orang tua atau kerabat mereka telah terekspos paham ekstrimisme agama, sehingga perlu di menjalani pelatihan dan re-edukasi.
Saat ditanya soal alasan itu, para pejabat Cina mengatakan orang-orang itu hanya menjalani pelatihan, sehingga tidak diizinkan pulang. Selain itu, pejabat juga menjawab bahwa mereka baru diperbolehkan pulang saat "virus" pemikiran mereka sudah bersih.
Selama ini, pemerintah Cina banyak menuai kecaman karena kamp re-edukasi di Xinjiang tersebut. PBB menyebut bahwa kamp Uighur adalah upaya pengekangan HAM dan pencucian otak.
Bahkan, para pakar dan aktivis PBB mengatakan sedikitnya satu juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang dalam tindakan keras. Hal ini mendapat kecaman dari Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Namun, Pemerintah Cina menyanggah hal tersebut, dan mengatakan bahwa ini adalah upaya pemerintah untuk menanggulangi dan memberantas paham-paham ekstrimisme agama dan terorisme, yang tidak sesuai dengan ideologi negara.
Terkait terkuaknya dokumen tersebut oleh New York Times, salah satu media yang diblokir di Cina, pemerintah Cina belum memberikan tanggapan.
Global Times, media pro-Cina menanggapi dokumen tersebut dalam tajuk editorialnya pada Senin (18/11/2019). Menurutnya, laporan tersebut rendah moral dan mereka menyalahkan Barat yang punya obsesi, "ingin melihat Xinjiang dilanda kekerasan dan kekacauan ekstrem," demikian seperti dilansir Reuters.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Alexander Haryanto