tirto.id - Pemerintah Daerah Xinjiang mengatakan sebagian besar tahanan etnis Uighur di area kamp re-edukasi telah dibebaskan dan beberapa telah menandatangani kontrak kerja dengan perusahaan lokal.
Pada Selasa (30/7/2019), Shohrat Zakir, gubernur Xinjiang yang juga seorang Uighur, mengatakan re-edukasi yang dilakukan sejauh ini efektif dan menjadi tonggak perlawanan terhadap terorisme, Aljazeera melansir. Ia tidak menyebutkan jumlah pasti orang yang telah dibebaskan.
"Sebagian besar telah lulus dari pelatihan vokasional di pusat pelatihan dan telah kembali ke masyarakat," kata Zakir. "Lebih dari 90 persen orang yang lulus menemukan pekerjaan dengan gaji yang layak."
Diperkirakan ada sekitar satu juta Muslim Uighur yang ditahan di kamp di Xinjiang yang dijaga ketat. Pemerintah Cina kamp menyebutnya sebagai pusat pelatihan vokasional untuk melawan paham ekstrimisme dan terorisme yang diduga telah meracuni etnis Uighur di Xinjiang.
Wakil Pemimpin Xinjiang, Alken Tuniaz mengatakan bahwa beberapa negara dan media luar menganggap adanya perlakuan buruk di kamp tersebut, padahal selama ini, orang-orang dalam kamp diizinkan untuk libur dan pulang secara rutin, jadi jika mereka tidak boleh beribadah selama menjalani masa studi, mereka masih bisa melakukannya di rumah.
Namun, pernyataan oleh Pemerintah Xinjiang ini tidak serta merta diterima oleh khalayak. Direktur regional Asia Amnesty Internasional, Nicholas Bequelin mengatakan klaim tersebut mencurigakan dan belum terbukti.
"Kami mendengar laporan ada pembebasan besar-besaran," ujarnya, dikutip The Guardian. "Faktanya, keluarga dan teman dari para tahanan mengatakan mereka belum bisa menghubungi keluarganya."
Para peneliti melakukan berbagai cara untuk membuktikan klaim tersebut, mulai dari menganalisa dokumen pengadaan pemerintah hingga melihat citra satelit kamp Xinjiang.
Pemerintah Cina telah menerima kritik dari seluruh dunia atas kamp Xinjiang ini, menyebut bahwa ada pelanggaran hak asasi manusia terjadi disana. Namun, pemerintah Cina menyangkal anggapan tersebut dan melakukan pembuktian dengan cara mengizinkan reporter asing masuk ke kamp untuk melihat-lihat situasi.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menyebut bahwa perlakuan pemerintah Cina terhadap Uighur sebagai "noda abad ini" dan pemerintah AS sedang mempertimbangkan sanksi terhadap pejabat Cina atas kebijakan mereka di Xinjiang.
"Kami tidak bisa memverifikasi klaim tidak jelas yang dibuat oleh pemerintah Cina mengenai pembebasan mereka yang ditahan sewenang-wenang," kata juru bicara departemen luar negeri AS.
"Pemerintah Cina harus mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk hak asasi manusia memantau tanpa dihambat dan mengakses seluruh kamp dan semua tahanan."
Pemerintah Cina masih harus memberikan bukti valid atas klaim tersebut, karena seluruh duni sedang menantikan hal tersebut. Salah seorang kerabat dari tahanan Uighur, Sadam Abdusalam mengatakan juga mengakui ia belum dapat mengontak keluarganya.
"Cina mengatakan 90 persen #Uighur tak bersalah dibebaskan dari #KampKonsentrasi Cina, tapi mana pamanku Abdusopur? Mana keponakanku Abdullah?," cuitnya.
Lebih lanjut, para akademis dan aktivis Uighur yang ada di luar negeri ragu terhadap klaim tersebut dan jika hal tersebut benar, mereka khawatir jika para tahanan yang telah bebas akan tetap dipantau dan masih dlarang ini itu setelah bebas, bahkan dipaksa bekerja di perusahaan Cina di Xinjiang atau dimanapun di Cina.
"Kami masih khawatir dengan orang-orang yang bebas, dan juga tahanan baru," kata David Brophy, sejarawan yang mempelajari Xinjiang di Univeritas Sidney, Wall Street Journal mewartakan.
Aktivis lainnya, Halmurat Harri Uyghur, yang tinggal di Finlandia mengatakan bahwa 90 persen tahanan di kamp terdidik dengan baik, sebagian mantan pegawai negeri dan lainnya sudah punya pekerjaan sebelum ditahan.
"Jika 90 persen dari mereka menemukan pekerjaan yang baik, saya tanya, apa memangnya pekerjaan mereka sebelum ditahan?" katanya.
Orang tuanya yang pensiunan pegawai negeri juga pernah ditahan di kamp Xinjiang, namun dibebaskan setelahnya. Xinjiang adalah wilayah gurun dan pegunungan yang berbatasan dengan Asia Tengah, yang telah lama bersitegang karena paham separatis.
XInjiang adalah rumah bagi 12 juta muslim Uighur, yang berasal dari Turki. Inisiasi pengadaan kamp re-edukasi di Xinjiang adalah tindakan urgensi di bawah kepemimpinan Xi Jinping untuk meredakan situasi sekaligus menghidupkan kembali rute dagang Jalur Sutra dalam proyek insfrastruktur Belt and Road-nya.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora