tirto.id - Pemerintah Amerika Serikat merilis laporan pada hari Jumat (21/6/2019) yang berisikan tentang pembatasan Cina terhadap keyakinan, seperti yang dilakukannya terhadap komunitas Muslim Uighur di Xinjiang.
South China Morning Post melaporkan, rilisnya laporan tersebut sehari sebelum pertemuan antara Donald Trump dan Xi Jinping sebelum perhelatan G20 di Osaka.
“Partai Komunis Cina melakukan tindakan ekstrim terhadap semua keyakinan sejak awal,” kata Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS ketika Laporan Tahunan 2018 tentang Kebebasan Beragama Internasional tersebut dirilis. “Partai tersebut ingin dirinya sendirilah yang disebut ‘Tuhan’,” lanjutnya.
Laporan kali ini fokus pada bab pembatasaan keyakinan di Xinjiang, kata Pompeo, untuk mendokumetasikan ruang lingkup pelanggaran kebebasan beragama di daerah tersebut.
Laporan sebelumnya menyebut Tibet, Hong Kong, dan Makau secara terpisah di tempat-tempat tertentu dimana pelanggaran kebebasan beragama terjadi.
“Saya berkesempatan bertemu dengan beberapa kaum Uighur, tapi sayangnya mereka tak punya kesempatan berbagi cerita,” tandas Pompeo.
Ia merujuk pada pertemuannya Maret lalu dengan Mihrigul Tursun, seorang Uighur yang berbicara mengenai penyiksaan massal di penjara-penjara Cina terhadap kelompok minoritas, dan kerabat dari tahanan yang ada di kamp konsentrasi.
Pemerintah Cina, seperti dikutip BBC, menyebut bahwa kelompok Uighur di Xinjiang terkontaminasi dengan paham ekstrimisme sehingga mereka perlu di edukasi dan kembali disegarkan pemahamannya.
Kamp Xinjiang bukan seperti kamp pada umumnya, jurnalis diperbolehkan masuk dan melihat keadaan di dalam kamp, bahwa kamp tersebut baik keadaannya. Pemerintah ingin agar dunia melihat bahwa kamp tersebut sama sekali bukan penjara.
Di kamp, orang-orang dewasa duduk berjajar dalam ruang kelas dan serempak menyanyi dalam.bahasa Cina.
Sebagian sedang berlatih musik koreografi dan tarian, serta peragaaan kostum etnis tradisional yang ditampilkan secara berkala.
Orang-orang ini, berada di kamp untuk diperbaharui kembali. Pemerintah Cina menyebut dulunya mereka terkontaminasi paham radikal, penuh kebencian terhadap pemerintah Cina.
Kamp ini adalah upaya pemerintah mengembalikan mereka ke jalan nasionalisme Xinjiang adalah rumah bagi 11 juta etnis Uighur, sebuah etnis yang berasal dari Turki yang memeluk keyakinan Islam.
AS dan PBB menyebut bahwa dalam kamp tersebut terjadi penyiksaan dan kekerasan massal, yang mana Cina sendiri menyebutnya sebagai kamp re-edukasi.
ABC News menyebut bahwa kamp tersebut nampak kondusif, meskipun Uighur tidak diperbolehkan keluar dari sana.
Selain itu, terdapat kamera pengawas di mana-mana dan penjagaan ketat, setiap orang yang masuk akan terlebih dahulu dinilai apakah mereka berbahaya atau tidak.
Editor: Yandri Daniel Damaledo