Menuju konten utama

Dinas Pendidikan Tak Satu Suara Soal Pemutaran Film G30S/PKI

Dinas Pendidikan DKI tidak melarang atau mewajibkan sekolah-sekolah untuk menonton film G30S/PKI. Bagaimana dengan Dinas Pendidikan Depok dan Kota Bekasi?

Dinas Pendidikan Tak Satu Suara Soal Pemutaran Film G30S/PKI
Sejumlah warga dan anak-anak menonton bersama film G30S/PKI di Taman Graha Mall Cijantung, Jakarta Timur, Sabtu (23/9/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy angkat bicara soal pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI. Muhadjir bahkan melarang anak usia sekolah dasar dan menengah pertama menonton film garapan sutradara Arifin C. Noer itu.

Muhadjir beralasan, larangan tersebut mengacu pada hasil sensor film G30S yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak. Namun demikian, Muhadjir masih memberikan pengecualian bagi anak yang sudah duduk di kelas sembilan SMP.

“Untuk SMP itu, kalau yang sudah kelas akhir silakan, tetapi harus ada bimbingan,” kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Muhadjir menambahkan, guru yang mendampingi pun tidak cukup hanya satu. Muhadjir menyarankan agar siswa menonton film bersama dengan guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) serta guru sejarah. Setelah pemutaran, anak-anak harus diajak berdiskusi dan mendapat penjelasan dari guru.

Pria kelahiran Madiun, 29 Juli 1956 ini juga enggan mengomentari pernyataan MUI yang mengkritik kebijakannya agar anak-anak usia sekolah dasar dan menengah pertama tidak boleh nonton film. Muhadjir tetap pada pendapatnya untuk tidak memperbolehkan anak sebelum umur 13 tahun menonton.

Meski demikian, saat disinggung apabila anak menonton karena diajak orang tua, ia tidak bisa melarang. “Kalau sekolah [ngajak nonton] paling tidak akan saya tegur. Tapi kalau orang tua, bukan domain saya,” kata Muhadjir.

Dinas Pendidikan Tak Kompak

Sayangnya, larangan Muhadjir agar film G30S tidak diputar di lingkungan sekolah dasar dan menengah pertama ini tak sepenuhnya dipatuhi oleh Dinas Pendidikan di daerah, seperti yang terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Dinas Pendidikan Kota Bekasi bahkan mengeluarkan surat edaran tentang 'Gerakan Literasi Sekolah (GLS)' yang salah satu isinya mewajibkan Kepala SD dan SMP, baik negeri maupun swasta agar memutar film yang menjadi alat propaganda rezim Orde Baru itu.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi mengatakan, diwajibkannya para siswa SD dan SMP agar menonton film tersebut dengan tujuan untuk memberikan gambaran kekejaman PKI dalam peristiwa 30 September 1965.

“Konteksnya supaya siswa belajar sejarah dan tahu seperti apa perbuatan tidak bertanggungjawab seperti pembunuhan dalam film tersebut,” kata Ali Fauzi, saat dihubungi Tirto, Kamis (28/2017).

Perihal adegan kekerasan yang membuat film tersebut dilarang diputar untuk peserta didik oleh Menteri Mujadjir, Ali Fauzi menyatakan bahwa surat edaran yang dikeluarkan Disdik Bekasi lebih dulu dari pernyataan Mendikbud.

Selain itu, kata Ali, adegan kekerasan adalah hal yang wajar dalam sejarah Indonesia. “Kalau sejarah kan semua pasti mengandung kekerasan. Jadi sama saja dengan membaca buku, kan juga ada,” kata Ali.

Ali Fauzi menambahkan “karena itu, nanti didampingi sama guru nontonnya. Gurunya menceritakan adegan-adegan yang keras, dijelaskan, ini ya nak, kalian enggak boleh begini.”

Kendati demikian, Ali Fauzi menyatakan, jika surat edaran dari Mendikbud Muhadjir soal pelarangan pemutaran film G30S telah keluar, maka pihaknya akan mengurungkan memutar film tersebut.

Sementara Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak melarang atau mewajibkan sekolah-sekolah untuk menonton film tersebut. Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI, Bowo Irianto mengatakan, hal tersebut lantaran tidak adanya surat edaran tertulis dari Kemendikbud yang berisi anjuran terkait pemutaran film di sekolah-sekolah.

"Kami ngalir saja lah. Karena belajar sejarah kan enggak harus dari film itu,” kata Bowo saat dikonfirmasi Tirto.

Bowo mengatakan, anak-anak tidak perlu dipaksakan untuk menonton film tersebut. Sebaliknya, Bowo tidak mempersoalkan jika ada sekolah yang memutar film tersebut dalam rangka belajar sejarah. Hanya saja, ia menekankan agar siswa tidak diajarkan untuk menerima fakta sejarah hanya melalui film tersebut.

Bowo beralasan, film tersebut tidak bisa dijadikan kebenaran tunggal dan harus dipandang secara kritis. “Dilihat enggak masalah. Karena semakin lengkap referensi semakin lengkap wawasan. Bisa menjadi satu informasi yang dijadikan pertimbangan baik atau tidak. Kemudian juga mudah-mudahan mengasah kemampuan berpikir kritis,” kata Bowo berharap.

Tak berbeda dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Muhammad Thamrin mengatakan, tidak ada imbauan khusus kepada sekolah-sekolah untuk memutar film G30S itu.

Secara pribadi, Thamrin justru mengatakan film tersebut tidak cocok diperlihatkan kepada para siswa khususnya SD dan SMP. Ia beralasan, adegan kekerasan dan tindakan sadis penyiksaan terhadap para perwira TNI di lubang buaya, dikhawatirkan dapat memberikan efek trauma bagi para peserta didik.

Thamrin menilai film tersebut memiliki unsur sejarah yang bisa dijadikan pelajaran. Namun, kata Thamrin “untuk pelajaran kewarganegaraan atau sejarah sebaiknya tidak usah. Bisa pakai cara lain dengan bercerita atau buku-buku yang sudah ada.”

Di luar sekolah, kata Thamrin, orang tua juga punya peran untuk memberikan pandangan terkait peristiwa sejarah yang diputar melalui film G30S kepada anak-anaknya.

Baca juga artikel terkait FILM G30SPKI atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana & Andrian Pratama Taher
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz