Menuju konten utama

Dilema Transisi Kendaraan Listrik untuk Atasi Polusi Jakarta

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, beralih ke kendaraan listrik tidak sesederhana yang dibayangkan.

Dilema Transisi Kendaraan Listrik untuk Atasi Polusi Jakarta
Fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dihadirkan PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur di Atambua, Kabupaten Belu, yang berbatasan wilayah secara langsung dengan Timor Leste di Pulau Timor. (ANTARA/HO-Humas PLN UIW NTT)

tirto.id - Akhir-akhir ini polusi udara di DKI Jakarta kian parah, hal ini membuat pemerintah menyerukan agar masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Namun, menurut Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, beralih ke kendaraan listrik tidak sesederhana itu.

"Percepatan ke kendaraan listrik tidak sesederhana itu. Karena seolah Jakarta ingin mengurangi polusi udara tapi di hulunya kasihan masyarakat sekitar tambang dan smelter nikel karena PLTU batubaranya terus dibangun. Begitu juga bauran energi listrik untuk pengisian daya sumbernya juga masih bergantung PLTU batubara," ucap Bhima saat dihubungi Tirto, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Dibanding melakukan transisi kendaraan listrik, Bhima lebih menyarankan pemerintah membenahi pembangunan transportasi umum. Solusi ini dinilai lebih masuk akal, karena selain mengurangi polusi juga dapat mengatasi macet di jalanan ibu kota.

"Berkaitan dengan jalanan di Jakarta yang makin macet. Idealnya bangun transportasi publik yang terintegrasi antar moda bukan mendorong penjualan kendaraan listrik. Nanti orang kaya beli dua duanya, mobil BBM tetap dipakai, mobil listrik juga untuk hindari ganjil genap. Memperdalam ketimpangan juga," bebernya.

Lebih lanjut, Bhima pun menyebut, untuk beralih ke kendaraan listrik akan memberikan banyak pertimbangan bagi para konsumen. Mulai dari sparepart yang mahal, bengkel yang masih sedikit, hingga pembiayaan dari leasing.

"Bagi konsumen akan banyak pertimbangan, harga paska insentif masih mahal, sparepart nya juga mahal, bengkel belum banyak tersedia, pengisian daya juga masih dilokasi tertentu, pembiayaan atau leasing tidak sebanyak opsi kendaraan BBM," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Negara Lingkungan Hidup periode 1999-2001, Alexander Sonny Keraf mendorong percepatan transisi kendaraan listrik untuk mengatasi tingginya polusi udara di DKI Jakarta yang berasal dari emisi sektor transportasi.

Sonny menilai, polutan yang berasal dari emisi kendaraan berbahan bakar fosil di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan.

“Jangan anggap remeh hal ini, peralihan penggunaan kendaraan bensin ke listrik perlu didorong sekuat-kuatnya untuk menurunkan emisi dan pencemaran udara di kota besar, terutama Jakarta,” ujar Sonny dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Menurut Sonny, masalah kesehatan pernafasan hingga ancaman kecerdasan otak akan dirasakan warga ibu kota jika kondisi polusi udara terus dibiarkan.

Oleh sebab itu, Sonny mendesak penggunaan kendaraan listrik sebagai transportasi umum maupun pribadi yang sesegera mungkin dapat diimplementasikan secepatnya.

“Mengingat besarnya dampak negatif dari polutan, terutama dari sektor transportasi,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang