tirto.id - “Podcasting adalah generasi baru radio, dan para pengguna sekarang bisa berlangganan ke lebih dari 3.000 podcast gratis, dan mereka bisa mendengar episode baru yang dikirim secara otomatis ke komputer dan iPod.”
Pada 2005, Steve Jobs, pendiri Apple, mengatakan hal itu dengan rasa percaya diri. Saat itu, produk Apple sedang memasuki masa jaya. Selama 2005, ada sekitar 6,5 juta iPod terjual, dan menyumbang pemasukan total 3,6 miliar dolar untuk Apple. Dengan digdayanya iPod, maka artinya otomatis podcasting —portmanteau iPod dan broadcast, dicetuskan oleh jurnalis Ben Hammersley— juga akan melesat.
Yang kemudian tidak disadari oleh Jobs, podcast berkembang jauh melampaui ekosistem awalnya. Dari yang mula-mula hanya di iPod, podcast kini bisa didengar di banyak medium. Perkembangannya pun mencengangkan. Di iTunes, misalkan, dari yang awal hanya 3.000 podcast, kini ada 2 juta lebih podcast. Belum lagi di platform lain, yang jumlahnya juga fantastis.
Ada beberapa alasan kenapa podcast bisa populer. Pertama, podcast amat mudah dibuat. Tidak seperti membuat video yang perlu banyak banyak alat dan editing yang rumit, podcast hanya perlu perekam audio. Bahkan ia bisa dibuat dengan memanfaatkan fitur rekaman di ponsel. Selain itu, bagi para konten kreator yang masih ragu dan malu-malu untuk membuat konten dalam bentuk visual, berkarya di ranah konten audio seperti podcast bisa menjadi pilihan. Sebab membuat podcast cukup mengandalkan suara yang prima serta konten yang menarik, tanpa perlu adanya persiapan tertentu dari segi penampilan yang biasanya ditampilkan dalam format visual.
Kedua, podcast juga punya sifat multi-task friendly. Sama seperti mendengar radio yang bisa dikerjakan sambil melakukan kegiatan lain, podcast pun demikian. Pendengar tak perlu fokus khusus, terutama karena sifat podcast yang hanya audio, tidak mengandalkan visual.
Ketiga, podcast terasa lebih hangat dan personal, karena itu cocok untuk para pendengar muda. Menurut Emily Bell, direktur Tow Center for Digital Journalism yang berbasis di New York, podcast yang dibuat dengan gaya lebih santai bisa terasa lebih akrab dibanding, katakanlah, siaran berita. Keakraban itu ditambah dengan kemudahan mengakses.
Di Indonesia, demam podcast juga sedang menghangat sejak beberapa tahun terakhir. Menurut survei Populix (2020), lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia sudah mendengarkan podcast. Kebanyakan memang mengatakan bahwa alasan mereka mendengar podcast karena sifatnya yang screenless dan multi tasking.
Pentingnya Konten Lokal dan Personal
Meski begitu, di tengah pesatnya industri podcast, yang barangkali malah sudah dianggap terlalu riuh, muncul satu pertanyaan penting: apa yang membuat orang mau menyimak podcast tertentu? Atau jika harus membuat podcast, konten seperti apa yang menarik untuk disajikan?
Kuncinya? Lokalitas, juga kolaborasi.
Dua hal itu bisa dijadikan pegangan untuk membuat diferensiasi konten. Kolaborasi sudah sering dipakai oleh para pembuat konten untuk menjaring penggemar baru. Sedangkan lokalitas adalah pendekatan yang mulai banyak digunakan untuk membuat konten yang relevan, serta bisa dipakai untuk membangun loyalitas.
Contoh keberhasilan dari kolaborasi dan lokalitas bisa ditengok di NOICE. Aplikasi penyedia konten audio yang telah berdiri sejak tahun 2018 ini telah berkolaborasi dengan lebih dari 300 konten kreator di tanah air untuk berkarya menghadirkan ragam konten di platform tersebut. Tidak hanya konten kreator dari kota-kota besar, NOICE juga turut merangkul konten kreator dari berbagai daerah dengan komitmen untuk menciptakan ekosistem konten audio berkualitas di Indonesia.
Dengan istilah konten hyperlocal, NOICE menggandeng banyak kreator dari berbagai daerah yang membuat konten dengan aksen bahasa lokal, dan topik yang relevan di daerah masing-masing. Langkah ini jelas membuat pengguna NOICE yang saat ini telah mencapai lebih dari 1 juta, tersebar di seluruh Indonesia. Pertumbuhan pengguna ini mengalami peningkatan lebih dari 100 persen selama satu tahun terakhir.
“Kami melihat konten bercita rasa lokal dan unik merupakan hal yang banyak dicari oleh masyarakat sekarang ini. Semakin topiknya mengerucut, pendengar akan semakin menikmati konten tersebut. Dari sisi konten hyperlocal, kami melihat banyak perantau yang jika mereka mendengar konten podcast dari daerahnya, dibawakan dengan dialek khas daerah tersebut, mereka merasa relate dan terkoneksi secara emosional seperti pulang ke kampung halaman.” kata Niken Sasmaya, Chief Business Officer (CBO) NOICE.
Lewat kolaborasi dengan konten kreator yang telah terjalin, saat ini NOICE telah punya lebih dari 100 konten original dan eksklusif dengan genre yang beragam, dari mulai komedi, horor, hobi, musik, parenting, relationship, hingga bisnis. Kolaborasi yang dilakukan NOICE dengan konten kreator, tidak hanya sebatas menayangkan konten, tetapi platform ini juga memberikan dukungan konkret bagi konten kreator berupa fasilitas studio serta tim produksi untuk dapat berkreasi mencipta konten original yang berkualitas. Selain itu, para kreator juga didukung dari segi teknologi dan fitur yang bisa mereka manfaatkan di aplikasi NOICE hingga dukungan promosi untuk dapat menjangkau basis pendengar yang lebih luas.
Saat ini, Jakarta, Surabaya, dan Makassar adalah 3 kota dengan pendengar podcast di NOICE terbanyak di Indonesia. Rata-rata pendengar di NOICE mendengarkan lebih dari 60 menit podcast tiap harinya. Hingga sekarang, para pendengar NOICE sudah menghabiskan 1 miliar menit untuk mendengarkan konten audio di NOICE.
Interaktivitas Jadi The x Factor
Sadar dengan pertumbuhan podcast yang dalam beberapa tahun ke depan akan terus meningkat, plus semakin ketatnya persaingan, NOICE juga terus melakukan inovasi dan berbagai langkah bisnis baru.
Dari sisi inovasi, mereka sudah meluncurkan NOICE Live, yang merupakan fitur audio vertikal terbaru. Berbeda dengan podcast yang biasanya berjalan satu arah, NOICE Live akan menghadirkan pengalaman live audio dan interaksi dua arah antara kreator dan pendengar, musisi dan fans, hingga para ahli di topik tertentu dan audiensnya. Di NOICE Live, pendengar bisa berinteraksi dengan konten kreator lewat kolom komen dan bahkan mengobrol langsung apabila diangkat menjadi pembicara oleh kreator.
Belum lama diluncurkan, fitur NOICE Live telah digunakan oleh banyak public figure. Dari mulai boyband UN1TY, band legendaris Padi, influencer Jerome Polin, hingga mantan Menparekraf, Wishnutama. Hal menarik yang membuat NOICE Live berbeda dari fitur garapan platform konten audio lainnya adalah fitur ini merupakan karya anak bangsa dan pengguna yang sudah memiliki akun di aplikasi NOICE bisa langsung bergabung tanpa undangan khusus. Selain itu, NOICE Live fokus mengangkat konten lokal dan hanya kreator terverifikasi saja yang bisa membuka Live room, sehingga kualitas konten di room tetap terjaga.
Tidak hanya di NOICE Live, fitur yang mengusung interaktivitas sebelumnya juga telah dihadirkan oleh NOICE dimana pengguna bisa memberikan like dan saling berbalas komentar di tiap konten podcast yang tayang aplikasi tersebut.
“Kami ingin NOICE bisa hadir menemani keseharian pendengar sebagai one-stop-shop audio platform, yang menghadirkan konten audio dengan multi vertikal terlengkap, mulai dari podcast, radio, audiobook hingga live audio. Pendengar bisa menikmati screen lessmoment-nya dengan mendengarkan konten audio di NOICE hingga berinteraksi dengan kreator favoritnya. Kedepannya, kami berharap konten kreator dari berbagai daerah akan terus bertumbuh, tergerak untuk bisa tampil dan berkarya di industri konten audio dengan dukungan dari kami serta bisa membangun komunitas mereka di platform ini,” tambah Niken.
Dilihat dari segi bisnis, penunjukan Rado Ardian sebagai CEO dan Niken Sasmaya sebagai CBO, menunjukkan keseriusan mereka untuk bisa membawa NOICE memimpin industri konten audio di Indonesia. Baik Rado dan Niken telah berkarier nyaris satu dekade di Google dan YouTube Asia Pasifik.
Pada September 2021, keseriusan NOICE dalam membangun bisnis podcast dan audio content, mendapat sambutan dari investor. Alpha JWC Venture dan Go-Ventures resmi memberikan pendanaan Pra-Seri A untuk NOICE. Dalam investasi putaran awal ini, firma modal ventura seperti Kinesys Group, Kenangan Fund, dan beberapa angel investors lain turut menggelontorkan dana.
Dengan pendanaan dan nakhoda baru, NOICE tampak akan terus mengembangkan berbagai jenis produk konten audionya. Sebab, belum ada tanda-tanda podcast akan surut, malah akan semakin berkembang seiring orang yang ingin menjauh dari layar tapi tetap ingin mendapatkan konten hiburan dan inspiratif.
Maka ramalan Steve Jobs telah menemui kenyataan: podcast adalah masa depan. Dan akan ada NOICE di sana.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis