tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi menetapkan eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacapres) yang diusung dalam Pemilu 2024. Hal tersebut berdasarkan keputusan Majelis Syuro PKS.
“Alhamdulillah pembahasan mengerucut sosok yang dimaksud itu jatuh pada Anies Rasyid Baswedan. Kami usung beliau menjadi tokoh nasional dan Allah takdirkan sebagai presiden," kata Syaikhu saat mengumumkan hasil Musyawarah Majelis Syura di Kantor DPP PKS pada Kamis (23/2/2023).
Ia menginstruksikan agar seluruh kader PKS yang ada di seluruh daerah di Indonesia satu suara mendukung Anies. Syaikhu bahkan menginstruksikan kepada caleg yang hendak maju dalam Pemilu 2024 juga ikut mempromosikan Anies dalam kampanye mereka.
Anies mengakui bahwa ada pembahasan bakal cawapres. Akan tetapi, proses masih dalam pembahasan di internal PKS.
“Pembicaraan tentang cawapres masih berlangsung dan pada fase ini adalah fase penyusunan konsolidasi koalisi dan sesudah koalisinya selesai kita akan bersama-sama membahas mengenai siapa pasangannya,” kata Anies.
Syaikhu juga membenarkan ada pembahasan bakal cawapres pendamping Anies. Akan tetapi semua masih dalam pembahasan.
“Kami majelis syuro ada pembahasan terkait hal itu bahwa majelis syuro ini mengamanahkan kepada DPTB dewan pimpinan tingkat pusat untuk melakukan pembahasan,” kata Syaikhu.
Meski PKS memberikan ruang kepada Anies menentukan pendampingnya, tapi PKS memberi sejumlah kriteria. “Semua ada peluang, tergantung (calon) presidennya mau atau tidak,” kata Sekjen DPP PKS, Aboebakar Alhabsyi sebagaimana dikutip Antara pada Kamis lalu.
Terbaru, Aboebakar meminta para kader untuk fokus pada pemenangan. Ia menjamin bakal cawapres yang dipilih bisa membawa kemenangan.
Dengan demikian, partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan membebankan nama-nama bakal cawapres ke Anies. Sebelumnya, Demokrat dan PKS masih berupaya agar mengusung kader mereka menjadi cawapres, sementara Partai Nasdem selaku pengusung utama berharap Anies bisa memilih kandidatnya sendiri.
Namun, Partai Demokrat akhirnya memutuskan secara terang-terangan untuk membebaskan Anies memilih cawapresnya. Mereka pun membolehkan bakal pendamping Anies dari luar Koalisi.
“Tak boleh ada kawin paksa. Pendamping Mas Anies nanti mesti yang terbangun chemistry sehingga menjadi Dwi Tunggal pada pemerintahan ke depan, merepresentasikan perubahan dan perbaikan serta berkontribusi secara elektoral untuk pemenangan," kata Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani dalam keterangan tertulis pada Selasa (31/1/2023).
Sementara itu, Farkhan Evendi, Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI) –organisasi sayap Partai Demokrat-- mengatakan, agar poros perubahan mampu mencapai puncak kemenangan, maka AHY-lah satu-satunya sosok yang pantas mendampingi Anies sebagai cawapres.
“Agar poros perubahan dan perbaikan ini tidak jatuh kedalam jurang kekalahan,” kata Farkhan dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (26/2/2023).
Dikasih Kebebasan, Beban Anies Baswedan Makin Berat atau Mudah?
Direktur Eksekutif Indonesia Politic Power, Ikhwan Arif mengatakan, keputusan PKS menyerahkan cawapres pada Anies akan punya dua dampak, salah satunya adalah beban berat bagi Anies. Ia beralasan, Anies harus mampu memilih bakal cawapres yang bisa menjaga koalisi.
“Karena Anies harus memprioritaskan dari internal koalisi untuk menjaga citra partai koalisi karena masing-masing partai menginginkan dari kadernya sendiri,” kata Ikhwan, Jumat (24/2/2023).
Ikhwan mengingatkan, fokus partai di Koalisi Perubahan belum pada bakal cawapres. Mereka fokus pada upaya pemenangan di level legislatif dan mereka ingin efek ekor jas Anies. Hal ini tidak lepas dari efek ekor jas yang diterima Nasdem saat deklarasi mengusung Anies.
Partai di Koalisi Perubahan pun akhirnya sepakat untuk mengusung Anies, tetapi masih belum sepakat dalam pengusungan bakal cawapres. Hal ini terlihat dari sikap PKS yang belum menentukan secara gamblang kebebasan pemilihan nama cawapres Anies. Ia melihat PKS masih ingin mantan Gubernur Jabar yang juga kader mereka Ahmad Heryawan sebagai pendamping Anies.
“PKS masih enggan untuk menyerahkan kursi cawapres karena lebih fokus mengusung Anies. Bukan berarti tidak menyodorkan nama bakal cawapres sendiri,” kata Ikhwan.
Namun, Ikhwan beranggapan, Anies tentu akan mencari kandidat cawapres yang mampu mendongkrak suaranya dan punya background di pemerintahan. Ia melihat sudah ada sinyal Koalisi Perubahan membuka kandidat cawapres pendamping Anies, yakni Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono lewat pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.
Ikhwan menilai, Anies perlu mencari kader di internal koalisi sebagai cawapresnya agar koalisi tidak rusak meski mulai semakin solid. Ia menduga Anies akan menunda pengumuman nama cawapres hingga menit terakhir.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago justru melihat lebih jauh. Ia menilai, Koalisi Perubahan masih belum satu suara dan masih rentan pecah meski Anies sudah disebut bisa menentukan cawapres.
Ia mencontohkan bagaimana Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Jufri Assegaf tidak menyatakan secara langsung dukungan kepada Anies padahal Salim adalah tokoh sentral di PKS.
Di sisi lain, pertemuan Paloh dan AHY juga menandakan masih belum clear antara Nasdem dan Demokrat dalam koalisi perubahan. Partai Demokrat juga belum secara terang-terangan untuk mendukung Anies lewat keputusan partai.
Selain itu, kata dia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat juga belum turun penuh dalam penentuan pencapresan. Situasi ini masih membuka peluang Demokrat pergi sehingga akan mempengaruhi Anies untuk berhati-hati dalam memilih cawapres.
“Ada peluang beban besar bagi Anies karena memang kalau kita lihat ini, kan, kalau pertemuan Surya Paloh dengan AHY, kan, nggak ada SBY karena kepentingan Demokrat ini bukan soal efek yang akan didapat dari dukung Anies, tapi dia sudah punya figur sendiri, ketua umum partainya dan kepentingan Demokrat dia dapat cawapres,” kata Arifki.
Arifki menambahkan, “Tapi kalau kepentingan itu mendapat jalan buntu, tentu Demokrat akan melihat peluang lain, peluang lainnya apa? Apalagi dengan pujian Pak Jokowi di acara PPP, apakah ada ruang bagi Demokrat untuk berpindah ke KIB?”
Arifki menilai, posisi Koalisi Perubahan masih berpotensi berubah. Negosiasi masih berjalan lantaran para kingmaker di masing-masing partai belum duduk satu suara. Sebelum berbicara cawapres, perlu ada ketegasan dari partai di tingkat tokoh utama untuk mendukung Anies meski sudah ada kesepakatan tingkat pengurus pusat.
“Kita juga masih harus melihat siapa kingmaker dari masing-masing parpol ini. Penentunya siapa. Makanya kepastian Koalisi Perubahan masih belum jelas juga meskipun PKS sudah dukung Anies karena apakah Demokrat akan berpotensi ke koalisi lain atau gimana,” kata Arifki.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz