tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebutkan, impor baju dan sepatu bekas di Indonesia bisa menekan market industri dalam negeri, terutama bagi brand- brand lokal.
“Impor baju dan sepatu bekas tersebut akan terus menekan industri dalam negeri lebih jauh dan akan ada terjadinya efisiensi (pekerja),” kata Ahmad saat dihubungi Tirto, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia menambahkan, impor baju bekas akan membuat konsumen mempunyai pilihan dan itu wajar. Apalagi produk impor tersebut bagus, berasal dari luar negeri dan didominasi oleh merek internasional dengan harga lebih murah
Impor tersebut, kata Ahmad, akan berdampak pada brand internasional yang mempunyai pabrik di Indonesia, misalnya sepatu Adidas. Pabrik yang produksi sepatu Adidas bakal tertekan dengan adanya impor tersebut.
Secara tidak sadar, lanjutnya, para pedagang baju dan sepatu bekas tersebut sudah memiliki toko di mana-mana. Bukan hanya di ibu kota, melainkan di luar Jakarta sudah banyak seperti Bandung, Medan dan sebagainya. Bahkan ada yang dijual secara online
Ahmad memperkirakan, kerugian yang diakibatkan oleh impor baju dan sepatu bekas bisa sangat besar.
“Seingat saya, dari data BPS itu sekitar 272 ribu dollar AS atau sekitar Rp4 miliar dari kerugian yang didapat,” klaimnya.
Menurutnya, impor baju dan sepatu bekas ini masih akan berlanjut. Pasalnya, target pasar di Indonesia sangat luas dan diiringi minat yang besar dari masyarakat. Walaupun sudah dilarang, impor baju dan sepatu bekas masih akan tetap berlanjut, dan secara perlahan akan menggerus industri lokal dalam negeri.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) telah menyita 1.700 bal pakaian bekas impor melalui 44 operasi tindakan selama Februari 2023.
"Di tahun 2023, sampai bulan Februari ini ada 44 penindakan dan mencapai 1.700 bal pakaian bekas," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kemenkeu, Askolani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Dia memaparkan, dari pola penegakan bea cukai yang dilakukan selama ini, titik risiko pemasukan thrifting terdapat di pesisir timur Sumatra, kemudian Batam, dan Kepulauan Riau. Para oknum biasa memasukkan barang tersebut melalui pelabuhan tidak resmi.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Reja Hidayat