tirto.id - Crisis center kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dipusatkan di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. CEO Lion Air, Edward Sirait mengatakan, sebelumnya Lion Air telah membuka posko di Kantor Operasional Lion Air di Tangerang dan di Bandara Internasional Soekarno Hatta sejak Senin (29/10/2018) pukul 07.30 WIB.
“Saat ini sesuai dengan kesepakatan dan arahan Menteri [Perhubungan] semua posko di Halim, baik mengenai barang, maupun korban penumpang, jenazah maupun yang hidup, [penumpang] yang hidup kita bawa ke rumah sakit terdekat,” ujar Edward kepada reporter Tirto, Senin (29/10/2018) siang di Kantor Operasional Lion Air, Tangerang.
Edward menambahkan, posko yang didirikan selama 14 hari tersebut tak hanya digunakan untuk mendata korban saja, tapi mereka juga berencana membawa puing-puing pesawat ke Bandara Halim Perdana Kusuma.
Pesawat Lion Air JT-610 rute penerbangan Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng menuju Pangkalpinang diketahui jatuh setelah 13 menit mengudara pada koordinat S 5’49.052” E 107’06.628 di sekitar Karawang.
Pesawat yang dibuat tahun 2018 tersebut baru dioperasikan oleh Lion Air sejak 15 Agustus 2018 dengan 9 sampai 10 jam terbang per hari. Hingga saat ini, pesawat dengan registrasi PK-LQP jenis Boeing 737 MAX 8 tersebut telah melalui 800 jam terbang.
Edward menjamin pilot yang membawa pesawat Lion Air tersebut merupakan pilot profesional.
“Komando oleh captain Bhavye Suneja dan co-pilot Harvino, mempunyai 6.000 jam terbang dan sering membawa pesawat ke Manado, Cina, sangat banyak. Co-Pilot dengan 5.000 lebih jam terbang, kurang lebih 5.100, jadi Co-Pilot senior,” kata Edward.
Meski begitu, Edward mengakui bahwa pihaknya sempat menerima laporan mengenai masalah teknis, namun ia mengklaim pesawat tersebut layak terbang.
“Terakhir terbang dari Denpasar menuju Cengkareng dalam posisi dirilis untuk terbang. Memang ada laporan mengenai masalah teknis, dan sudah dikerjakan sesuai dengan prosedur maintenance pabrikan pesawat,” ujar Edward.
Edward pun yakin sebelum terbang, pesawat tidak dalam kondisi rusak.
“Kalau rusak tidak mungkin dirilis terbang. Ya cuma memang namanya benda bergerak sebagaimana kita ketahui sangat bisa mengalami gangguan setelah dia mendarat,” tandasnya.
Mengenai pesawat yang selalu dalam kondisi high altitude sejak tanggal 27 Oktober 2018, Edward menyatakan bahwa sebuah pesawat pasti ada masalah.
“Saya tidak memahami apa itu high altitude, sebuah pesawat pasti ada sebuah problem, tapi itu bisa diselesaikan,” tandasnya.
Penulis: Widia Primastika
Editor: Dipna Videlia Putsanra