Menuju konten utama

Perbedaan Wilayah Formal dan Fungsional Beserta Contohnya

Apa itu wilayah formal dan fungsional? Berikut ini penjelasan soal perbedaan wilayah formal dan fungsional beserta contohnya.

Perbedaan Wilayah Formal dan Fungsional Beserta Contohnya
Suasana deretan permukiman dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (25/5/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

tirto.id - Sebelum memahami perbedaan wilayah formal dan fungsional, perlu dimengerti terlebih dahulu konsep kewilayahan dalam Geografi. Dalam kajian geografi, konsep wilayah merupakan pemahaman geografis terhadap bagian permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang khas.

Dari sudut pandang ilmu geografi, pengertian wilayah adalah area permukaan bumi yang penentuannya berdasarkan pada tingkat homogenitas formal, fungsional, atau persepsi atas berbagai fenomena.

Sementara itu, dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, definisi wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Dua versi definisi wilayah di atas menjelaskan bahwa penentuan suatu ruang sebagai wilayah didasarkan pada sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan lainnya. Karakteristik yang menunjukkan ciri khas suatu wilayah ada beragam.

Identifikasi wilayah dengan berbagai karakteristik itu melahirkan 2 jenis klasifikasi wilayah, yakni formal dan fungsional. Untuk lebih memahami topik ini, berikut penjelasan tentang pengertian wilayah formal dan wilayah fungsional, beserta dengan perbedaan, contoh, dan ciri-cirinya.

Pengertian Wilayah Formal dan Fungsional

Wilayah Formal (formal region) disebut pula dengan uniform region atau wilayah homogen. Pengertian wilayah formal adalah wilayah yang diidentifikasi berdasarkan keseragaman (homogenitas) karakteristik tertentu.

Dalam rumusan definisi di literatur ilmu geografi, pengertian wilayah formal adalah suatu wilayah yang terbentuk akibat ada kesamaan kenampakan, baik itu yang berupa kenampakan muka bumi, vegetasi, iklim, kondisi tanah, bentuk lahan, maupun penggunaan lahan.

Di sisi lain, wilayah fungsional juga biasa disebut wilayah nodal. Istilah lainnya untuk wilayah fungsional ialah wilayah terkutub atau polarized region.

Ada beberapa rumusan pengertian wilayah fungsional yang perlu diketahui agar bisa lebih memahami konsep ini, yakni sebagai berikut:

  • Wilayah fungsional adalah wilayah yang dicirikan oleh adanya kegiatan yang saling berhubungan di beberapa pusat aktivitas secara fungsional.
  • Wilayah fungsional adalah wilayah yang secara fungsional memiliki ketergantungan antara bagian inti (pusat) dan wilayah belakangnya (hinterland).
  • Wilayah fungsional adalah wilayah yang diidentifikasi berdasarkan pada kriteria tertentu yang memiliki hubungan fungsional atau interdependensi di antara bagian-bagianya.
  • Wilayah fungsional adalah wilayah yang teridentifikasi dari adanya suatu pola interdependensi dan pola interaksi gejala-gejala yang terdapat di dalamnya.
  • Wilayah fungsional adalah wilayah geografis yang menunjukkan ada suatu koherensi fungsional tertentu (kecenderungan terpusat), dan terdapat saling ketergantungan antarbagiannya.

Kesimpulannya, wilayah fungsional merupakan wilayah yang terbentuk karena ada hubungan fungsional saling berkaitan di antara bagian-bagian yang berbeda (heterogen). Maka, identifikasi wilayah fungsional tidak berdasarkan pada keseragaman karakteristik seperti yang berlaku untuk wilayah formal.

Perbedaan Wilayah Formal dan Fungsional

Wilayah formal dan fungsional dibentuk atau diidentifikasi berdasarkan pada kriteria yang berbeda. Hal ini juga menyebabkan karakteristik wilayah formal dan fungsional berlainan. Apa saja perbedaan wilayah formal dan fungsional? Berikut ini penjelasan lengkapnya.

1. Wilayah Formal

Wilayah formal dikenali berdasarkan satu kriteria yang menjadi ciri khas suatu kawasan. Wilayah formal juga dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal. Selain itu, wilayah formal bersifat statis. Ini yang menyebabkan wilayah formal juga disebut wilayah homogen.

Homogenitas di wilayah formal bisa terlihat dari karakteristik fisik (alam) maupun kondisi sosial-budaya masyarakatnya. Kondisi sosial-budaya itu bisa terkait dengan aktivitas ekonomi atau identitas budaya.

Keseragaman karakteristik yang menjadi dasar identifikasi suatu wilayah formal bisa berkaitan dengan kondisi geografis, seperti kenampakan fisik muka bumi, iklim, topografi, vegetasi, jenis batuan, hingga penggunaan lahan.

Homogenitas di wilayah formal juga dapat terkait dengan kesamaan aktivitas penduduknya, terutama di bidang ekonomi, seperti pertanian, industri, dan lain sebagainya. Maka itu, wilayah pegunungan, wilayah perkebunan, kawasan pusat perniagaan, wilayah iklim tropis merupakan contoh wilayah formal.

Dalam konteks pemerintahan, wilayah formal umumnya berupa kawasan tertentu yang dibatasi secara administratif dengan jelas. Misalnya, wilayah dusun, wilayah kelurahan atau desa, wilayah, kecamatan, wilayah kabupaten, wilayah provinsi, hingga wilayah negara.

Konsep wilayah formal mengharuskan ada keseragaman tertentu di suatu wilayah yang lebih dominan dibandingkan dengan perbedaan yang ada di wilayah tersebut. Pembentukan wilayah formal berkaitan erat dengan kebijakan pembangunan atau pengelolaan kawasan.

Sebagai misal, identifikasi wilayah pegunungan karst yang dilandaskan pada kesamaan karakteristik fisik bentang alam berguna dalam penyusunan regulasi yang mengatur pelestarian lingkungan. Contoh yang lain ialah pembentukan wilayah industri yang berguna untuk pengaturan tata ruang yang berfokus pada pengembangan aktivitas produksi di pabrik-pabrik.

Namun, konsep wilayah formal berisiko memunculkan masalah dalam penerapan strategi pembangunan. Oleh karena itu, muncul konsep wilayah fungsional sebagai alternatif untuk mendukung kebijakan yang terkait dengan pengembangan kawasan.

Mengutip penjelasan Sony Harry B. Harmadi dalam Modul Studi Kewilayahan dan Konsep Pengembangan Wilayah dari UT, identifikasi suatu wilayah berdasarkan kesamaan aktivitas ekonomi, seperti industri, tak selalu efektif.

Misalnya, jika banyak penduduk di suatu wilayah industri berpendidikan rendah, pengembangan industri bisa terhambat karena pekerja terampil minim atau malah muncul beragam masalah sosial. Hal ini dapat dihindari jika pembentukan wilayah tidak hanya bertumpu pada identifikasi kesamaan satu karakteristik.

2. Wilayah Fungsional

Berbeda dengan wilayah formal, identifikasi wilayah fungsional merujuk pada relasi bagian-bagian yang beragam di dalamnya. Jika wilayah formal berdasarkan pada konsep homogenitas, wilayah fungsional mengacu pada heterogenitas (keragaman). Perbedaan yang lainnya, wilayah fungsional bersifat dinamis.

Bagian-bagian dari suatu wilayah yang bersifat heterogen bisa memiliki hubungan fungsional sehingga saling berkaitan. Hubungan-hubungan fungsional itu umumnya dapat teramati dari pergerakan barang, jasa, serta manusia dari satu bagian ke bagian lain di dalam satu wilayah.

Contohnya ialah arus kendaraan yang mencerminkan dinamika perpindahan manusia melalui akses yang menghubungkan wilayah sentra tempat kerja dan pusat perbelanjaan dengan kawasan permukiman.

Dalam wilayah fungsional, hubungan yang saling terkait (fungsional) bisa terjadi di antara wilayah pusat (inti) dengan wilayah belakangnya (hinterland). Relasi ini mengarah pada kondisi saling ketergantungan.

Hubungan saling ketergantungan antara kawasan pusat dan hinterland tercermin dari arus pertukaran penduduk, barang, jasa, hingga keterhubungan sarana transportasi dan komunikasi.

Maka, suatu kota bisa disebut sebagai bagian wilayah fungsional apabila berperan memenuhi kebutuhan para penduduk di daerah pinggiran atau perdesaan sekitarnya. Demikian pula desa/kawasan pinggiran bisa menjadi bagian dari wilayah fungsional karena menopang kebutuhan kota besar (pusat).

Kawasan inti atau pusat menyediakan barang-barang hasil industri atau lapangan pekerjaan. Sebaliknya, desa atau pinggiran menyediakan barang pangan dan tenaga kerja.

Salah satu contoh wilayah fungsional di Indonesia adalah Jabodetabek yang merupakan sebuah kawasan aglomerasi mencakup DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jakarta berperan sebagai inti wilayah fungsional, sementara Bodetabek berfungsi menjadi wilayah belakang atau hinterland.

Jabodetabek bisa disebut wilayah fungsional karena ada hubungan saling ketergantungan antara daerah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) selaku hinterland dengan DKI Jakarta yang menjadi inti.

Keterhubungan secara fungsional antara DKI Jakarta dan Bodetabek terlihat dari derasnya arus mobilitas warga di antara daerah-daerah itu, yang polanya bergerak dari periferi ke pusat dan sebaliknya. Adanya pergerakan terus-menurus dari dan ke pusat-pinggiran itu menandakan sifat dinamis wilayah fungsional. Sifat dinamis juga nampak dari semakin meluasnya wilayah padat aktivitas di Jabodetabek.

Contoh di atas menunjukkan bahwa wilayah fungsional memiliki fungsi sebagai tempat sirkulasi dari arus pertukaran yang teroganisir. Di wilayah fungsional juga terdapat kawasan inti (core/pusat), sesuatu yang tidak ada di wilayah formal. Pusat kegiatan dapat terus berkembang seiring dengan kemajuan ekonomi atau peningkatan kebutuhan penduduk. Jadi, wilayah fungsional bisa terus meluas.

Hanya saja, perlu dicatat, wilayah fungsional tidak selalu tercermin dari aktivitas ekonomi, tetapi juga dapat terkait dengan sistem ekologi dan sosial-politik.

3. Tabel Perbedaan Wilayah Formal dan Fungsional

Untuk mempermudah pemahaman, berikut ini tersaji daftar perbedaan wilayah formal dan fungsional di dalam tabel:

Wilayah Formal Wilayah Fungsional
Bersifat statis dan pasif Bersifat dinamis dan aktif
Memiliki karakteristik homogen Memiliki karakteristik heterogen
Dicirikan oleh kesamaan

karakteristik fisik atau

aktivitas penduduk

Dicirikan oleh adanya fungsi

sirkulasi dan pergerakan

Ciri fisiknya jelas dan mudah dikenali Ciri fisiknya bisa berubah-ubah,

dan sulit untuk dikenali

Tidak Memiliki wilayah pusat/inti Memiliki wilayah pusat/inti
Luas wilayah cenderung tetap Luas wilayah bisa berkembang
Teridentifikasi atau terbentuk

karena ada kesamaan karaktertistik

Teridentifikasi atau terbentuk

karena ada hubungan saling

ketergantungan di antara bagian-bagiannya

Tidak memiliki hubungan saling

ketergantungan antarwilayah, dan kalaupun ada kurang terlihat

Memiliki hubungan saling ketergantungan

di dalam wilayah yang jelas terlihat dan terus berkembang

Contoh Wilayah Formal dan Fungsional

Ada banyak contoh wilayah formal dan fungsional di Indonesia. Berikut adalah sejumlah contoh wilayah formal dan fungsional.

1. Contoh wilayah formal

Contoh wilayah formal bisa dibedakan menjadi 2 kategori. Keduanya adalah wilayah formal berdasarkan pada kriteria fisik dan sosial-budaya. Berikut ini contoh wilayah formal untuk masing-masing kategori:

a. Contoh wilayah formal berdasarkan kriteria fisik:

  • Wilayah pegunungan kapur (karst)
  • Wilayah rawa-rawa
  • Wilayah hutan tropis
  • Wilayah beriklim tropis
  • Wilayah beriklim subtropis
  • Wilayah pegunungan
  • Wilayah vegetasi mangrove
  • Wilayah hutan lindung
  • Wilayah dataran rendah
  • Wilayah geologi zona Bandung
  • Wilayah daerah aliran sungai (DAS)
  • Wilayah pertanian kering
  • Wilayah pertanian sawah
  • Wilayah permukiman.
  • Wilayah perkebunan.

b. Contoh wilayah formal berdasarkan kriteria sosial-budaya:

  • Wilayah industri tekstil
  • Wilayah pertanian sawah basah
  • Wilayah pertanian ladang tadah hujan
  • Wilayah pertanian kering
  • Wilayah suku asmat
  • Wilayah kesultanan Yogyakarta
  • Wilayah perkebunan sawit
  • Wilayah ekonomi khusus di Batam
  • Wilayah pecinan (permukiman warga etnis tionghoa)
  • Wilayah pusat perniagaan
  • Wilayah kawasan industri Jababeka.
  • Wilayah parahyangan di Jawa Barat (kenampakan budaya)
  • Daerah pengrajin gerabah (seperti pusat pengrajin gerabah kasongan, Bantul)
  • Desa nelayan
  • Wilayah administratif negara/provinsi/kabupaten/kecamatan/desa.

2. Contoh Wilayah Fungsional

Berikut sejumlah 5 contoh wilayah fungsional di Indonesia:

  • Wilayah Jabodetabek (DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)
  • Wilayah Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang)
  • Wilayah Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan)
  • Wilayah Bopuncur (Bogor, Puncak, Cianjur) yang jadi wilayah fungsional untuk daerah konservasi.
  • Wilayah kawasan ekonomi khusus (KEK), seperti KEK Tanjung Lesung, KEK Mandalika, dan lain sebagainya.

Ciri-ciri Wilayah Formal dan Fungsional

Berangkat dari penjelasan sebelumnya, sudah jelas ada perbedaan besar antara wilayah formal dengan wilayah fungsional. Ciri-ciri wilayah formal dan fungsional pun sangat berlainan. Berikut ini penjelasan ringkas mengenai ciri-ciri wilayah formal dan fungsional:

1. Ciri-ciri Wilayah Formal

  • Memiliki kesamaan fisik atau jenis aktivitas penduduk
  • Bersifat homogen (ada keseragaman karakteritik di dalam wilayah)
  • Bersifat statis (sulit berubah)
  • Terkelompokkan berdasarkan kategori yang baku (sehingga mudah dikenali).

2. Ciri-ciri Wilayah Fungsional

  • Ada arus pertukaran barang, jasa, manusia, informasi, dan ide (gagasan);
  • Ada pusat (inti/node) sebagai pusat pertemuan arus pertukaran secara terorganisir;
  • Ada wilayah yang semakin meluas;
  • Ada jejaring rute tempat tukar-menukar berlangsung
  • Ada hubungan saling ketergantungan antarwilayah yang menyokong kebutuhan masing-masing
  • Luas wilayah bisa berkembang atau meluas
  • Kondisi wilayah dinamis dan mudah berubah-ubah
  • Lebih sulit dikenali dibandingkan wilayah formal.

Baca juga artikel terkait GEOGRAFI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Addi M Idhom