tirto.id - Ganjar Cahyadi, salah seorang ahli reptil dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga merupakan Kurator Museum Zoologi di perguruan tinggi itu menjelaskan beberapa ciri ular berbisa seperti ular kobra yang di pemukiman warga akhir-akhir ini.
Seperti diwartakan Antara, Ganjar Cahyadi, dalam siaran pers Biro Humas ITB, Selasa (17/12/2019) di Bandung mengatakan sangat diperlukan untuk mengetahui jenis dan perilaku ular agar masyarakat bisa melakukan langkah antisipasi yang tepat.
Jenis dan ciri ular berbisa
Ganjar menyampaikan, untuk ular yang berbisa, dapat dikelompokkan pada dua famili yaitu elapidae dan viperidae.
Ular yang termasuk elapidae contohnya,
1. Ular kobra (Naja)
2. Ular belang (Bungarus)
3. Ular cabai (Calliophis intestinalis).
Ular yang masuk kelompok viperidae, cirinya adalah,
1. Bagian kepala berbentuk seperti segitiga
2. Kalau di daun warna ularnya cenderung hijau
3. Jika di tanah warna cenderung kecoklatan
Sedangkan ciri dari ular berbisa antara lain,
1. Ular berbisa memiliki taring yang mengeluarkan bisa
Untuk kasus ular kobra jawa atau ular sendok Jawa memiliki kemampuan untuk menyemprotkan bisanya hingga jarak satu meter.
Jika Anda memiliki luka sekecil apapun dan terkena semburan bisa ular kobra Jawa ini maka efek yang akan ditimbulkan sama seperti gigitan ular kobra Jawa. Sebab bisa ular dapat masuk ke tubuh melalui luka.
2. Amati perilaku ular
Perilaku ular berbisa juga dapat terlihat, kalau ular berbisa maka ia akan lebih santai dalam bergerak, tapi kalau didekati akan melakukan upaya perlindungan diri seperti mengangkat kepalanya atau menyerang.
Sementara ular tidak berbisa, tidak memiliki taring dan bila didekati akan kabur.
3. Ciri lain dari ular berbisa dapat dilihat dari warna atau coraknya
Ular berbisa lebih mencolok warnanya, misalnya ular cabai yang mempunyai garis warna merah di tubuhnya, kemudian ular bungarus memiliki warga hitam putih.
“Namun khusus untuk ular kobra, yang mencolok adalah karena warnanya hitam legam. Perilaku ular kobra, kalau terancam akan menaikkan tubuhnya dan mengembangkan rusuknya. Bahkan dapat menyemburkan bisanya ke arah mata,” katanya.
Awal musim penghujan jadi masa ular bereproduksi
Menurut Ganjar, musim penghujan merupakan masa ular untu bereproduksi atau berkembang biak.
“Ular memiliki fase reproduksi, sekarang musim hujan di mana termasuk musim ular menetas. Perilaku kobra itu biasanya menyimpan telur di sarangnya, biasanya sarang bekas tikus, atau ditempat-tempat lembab, tumpukan sampah, dan dia simpan telornya lalu ketika awal musim hujan akan menetas,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika banyak ular ditemukan di suatu lokasi, kemungkinan tempat tersebut merupakan habitatnya atau sebagai area ular mencari makan.
Ia menjelaskan salah satu makanan bagi ular adalah tikus, dan tikus biasanya banyak di rumah-rumah.
“Kobra itu tipikal ular yang melepas anak-anaknya. Dia tidak menjaga anak-anaknya, karena anak kobra ketika menetas sudah memiliki taring dan kelenjar bisa, jadi sudah bisa mencari makan sendiri," ujarnya.
Mengenal gigitan ular dan cara mengatasinya
Ganjar mengatakan ular yang melancarkan gigitan bisa terjadi karena dua faktor, yaitu untuk memangsa, dan kedua untuk mempertahankan diri dari ancaman.
Gigitan ular pun, menurut Ganjar, bisa terjadi dua kemungkinan, yaitu gigitan berbisa dan tidak berbisa tetapi menurutnya hal itu sulit untuk dijelaskan.
Mengenai cara pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi gigitan ular menurutnya, setiap kali seseorang digigit ular maka harus selalu waspada bahwa gigitan tersebut memiliki atau mengandung bisa.
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah imobilisasi atau meminimalisasi gerakan pada area yang terkena gigitan ular.
“Perlakuannya seperti pada patah tulang, jadi kita memasang kayu yang diikatkan dengan perban di bagian tubuh yang terkena gigitan. Usahakan area yang tergigit tidak bergerak sama sekali untuk mencegah area peredaran bisa dengan cepat. Akan tetapi jangan diikat terlalu kencang. Setelah dilakukan upaya tersebut, barulah dibawa ke fasilitas kesehatan,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa seringkali ada beberapa tindakan yang salah dalam penanganan terhadap gigitan ular.
Jika terkena gigitan ular, melukai lokasi yang terkena gigitan atau membakarnya sangat dilarang karena dapat terjadi infeksi. Dilarang pula menghisap darah di lokasi gigitan karena racunnya dapat termakan.
“Yang paling bagus sesuai saran WHO yaitu imobilisasi di area gigitan,” tambahnya.
Selain itu, Ganjar juga menyarankan kepada masyarakat untuk mengetahui dan mengidentifikasi beberapa pengetahuan dasar tentang ular.
Jadi, saat korban gigitan dibawa ke dokter, dia akan tahu bahwa telah digigit oleh jenis ular apa. Apakah berbisa atau tidak, warna serta coraknya, dan lain-lain. Sehingga dapat diaplikasikan obat anti-bisa yang tepat dari jenis ular yang telah menggigit.
Sebagai imbauan, Ganjar menyarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah.
Selain tu, hindari banyaknya tumpukan-tumpukan benda, baik sampah, kardus, atau bekas barang yang seringkali dijadikan rumah bagi ular untuk bersarang.
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH